12. Siapa

4 0 0
                                    

Adit tersenyun tipis. Melihat tawa Irish yang terlihat begitu memukau. Sedetik kemudian, Adit menggelengkan kepalanya.

"Dit, kenapa lo geleng-geleng kepala?" tanya Irish.

Adit berdehem singkat. "Nggak, kok."

"Makanan gue enak, 'kan?" tanya Irish. Binar antusias terlihat di mata gadis cantik itu.

Adit mengulas senyum. "Iya, enak kayak masalan mama dahulu."

"Dulu?" ulang Irish, "memang mama lo ke mana?"

Adit menghela napas. Dia menunjukkan ke arah langit, lalu berkata, "mamaku sudah ada di surga. Semoga."

"Maaf, gue nggak bermaksud ..."

"Nggak apa-apa," sela Adit, "kamu juga, 'kan, belum tahu aku sepenuhnya." Adit mengalihkan tatapannya ke Irish.

"Kamu tahu, nggak?"

"Apa, Dit?"

"Makanan yang kamu masak itu makanan kesukaanku. Feeling kamu bagus," puji Adit membuat Irish tertawa kecil.

"Kenapa kamu ketawa?"

"Lucu aja," balas Irish, "sebenarnya gue sudah tahu ini makanan kesukaan lo."

"Oh, ya? Kamu stalker aku?"

Irish menggelengkan kepala. Ia kembali meledakkan tawa. "Bukan, nggak guna banget waktu gue kalau cuman buat jadi stalker lo. Gue tahu makanan kesukaan lo dari seseorang."

"Siapa?"

Irish mengulas senyum tipis. Lalu bangkit berdiri seraya mengambil dua kotak makan.

"Nanti lo tahu sendiri, Dit. Gue masih belum berhak," jawab Irish membuat kernyitan tercetak jelas di dahi Adit.

"Kenapa gitu?"

Irish menggelengkan kepala pelan. "Gue balik ke kelas dulu. Kalau lo mau lagi masakan gue, besok gue masakin buat lo."

Irish melenggang pergi. Meninggalkan Adit yang diam membisu. Pikiran Adit melayang entah ke mana. Memikirkan siapa seseorang yang disebut oleh Irish tadi. Mengapa seseorang itu bisa mengetahui makanan kesukaan Adit yang dahulu sering dibuatkan oleh almarhumah ibunya.

Adit mengusap wajah gusar. "Siapa seseorang itu?"

***

Adit pulang dari sekolah. Dia tidak menaiki kendaraan umum seperti biasanya. Hari ini, ia ingin sekali  berjalan kaki. Maka dari itu, Adit menuntaskannya saat jam sekolah pulang.

Adit berbelok saat arah jalan rumah seharusnya lurus. Adit ingin ke tempat yang biasa ia datangi saat gundah.

Adit menghentikan langkahnya. Dia melepaa kacamata yang bertengger, lalu menaruhnya di dalam tas. Adit tersenyum tipis membaca tulisan yang ada di dalam baliho yang berada di atas pagar.

Adit langsung masuk saat tahu pagar telah terbuka. Dia menjelajahi tempat yang seperti rumah pertamanya.

"Eh, Nak Adit, baru ke sini? Sudah lama, lho, rasanya Nak Adit nggak ke sini," ucap seorang Bu Yanti, pengurus tempat yang bernamakan Panti Asuhan Kasih.

Adit mengulum senyum tipis. "Akhir-akhir ini Adit jarang dapat waktu senggang, Bu. Mau kenaikan kelas tiga, biasa, deh, banyak tugas." Adit hanya beralibi, beruntung Bu Yanti dengan mudah percaya alibi Adit.

"Ya, sudah kalau begitu. Ayo, Nak Adit, pasti adik-adik panti sudah menunggu kakaknya yang tampan ini." Adit tertawa kecil mendengarkan gurauan dari Bu Yanti. Namun, langkahnya tetap tak urung mengikuti langkah Bu Yanti dari belakang

***

Adit memeluk satu per satu anak-anak yang ada di dalam panti asuhan. Ada tujuh anak berusia kisaran 7 tahun di sini. Mereka adalah Kia, Sasa, Loly, Bian, Jaka, Karel, dan Fafa.

"Kak Adit, Loly kangen sekali ini sama Kak Adit, tapi Kak Adit juga lama sekali datangnya," gerutu Loly.

Adit tersenyum. Dia mengelus lembut rambut Loly. "Loly kesayangannya Kak Adit, maaf, ya."

Loly mengangguk lalu kembali menghamburkan pelukannya. Diikuti pula oleh enam temannya yang menghamburkan pelukan ke tubuh Adit. Adit tersenyum haru. Anak-anak di sini tidak tahu di mana keberadaan orang tua-nya, tetapi selalu tetap tersenyum, dan tertawa seolah-olah mereka tak memiliki sebuah beban hidup yang ditanggung.

Padahal Adit sendiri tahu, bahwa mereka di sini memiliki beban yang sama-sama berat. Seperti Loly yang harus ditinggal mati orang tuanya akibat kecelakaan pesawat. Kia yang dibuang oleh orang tuanya karena dulu mengidap penyakit tipus. Sasa yang dari bayi sudah diberikan di panti oleh orang tua yang tak bertanggung jawab. Fafa yang terselamatkan dari penculikan anak. Bian yang tidak dianggap lagi oleh orang tuanya, karena kehadiran anak baru. Jaka yang dibuang, karena selalu merusak barang-barang di rumah. Dan, seperti Karel yang harus berpisah oleh kedua orang tuanya yang ingin mengejar cita-cita di luar negeri.

"Kakak," panggil Fafa menyadarkan Adit dari lamunannya.

"Iya, ada apa anak cantik?"

Fafa mengulas senyum kecil. "Fafa, dan teman-teman mau main di taman bunga di seberang jalan panti, Kak. Kakak Adit mau, 'kan bawa kita ke sana?"

"Kalian mau main ke sana?" tanyanya.

Semua anak mengangguk antusias. Mereka menjelaskan berbagai alasan membuat Adit tersenyum lebar.

"Oke, oke, Kak Adit bawa kalian ke sana, tapi harus izin dulu ke Bu Yanti, ya."

"Iya, Kak!" jawab mereka serempak.

***

LELAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang