37

3.6K 345 92
                                    

Ya Ampun.
Aku seneng banget akhirnya tantangan sebelumnya terpecahkan. Meskipun itu terpecahkan oleh beberapa orang yang komen beberapa kali 🤣🤣 Tapi aku tetap senang dan tetap update, karena aku apresiasi usaha kalian.

Karena tantangannya baru terpenuhi malam ini, jadi akunya juga up part ini tengah malam.

Part ini tidak begitu panjang, karena aku sengaja memangkasnya untuk aku jadikan beberapa part. Biar tidak cepat selesai cerita ini. Tidak rela berpisah dari Mas Heroin😄😄

Happy reading, Love💜

~~***~~


Tidak ada orang lain lagi yang bisa menenangkan Park Hana di saat-saat seperti sekarang, kecuali satu orang. Kim Namjun, si dokter dengan postur tubuh tinggi besarnya, dan kebetulan sekali Namjun sedang menjaga putrinya di rumah sakit. Maka Hana segera mencari safe place nya itu untuk berbagi segala duka. Dokter Namjun akan selalu mendengarkannya dengan baik dan akan berusaha memberikan solusi terbaik tiap kali Hana membutuhkan bantuan pikiran darinya.

Sepanjang perjalanan dari rumah ke rumah sakit, Hana hampir tak pernah berhenti menumpahkan air matanya. Itu banyak sekali, sampai matanya menjadi sedikit bengkak dan memerah. Belum lagi wajahnya yang kacau dengan beberapa luka gigitan di bibirnya.

"Hana, kau kenapa?" tanya Namjun yang terkejut ketika mendapatkan Hana yang membuka pintu ruang rawat Heejin dengan tergesa dan cukup keras, beruntungnya si kecil Heejin tidak sampai terbangun, karena Namjun sengaja memutarkan lullaby dari ponselnya untuk membuat Heejin tertidur pulas, agar tidurnya berkualitas dan bisa pulih lebih cepat. Namjun sungguh menepati janjinya untuk menjaga Heejin selagi Park Hana pulang.

Hana tetap menangis tanpa sepatah kata, tubuhnya masih gemetar.

"Kau baik-baik saja?" Mungkin Namjun sudah tahu betul kalau Hana sedang tidak baik-baik saja, pertanyaan yang ia lontarkan itu hanya sebagai alasan agar Hana mau berbicara.

Jujur saja, ketika mata elang dokter Kim tertuju pada bibir wanita di hadapannya itu, hatinya sesak teramat, seperti seluruh oksigen di sekitarnya perlahan menghilang. Bekas luka yang tersisa di benda lembut itu bisa ia ketahui karena apa dan siapa penyebabnya. Itu bekas gigitan.

"Apa dia menyakitimu?" tanya Namjun yang berusaha membuat Hana untuk memberi atensi padanya, sampai mata keduanya saling bersirobok. Kalau sudah seperti itu, Hana tidak akan bisa lagi untuk menyembunyikan semuanya.

"Bukan," Hana menggeleng.

"Lalu? Apa ada orang lain yang menjahatimu?"

"Bukan seperti itu, Namjun. I--ini memang karenanya, tetapi ia Dia tidak menjahatiku. Jimin menghilang." lirih Hana di ujung kalimatnya.

"Maksudmu?" tanya Namjun dengan keterkejutannya, "bagaimana bisa hilang? Apa dia sengaja meninggalkanmu? Meninggalkan kalian? Sudah aku katakan sejak awal, Hana. Kau harus pikirkan semuanya dengan matang, kehidupannya keras, dan ia bisa  meninggalkanmu kapan saja."

Tangan Hana gemetar ketika ia menunjukan isi pesan yang ia terima pada Kim Namjun.

"Siapa yang mengirimkan ini?" Ekspresi dokter tampan itu sungguh sulit untuk di selami. Beberapa detik kemudian dokter dengan lesung pipi dalam itu menarik Hana dalam pelukannya, mencoba menenagkan. Mungkin.

Nyaman, itu hampir selalu Hana dapatkan dari pria yang tengah memeluknya dengan hangat, mengusap punggungnya dengan teramat lembut.

"Sssst... Tenangkan dirimu dulu! Baru ceritakan semuanya." Suara Namjun sungguh menenangkan hati. Sopan sekali ketika masuk ke indra pendengaran. Membuat Hana teramat nyaman sampai tak berniat untuk melepaskan pelukan, inginya menagis di dada pria yang ia anggap sebagai safe place dalam hidupnya, ingin menumpahkan air matanya di sana, seperti saat-saat mereka menjalin sebuah hubungan yang bisa dikatakan lebih dari hubungan sebagai teman, karena keduanya bahkan sempat berjanji akan berakhir di pelaminan. Sayangnya janji itu hancur ketika Park Hana kembali bertemu dengan Choi Jimin, terjerat pesonanya yang memabukkan Jimin, dan membuat candu. Apa lagi saat Hana tahu siapa sebenarnya Choi Jimin.

"PARK HANA!" Sebuah suara baritone dari sosok lain terdengar lantang. Mengejutkan sekali, membuat Hana sontak menjuhkan diri dari dokter Kim. Menghapus air matanya dengan paksa. Hana seperti seorang pendosa yang tertangkap basah sedang melakukan dosa.

Ada rasa ingin segera memeluk tubuh yang sedang berdiri di ambang pintu itu dalam diri Hana. Namun, rasa takutnya justru lebih besar lagi. Hingga Hana lebih memilih terdiam di tempat duduknya, membiarkan orang yang baru tiba itu mendekat ke arahnya dan dokter tampan itu dengan tatapan yang penuh syarat amarah.

***

Choi Jimin itu adalah pria yang bisa dikatakan hampir tak memiliki rasa takut sedikitpun. Selain itu, Jimin juga orang yang bisa menahan kesakitan luar biasa dan tidak mudah menyerah. Sangat ambisius. Tak peduli seberapa banyak darah yang ia tumpahkan demi bisa melindungi orang yang ia sayang.

Mobil hitam dengan plat nomor yang sudah di palsukan itu melaju cukup cepat di jalanan.

Jimin mengamati jalan sekitar. Merasa cukup aman baginya untuk mengambil kuasa dalam mobil itu. Secara diam-diam Choi Jimin menarik Rugler RCL yang sedari tadi tetap tersembunyi di belakang tubuhnya.

Dengan sisa kekuatannya, sembari menahan kesakitan yang luar biasa dari bahu sebelah kanan, Choi Jimin mencoba melumpuhkan musuh yang duduk tepat di sebelahnya, mengunci leher musuh itu untuk kemudian melepaskan peluru RCL miliknya tepat di kepala musuh dengan tangan yang sebelah kiri.

Kecepatan Choi Jimin dalam menggunakan senjata memang patut sekali untuk di acungi jempol. Ia gesit saat melesatkan peluru kedua pada musuh yang duduk di bangku depan, tepat di sebelah bangku pengemudinya. Mereka kalah cepat untuk menodongkan senjata kepada Jimin.

Sementara itu, satu musuh terakhir adalah pria dengan topi baseball yang mengemudikan mobil. Agaknya sulit untuk pria itu mampu melawan Jimin, karena ia masih berusaha fokus mengendalikan laju mobil dengan tangan kanan, tangan kirinya kalah gesit dengan tangan Jimin yang merebut senjata darinya, Jimin seperti tanpa ampun untuk memutar dan mematahkan tangan yang berusaha menodongkan senjata ke arahnya. Jimin tak segan untuk melayangkan tiga nyawa sekaligus di dalam mobil yang sempit.

Berhasil mengambil kuasa, Jimin seperti seorang perompak.

Jimin mengambil alih kursi kemudi beserta kemudinya, sengaja melajukan mobil ke jalanan yang lebih sepi, hingga ke tepi hutan.

Sempat menunggu beberapa saat, Choi Jimin si pembunuh bayaran itu menyeret satu persatu jasad ketiga musuhnya tadi. Membuangnya di tepi jalan yang bersemak.

"Ini yang akan kalian terima jika berani mengusikku." Jimin tersenyum meremehkan di tengah bibirnya yang bergetar dan meringis menahan kesakitan di bahu kananya yang tertembak. Jimin bersyukur tadi ia masih sempat sedikit mengelak, karena jika tidak, bisa saja tembakan dari musuh mengenai organ vitalnya. "Sial. Berani-beraninya ia melakukan ini. Ternyata wanita itu benar-benar tak bisa di remehkan. Ia bahkan mengancam keselamatan putriku." ucap Jimin lagi, memaki seseorang yang seseorang itu bahkan tidak ada di dekatnya.

Lantas siapakah sebenarnya wanita yang Jimin curigai sebagai dalang penculikan dirinya?

LOVE
AMEERA LIMZ

Untuk next aku bikin tantangan lagi ya. Agak naik gak apa kan? Aku kasih tantangan 60 Vote dan 60 Komen, kalau terpenuhi baru deh aku update😄😄 Naiknya ga banyak kok. Kalian bisa komen beberapa kali. Borahae 💜💜💜💜

LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang