14

4.9K 393 10
                                    

Seperti menemukan sebuah harapan. Ingin rasanya Hana bersorak bahagia. Tak perduli seberapa dingin wajah pria yang sedang melihatnya.


"Ada apa datang kemari?" Datar dan dingin. Tak ada kesan ramah yang terdengar dari suara itu.


Hana terdiam. Lidahnya seperti keluh. Sedikit merasa bersalah pula.


Hayeon yang melihat Hana hanya terisak tak mampu berucap. Wanita itu akhirnya mengatakan maksud dan tujuan Hana datang ke tempat itu. Mengambil alih.


"Tuan. Tolong bantu Hana!"


Wajah yang semulanya terlihat datar kini berubah menjadi wajah dengan raut penasaran, terbukti dengan adanya sedikit kerutan di dahi.


"Ada apa?"


"Hejin, Tuan. Heejin diculik orang. Kami tahu Tuan bisa membantu kami. Karena itu kami datang kemari."


Senyuman remeh jelas terlihat. Sepertinya juga kepalang sakit hati pula atas ucapan Hana sebelumnya.


"Tapi maaf. Sepertinya aku tidak bisa membantu. Bukankah itu urusan kalian? Bukankah ibunya sendiri yang memintaku untuk tidak pernah menampakkan wajah pada Heejin? Ataupun ikut campur dengan urusan kalian?"


Pertanyaan sekaligus pernyataan itu telak menusuk Hana. Bahu di balik mantel itu bergetar hebat bersamaan dengan tangisan yang kembali pecah. Juga rasa tak enak hatinya, saat ini Hana merutuki perkataannya yang kejam. Perkataannya yang membuat orang lain merasa kecewa.


Hana coba mengumpulkan banyak keberanian untuk memulai bicara. Tangannya mengepal hebat. Meremas kertas yang sejak tadi ia bawa. "Tapi itu ada kaitannya denganmu. Kau harus membantuku!" Entah ini terkesan seperti sebuah permohonan atau perintah. Jelas sekali Hana ingin pria itu membantunya. "Ini juga urusanmu. Karena kau ayahnya!" Lepas. Bebas tanpa kendala. Ucapan itu akhirnya keluar juga dari lisan Hana yang sedikit bergetar.


Baik Hayeon maupun Jimin kompak terdiam, sedikit menganga juga, tidak percaya dengan apa yang mereka dengarkan dari mulut Hana barusan. Apa yang dikatakan Hana? Apa wanita itu sedang bercanda?


Terkejut? Tidak juga. Mungkin maksud Hana adalah ia bisa bebas menganggap Heejin sebagai putrinya. Lantas pria itu kembali tersenyum remeh. "Ya. Karena Heejin memanggilku ayah, lantas kalian ingin aku membantu kalian? Bagaimana mungkin aku ayahnya? Haha... Ini lucu." Jimin sedikit terkekeh pelan. Tak mengerti dengan situasi.


Tangan yang bergetar. Mengeluarkan secarik kertas dari dalam sebuah amplop. Gerakan Hana agak ragu untuk memberikan carikan kertas itu. Tapi ia harus melakukannya. Harus membiarkan Jimin membacanya. Hana siap dengan semua konsekuensi.


Sebaliknya, Jimin agak ragu juga untuk mengambil carikan kertas bertinta itu. Penasaran dengan isinya.

LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang