21. Ledok Sambi

196 20 0
                                    

Pada hari Ahad kedua setelah Mila menyampaikan salam dari  Ikbal dan juga Valen, Ummi Aida mengajak santri putri terbaik beserta pengampunya pergi ke suatu tempat. Ya, salah duanya aku dan Mila.

Aku tidak tahu pasti ke mana kita akan pergi, tapi dengar-dengar kita akan diajak ke Ledok Sambi.

Perjalanan yang cukup panjang kita tempuh menggunakan bus pariwisata. Entah seperti apa indahnya jalanan Jogja menuju ke sana, sebab aku sudah dikuasai kantuk.

"Mira...Mir. Udah sampe nih." Samar-samar suara Mila kudengar. Tapi kelopak mataku terasa berat untuk diangkat.

"Mir! Wis tekan iki loh! Lek ra tangi tak tinggal neng kene!"¹  Logat daerahnya yang sudah dikeluarkan menjadi indikasi dia mulai kesal.

Perlahan aku membuka mata. Lalu kulihat dia mulai merapikan barangnya.

"Lek digugah ko angel tenan? Ngimpi opo sakjane?

"Yo ora ngimpi opo-opo. La wong turu neng bis ki enak. Koyo diayun."³

"Wis ndang,ditatani barangmu. Sing liyo ge wis pada mudhun. Kiye palah nembe tangi."⁴

"Aku gari ngadek tok kiye loh."⁵Ucapku sambil merapikan jilbab.

"Yuh,ndang mudhun."⁶ Dia mulai melangkahkan kakinya keluar dari bus.

"Kan, mereka masih di sini. Ko ribut." Ucapku setelah berada di antara santri.

"Lah nek ora cepetan, gelem po ditinggal?" ⁷

"Wong nyatane ora ditinggal ko." ⁸ Ucapku sambil tersenyum meledek.

Kita berada di bawah pohon beringin menunggu Ummi Aida memesan tiket. Karena tempat duduk tepat di bawah pohon beringin sudah penuh, akhirnya aku jongkok di tempat yang sedikit teduh, walaupun masih terkena panas.

"Nanti ya, Abi lagi nemuin temennya." Ummi Aida sudah ada di sampingku. Satu santri berdiri,memberi tempat duduk Ummi Aida.

"Mira."

"Nggih Ummi?"

"Kalo mau duduk, jongkok, atau berdiri mending sekalian. Sekalian panas, atau sekalian teduh. Karena duduk di antara teduh dan panas, yang kaya kamu ini, itu dilarang oleh Rasulullah. Karena itu tempat setan.

"Oh, gini aja kali ya Mi?" Aku sedikit menggeser tubuhku dan menyerongkan badan.

"Iya gitu. Makanan pun ngga boleh diletakan di antara teduh dan panas."

"Oh gitu. Makasih banyak Ummi." Ummi Aida mengangguk.

Aku menyapu pandangan ke sekitar, dan... buuum!

Aku melihat Ikbal di pintu masuk, samping loket. Tengah menghadap ke arahku tentunya. Celana putih, kemeja hitam, dan topi hitam. Tampilan yang sangat jauh berbeda dari yang aku lihat saat di pesantren.

"Ayo Mi." Suami Ummi Aida sudah kembali, dan beliau mengajak kami untuk masuk.

Mendekati pintu masuk jantungku berdebar tak menentu.

'Ngapain sih dia di sini?' Semakin dekat, semakin berdebar.

Refleks tanganku menarik tangan kiri Mila untuk bertukar posisi.

"Ih ngapain sih?"

"Oh, ada Ikbal." Lanjutnya dengan nada yang rendah.

"Males ah." Dia kembali ke posisi awal .

'Astaghfirullah. Astaghfirullah.' Aku istighfar terus menerus, berharap detak jantungku lekas normal.

Tapi sayang. Saat sampai di pintu masuk, tiba-tiba macet, dan aku berhenti tepat di depannya.

'Allahu Akbar! Aku mau menghilang aja...'

"Assalamualaikum Mba Mira."

Buuum!

Aku menoleh, dan... Dia tersenyum.

"Waalaikumsalam." Jawabku sambil kembali meluruskan kepala.

'ayo jalan!'

"Akhirnya ketemu lagi ya. Mau lari ke mana lagi?" Aku tidak menggubris ucapannya.

'Ya Allah!' rasanya aku ingin teriak, tapi entah untuk mewakili rasa yang seperti apa.

Akhirnya, setelah menunggu cukup lama, aku bisa menjauh darinya, orang-orang di depanku sudah berjalan.

Kami berjalan cukup jauh untuk sampai di sungai. Setelah sampai di sana kita duduk di pinggir sungai sambil melihat anak-anak bermain air. Beberapa santri pun turut bermain air.

Suasana di sana benar-benar asri,banyak pohon, airnya bersih, maka sudah terjamin kesejukannya.

"De, mau main sama Mas ngga?" Pandanganku beralih ke anak laki-laki yang memainkan dua kapal-kapalan. Tak lain tak bukan, 'mas-mas' itu adalah Ikbal.

"Huft!" Napasku gusar.

"Kenapa Mir?" Tanya Mila.

Aku tidak menjawab, tapi melirikkan mataku ke arah  Ikbal.

"Oh dia." Dia ikut melihat ke arahnya. "Udahlah, jangan menghindar. Siapa tahu kalian berjodoh, kan?"

Dari hatiku yang paling dalam, aku pun ngga mau buat menghindar. Tapi ... entahlah.

~~~

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jika kalian berada di tempat yang panas, lalu tiba-tiba bayangan bangunan menutupi kita sebagian sehingga terkena teduh, maka hendaknya dia pindah.”

~~~
Diriwayatkan Ahmad dan dishahihkan Syuaib Al Arnauth.
Dari Abu Iyadh radhiyallahu ‘anhu, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melarang duduk di antara tempat yang terkena panas dan tempat yang terkena naungannya. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Itu adalah tempat duduknya setan’.”

~~~

¹ "Mir! Ini udah sampe loh. Kalo ngga bangun aku tinggal di sini!"

² "Dibangunin ko susah banget. Mimpi apa sebenernya!"

³ " Ya ngga mimpi apa-apa. Orang tidur di bus itu enak, kaya diayun."

⁴ "Udah buruan dirapihin barangmu. Yang lain juga udah pada turun, ini palah baru bangun."

⁵ "Aku tinggal berdiri doang ini loh."

⁶ "Ayok, buruan turun."

⁷ "Kalo ngga cepetan emang mau ditinggal?"

⁸ "Tapi nyatanya ngga ditinggal ko."

Santri Fall In Love || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang