03

8K 489 6
                                    

Lagi-lagi mimpi buruk itu datang menghantui Park Hana, hingga tidurnya tak akan pernah menjadi nyenyak dan tenang, mimpi itu seperti bayangan yang akan selalu mengikuti setiap langkah Hana, membayangi dirinya, membayangi setiap urusannya sehingga Hana akan merasa begitu sulit untuk melakukan apapun.

Hana terbangun dari tidurnya yang gelisah, napasnya tersengal-sengal seperti baru saja habis lari marathon, dan tubuhnya sangat berpeluh setelah mengalami mimpi itu.

Jijik dan frustrasi Hana jadinya, bagaimana bayang-bayangan dirinya yang melengguh dibawah kuasa tubuh lelaki yang sama sekali tak dikenalinya, bagaimana ia juga tidak sadar telah ikut menikmati setiap kenikmatan yang ditawarkan padanya, semua itu terus berputar bak sebuah scene dalam film yang selalu membuat Hana terbayang. Hal yang Hana bisa kenali dari lelaki yang selalu datang dalam mimpinya hanyalah pada bagian punggung atas lelaki itu terdapat bekas sebuah luka, Hana sekilas mengingatnya dan saat itu juga Hana tanpa sengaja menyentuh bekas luka yang terasa timbul.

"Sampai kapan? Sampai kapan semua ini akan berakhir? Aku muak jika harus terus dibayang-bayangi kejadian dua tahun lalu itu." Hana mengerang frustrasi setelah ia menyadari hal barusan adalah sebuah mimpi yang akan selalu datang menghampiri di setiap tidurnya.

"Ibu, maafkan aku. Aku gagal menjadi anak perempuanmu yang baik. Aku tak seharusnya pergi dari rumah hanya karena aku membenci Kakak, harusnya aku masih bertahan di sana meski aku tak akan pernah bicara padanya, setidaknya aku tidak akan menjadi seperti sekarang. Aku sudah mengecewakanmu." Setiap kali Hana teringat dan terbayang kenangan buruk itu, ia akan menyesali keputusannya, ia akan terus meminta maaf pada sang ibu, meski ibunya tak akan pernah lagi bisa menjawab dan membalas permintaan maafnya yang melirih itu.

Sebulan, sudah satu bulan setelah Park Hana menelpon temannya dan mengatakan akan pulang untuk menjenguk putri kecilnya. Nyatanya Hana tak bisa melakukan itu. Ia sama sekali tak di perbolehkan pergi kemanapun oleh wanita yang ia sebut moomy, wanita yang akan membantunya mendapatkan laki-laki hidung belang yang akan menggunakan jasanya. Sekarang Hana benar-benar terikat. Tak bisa melakukan apapun selain menurut karena jika dirinya menolak semua perintah maka sang moomy akan menculik putri kecilnya. Tidak, itu tak akan pernah terjadi, Hana tak akan membiarkan putrinya menjadi korban. Satu-satunya cara agar Hana bisa bertemu dengan putrinya adalah meminta bantuan Hayeon sahabatnya untuk datang membawa Heejin padanya.

Dering bell unit Hana berbunyi. Hana yang agaknya sedang sibuk mempercantik diri itu seketika menjadi begitu semangat untuk membukakan pintu. Angannya untuk bertemu sang putri begitu besar.

Tak butuh waktu lama. Hanya sekitar beberapa detik saja hingga pintu di buka oleh Hana.

"Heejin, ib..." Kalimat Hana terputus, seketika wajah cerianya berubah menjadi murung. Yang datang bukanlah yang sedang ia tunggu. Melainkan sosok lelaki dibalik pakaian serba hitamnya. Hana mengerut dahi. "Maaf, anda siapa?"

"Baru kali ini aku bertamu tapi tak dipersilahkan masuk lebih dulu, justru langsung di rundung pertanyaan." Sosok lelaki itu agaknya tengah menyindir sikap sang pemilik rumah yang tak sopan membiarkan tamunya berdiri di ambang pintu begitu saja.

Oh, sekarang Hana tau siapa lelaki di hadapannya sekarang ini. Lantas membuka lebih lebar pintu rumahnya dan mempersilahkan tamunya ikut masuk.

"Silahkan duduk. Maaf disini tidak ada apa-apa yang bisa aku sajikan pada seorang tamu melainkan secangkir teh hangat." Hana yang sudah mempersilahkan tamunya untuk duduk itu lantas tak ikut duduk, melangkah ke bagian dapur yang letaknya bersampingan dengan ruang tamu yang sempit itu. Mengeluarkan satu buah cangkir dari rak. Niatnya ingin membuat secangkir teh untuk tamunya.

LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang