13

5K 353 4
                                    

Dokter Kim pergi, disaksikan oleh Hana sampai punggung sang dokter tak lagi terlihat oleh mata. Menghilang seolah makin tenggelam dalam minimnya pencahayaan.

Sementara itu, Choi Jimin sedang berbalik badan. Menunduk. Menyembunyikan wajah. Sampai dokter Kim melaluinya, barulah Jimin berbalik.

Park Hana masih berdiri di depan rumah. Tampaknya Hana menyadari kehadiran seorang Jimin. Jemarinya dengan gesit menyimpan amplop beserta isinya yang ia bawa sejak dari rumah sakit.

Langkah Jimin semakin mendekat. Pun Hana masih belum bergerak. Masih ditempat.

"Siapa lelaki barusan? Kekasih? Atau Pelangganmu?" Pertanyaan itu begitu kejam dan tajam. Begitu menohok. Rasanya jantung Hana seperti ditancap sebilah pedang tajam, perih dan menyakitkan.

"Tidak ada urusannya denganmu." Ketus dan emosi.

"Ya. Bukan urusanku. Harusnya aku ingat jika itu memang pekerjaanmu." Terus saja lontaran kata-kata menyakitkan keluar dari lisan Jimin. Tak menyadari bagaimana perasaan orang yang mendengarnya. Agaknya Jimin menunjukkan ketidaksukaannya. "Aku kemari untuk mengambil barangku."

"Apa?"

"Revolver."

"Oh. Kenapa? Tak bisa membunuh orang tanpa benda itu?" Serangan balik dari Hana, tak ingin kalah. Telak dan menusuk pula.

"Jangan banyak bicara. Cepat ambilkan! Aku tahu pasti kau yang menyimpannya."

"Tunggu disini. Aku tak ingin anakku melihat penjahat sepertimu lagi." Jimin patuh.

Menunggu di luar rumah, bertemankan angin malam yang dingin. Hana memang tak ingin Jimin bertemu anaknya. Atau nanti ia akan terjebak cukup lama untuk melihat wajah yang sebenarnya tak ingin ia lihat. Heejin pasti akan menahan Jimin sementara waktu.

Hana tak menemukan keberadaan Heejin maupun Hayeon. Mungkin Hayeon sedang membawa Heejin keluar sebentar. Hana ingat tadi Hayeon sempat mengatakan ingin membeli beberapa keperluan. Mungkin mereka pergi ke minimarket yang tepat betada dipinggir jalan utama. Tak begitu jauh.

Mengambil senjata api milik Jimin yang ia simpan di sebuah laci meja. Kemudian keluar dan memberikan pada pemiliknya yang masih menunggu.

***
Hayeon pulang sendiri, tepat beberapa saat setelah kepergian Jimin. Sambil menangis dan sedikit berlari. Nafas yang tercekat dan suara yang agaknya telah menyerak. Tak ada Heejin bersamanya.

Hayeon jatuh, tersimpuh di lantai yang dingin. Tepat di hadapan Hana. Hayeon seperti telah kehabisan tenaga.

"Hayeon. Ada apa? Kau bersama Heejin kan?" Hana sedikit curiga karena tak melihat keberadaan putri kecilnya bersama sahabatnya.

"Maafkan aku. Mafkan aku!" Sontak saja Hana panik. Firasatnya menjadi tak enak.

"Ada apa, Hayeon?"

"Hana. Heejin, Heejin, dia diculik dua orang pria. Heejin dibawa pergi." Nampaknya Hayeon menyesal.

Neraka selanjutnya yang dirasakan Hana. Tanah tempat ia berpijak serasa runtuh. Tak mampu menopang dirinya. Tubuhnya serasa ikut tenggelam dalam kehancuran. Lebur. Berkeping-keping.

Tubuhnya lemas. Tenaga hilang.

Hanya satu orang yang Hana yakini sebagai dalang. Ibu mucikarinya. Ya, hanya wanita yang Hana sebut mommy itulah yang bisa melakukan itu. Jika satu dalang yang ia curigai, maka satu orang juga yang ia yakini bisa membantunya menyelamatkan Heejin. Siapa?

Hana rela ia dicap sebagai wanita tak punya rasa malu. Rela membuang dirinya ke dasar jurang kehancuran. Tak ada yang lebih berharga selain Heejin.

Hana harus bisa meminta pertolongan dari orang yang ia yakini bisa membantunya. Bersimpuh. Berlutut. Bersujud akan ia lakukan. Asalkan Heejinnya selamat tanpa cacat. Gadis kecilnya tak berdaya, gadis kecilnya dalam masalah besar. Bukan hanya satu masalah besar. Tapi, dua sekaligus.

Hana bergegas keluar. Hayeon pun ikut di belakangnya. Mengejar langkah Hana yang setengah berlari. Takut sesuatu yang buruk turut terjadi pada sahabatnya. Takut Hana salah mengambil keputusan. Keduanya tengah kacau-balau.

***
Setelah meninggalkan, Hana harus kembali mengijak tempat lama itu. Jika saja bukan karena Heejin, Hana malas melakukan segalanya. Ia ingin berusaha membuang jauh semua kenangan buruknya.

Dengan ketukan kasar, Hana menggedor pintu. Bell pun ia bunyikan secara berulang. Cukup lama. Tapi, tak ada yang keluar dari rumah. Seperti tak ada aktivitas manusia didalamnya.

"Aku rasa ia sedang tidak berada di rumah." Hayeon sangat hati-hati, tak ingin Hana kecewa.

Sempat putus asa. Hana bahkan hampir meninggalkan lagi tempat itu. "Sepertinya kau benar. Dia tak ada di rumah. Aku akan menyelamatkan putriku sendiri. Aku harus bisa membawa Heejin kembali. Harus." Hana berbalik.

Langkah penuh keputus asaan Hana terhenti. Menghembus nafas sedikit lega. Seperti mempunyai harapan yang besar. Hana pada akhirnya menemui siapa yang ia cari. Akan membuang semua rasa malu, dan bersimpuh bila perlu.

Masih menangis. Membuat pria di hadapan Hana dan Hayeon merasa hatinya seperti teriris sembilu melihat tangisan itu. Seperti merasakan sakit yang sama.


LOVE
Author: Ameera Limz

LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang