35

4.1K 349 66
                                    

Part ini ada banyak 🔥🔥🔥 Hati-hati kalau tak ingin terbakar. Atau setidaknya nyalakan kipas angin dan AC kalian biar ga ikutan panas 🌚🔞🔞🔞🌚

Please be a wise readers.

~~***~~

Sangat percaya sekaligus mendengarkan saran dari dokter tampan bernama Namjun. Hana pulang ke rumah memang benar-benar untuk memastikan apakah Choi Jimin di sana atau tidak, jikapun tak ada di rumah, Hana mungkin akan kembali lagi ke rumah sakit. Tak sampai hati untuk merepotkan Namjun yang menjaga putri kecilnya.

Seperti ada yang kosong di hati Hana ketika ia belum melihat sosok Choi Jimin sejak pria itu pergi bersama Min Yoonki. Kosong yang tak sesungguhnya kosong, karena sebagian terisi oleh bayang wajah Jimin di sana. Ada kerinduan yang terselip bersama harapan ingin melihat dan memastikan jika Choi Jimin baik-baik saja.

Rungunya seolah sudah di setting dengan sangat tajam, hingga ketika baru membuka pintu rumah saja Hana sudah mampu menangkap suara rintihan kecil Choi Jimin dari balik pintu kamar pria itu. Bohong sekali jika tak ada kekhawatiran yang menghampiri Park Hana ketika ia mendengarnya.

Dengan hati-hati dan keraguan di hati, Hana mencoba berani untuk perlahan membuka pintu kamar milik Jimin. "Tuan Choi, kau baik-baik saja? tanya Hana begitu ia berhasil membuka dengan lebar daun pintunya, cukup lebar untuk ia bisa masuk dan melihat jelas semuanya.

"Astaga. Apa yang terjadi padamu?" Panik. Itu lah  yang pertama kali yang bisa Jimin tangkap dari ekspresi Hana. Dan jujur saja, Jimin suka melihat kepanikan Hana, itu menunjukkan seberapa wanita itu mengkhawatirkan dirinya yang menjadi sumber masalah untuk wanita itu.

Jimin terlihat menyunggingkan senyum dengan wajahnya yang sedikit lebam, meringis menahan sakit. Jimin terlihat tidak mengenakan kain di bagian tas tubuhnya. Topless, dan memperlihatkan banyak lebam di tubuhnya juga. "Kau sangat mengkhawatirkanku, ya?" tanya Jimin yang seolah biasa saja.

"Tubuhmu banyak sekali lukanya. Lebam di mana-mana pasti ini sangat sakit." Hana duduk di sofa yang sama dengan Jimin. Mengambil alih kain handuk basah yang di pegang Jimin untuk mengompres lebam di wajah.

"Tidak perlu. Biar aku saja. Kau meninggalkan Heejin sendirian?" tanya Jimin yang mengkhawatirkan putrinya. Ah, bukan, maksudnya putri mereka.

"Kau tenanglah. Ada orang yang sedang menjaganya."

Dengan menyunggingkan senyum di sebelah sudut bibirnya, senyum yang terlihat seperti tak suka. "Kau meninggalkannya dengan kekasihmu itu?" tebak Jimin.

"Temanku, Jim. Bukan kekasih."

"Iya. Aku tahu. Teman yang bisa saja suatu saat menjadi kekasih atau justru suami. Aku benar kan?" Harusnya di situasi seperti itu Jimin tak perlu banyak bicara. Harusnya ia lebih bisa untuk mengontrol perkataannya, karena terkadang itu justru membuat Hana membencinya.

"Jim, aku mohon jangan bahas tentang itu. Sekarang biarkan saja aku membersihkan lukamu. Aku akan mengobatinya." Hana kekeuh untuk mengambil alih handuk kecil basah yang masih di pegang Jimin.

Perlahan, dengan hati-hati Hana menempelkan kain handuk basah itu di bagian wajah Jimin yang terluka dan memar. "Kau berkelahi dengannya?" tanya Hana di tengah fokusnya.

LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang