20

4.6K 324 5
                                    

Angin malam berembus, tidak begitu kencang. Hujan merintik jatuh menyapa bumi. Hawa yang dingin menyelimuti suasana anatara kedua orangtua yang sedang dalam keadaan dingin pula sejak tadi.

Hwan harus pulang sebelum ia akan habis ditangan Jiseung suaminya. Sementara Hayeon harus kembali ke rumah bergantian dengan Hana.

Duduk saling berdiam-diaman. Memikirkan cara untuk memberikan yang terbaik bagi Heejin. Putri satu-satunya yang berharga.

Gadis kecil itu sedang tertidur. Hana duduk di samping bangkar, sementara Jimin di sofa.

"K-kau. Bisa tidak ikut bersamaku sebentar?" Terlalu canggung untuk Jimin meminta Hana ikut bersamanya. Sejak tadi tidak ada pembicaraan yang berarti diantara keduanya.

Hana sedikit mendongak pada Jimin yang sudah berdiri di sebelah kursi yang ia duduki. "Kemana?" Hana ragu ingin ikut atau menemani Heejin.

"Mencari makan. Sekaligus ada banyak hal yang ingin aku katakan padamu."

"Bagaimana deng...." Jimin menyela perkataan Hana.

"Kau tenanglah. Heejin akan aman disini. Hanya sebentar. Kau juga perlu untuk mengisi tenaga."

Hana mengalah, pada akhirnya apa yang Jimin katakan ada benarnya. Hana juga harus tetap sehat agar bisa menemani heejin. Sekaligus penasaran juga dengan apa yang akan Jimin katakan padanya.

Tak membuang waktu lama. Keduanya duduk di kantin rumah sakit. Tampaknya Hana tak begitu bernafsu untuk mengunyah makanannya. Pun sebaliknya dengan Jimin.

"Ekhem..." Jimin coba memecah sunyi. "Ma-mafkan aku." Jimin memulai pembicaraannya dengan sedikit berdehem kecil. Melepas kecanggungan yang menyelimuti mereka.

"Untuk apa?"

"Untuk kejadian dua tahun lalu."

"Aku mohon jangan bahas itu sekarang. Terlalu banyak hal yang membuatku pusing belakangan ini."

"Tapi ini harus dibahas. Apa kau memang mengingatku?"

"Tidak. Aku tak mengingat wajahmu. Sama sekali aku tak ingat. Aku hanya mengandalkan insting, dan ternyata instingku benar."

Jimin tersenyum atas jawaban Hana. "Aku heran kenapa perempuan memiliki insting yang begitu kuat?"

"Aku rasa tidak begitu penting untuk membahas ini."

"Maafkan aku. Aku tahu kau berusaha untuk mencari tahu segalanya. Tapi pemilik tempat kau bekerja justru mengambil keuntungan darimu."

"Maksudmu?"

"Aku tahu kalau mereka berjanji akan memberi rekaman malam itu padamu. Tapi sayangnya kau tak mendapatkan itu. Kau malah dimanfaatkan."

Hana menunduk. Merasa malu dengan dirinya sendiri yang ternyata begitu lemah dan begitu bodoh karena dengan gampangnya dimanfaatkan oleh situasi.

"Aku tak bisa berbuat apa-apa."

"Tinggallah bersamaku. Tidak akan ada yang berani mengusik kalian."

Hana ingin tertawa rasanya. Tapi jika ia tertawa maka ia terkesan merendahkan Jimin. Maka ia menolak secara langsung.

"Aku tidak bisa." Banyak hal yang Hana pikirkan. Akan ada orang yang beranggapan buruk tentang mereka jika hidup satu rumah tanpa ikatan. Ada hati yang sedang Hana jaga juga sebenarnya. Dan satu hal lagi, Hana takut pada Jiseung.

"Kenapa? Tak perlu takut denganku. Untuk perjanjian kemarin lupakan saja. Aku tidak akan menghabisimu."

"Tetap saja aku tidak bisa." Hana kekeuh dengan pendiriannya.

"Baiklah. Jika memang begitu. Anggaplah ajakanku adalah perjanjian yang sudah kau katakan. Bukankah kau akan melakukan apapun yang aku katakan?" Pada akhirnya Jimin pun egois, ikut memanfaatkan keadaan.

Kali ini Hana terdiam. Ia sendiri yang seperti telah menyerahkan hidup pada pria di hadapannya. Lantas apa yang akan ia lakukan selain setuju.

Dari kejauhan tampak Hayeon yang berjalan buru-buru, menghampiri Hana dengan wajah yang pucat. Ada apa? Bukankah Hana sudah meminta Hayeon untuk pulang? Lalu kenapa ada di rumah sakit lagi?


LOVE

Author: Ameera Limz



LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang