***
"Si Renjun yang gak bisa nepatin omongannya itu?" Tanya Doyoung.
"Ih Kak, kan dia gak salah. Emang waktu itu gue nya aja yang ngajakin dia ke banyak tempat sampe lupa waktu."
Doyoung mengedikkan bahunya, "cowo tuh diliat dari omongannya, bisa dipegang apa enggak, bisa dibuktiin atau enggak. Kalo cuman ngomong doang ngapain masih lo ladenin orangnya."
Raina menghela nafas kasar padahal tadinya dia hendak meminta maaf soal kesalahpahaman yang sempat terjadi tadi pagi. Tapi lihat, pria ini benar-benar menyebalkan.
"Nanti deh. Tunggu abang lo satu lagi balik." Ujar Doyoung pada keputusan finalnya.
Sebenarnya Gongmyung tidak akan keberatan kalau Renjun datang ke rumah. Tapi karena sejak kecil ia dan Doyoung selalu meminta persetujuan pada Gongmyung mengenai hal apapun jadi mereka memilih untuk bertanya lebih dulu.
"Lo yakin Renjun sama lo gak ada apa-apa?" Tanya Doyoung saat hendak beranjak menuju kamarnya.
Raina yang tengah memakan kacang goreng sambil memainkan ponselnya langsung terhenti. Menatap Doyoung tanpa ekspresi. "Lo gak lagi nuduh gue pacaran sama dia kan, Kak?"
Doyoung kembali duduk ke atas sofa. "Mau lo pacaran sama dia atau enggak juga bukan urusan gue."
Raina menutup toples berisi kacang goreng. Padahal dia tau kalau terlalu banyak makan kacang mukanya bisa jerawatan tapi yang namanya doyan mau gimana lagi. Gak bisa ditahan.
"Yaudah kalo gitu gue pacaran aja," jawab Raina enteng.
"Gak!"
Raina mengernyit, aneh melihat respon spontan Doyoung yang menurutnya terlalu berlebihan.
"Maksud gue, jangan asal pacaran. Gue emang gak bakalan larang tapi gue juga harus nilai pacar lo, baik atau enggak buat lo. Jadi cewek jangan asal mau diajak pacaran sama cowok."
Raina terdiam, dia tidak tau kalau posesif Kakak laki-laki akan seperti ini. "Orang bisa aja bagus luarnya, keliatan baik, disegani, pinter, keliatan masa depan bagus pokoknya. Tapi kan kita gak tau keseharian dia kalo lagi sendiri gimana, gimana cara dia bersikap dibelakang panggung. Itu yang penting."
Raina kembali membuka toples kacang gorengnya, tapi tangan Doyoung menahan benda itu saat Raina hendak mengambil isinya.
"Lo mau jerawatan yah?!" Tanya Doyoung dengan nada sedikit tinggi.
"Dikit doang, pelit amat sih!"
Doyoung mengambil alih toples itu kemudian menutupnya, ia juga menyimpannya ke dalam kamarnya dan mengunci ruangan itu rapat-rapat. Doyoung kembali duduk disamping Raina, menyelesaikan hal yang belum terselesaikan.
"Lo tau gimana ribetnya lo kalo lagi jerawatan? Lo beli segala macem obat penyembuh jerawat, udah kayak orang gila ngobatinnya, padahal itu jerawat cuman satu biji?!"
Raina mengedipkan beberapa kali kelopak matanya. Ia tidak tau kalau ternyata Doyoung memperhatikannya sedetail itu. Padahal sebelum ini hubungannya dengan Doyoung sangatlah tidak bagus. Lantas kapan pria itu memperhatikannya?
"Lo sendiri kenapa gak pacaran, Kak? Masa sih cowok seganteng lo gak ada yang mau?" Tanya Raina, kini giliran dirinya bertanya.
Doyoung terdiam, pipinya mulai menghangat. Bukan tidak ada yang mau, lebih tepatnya Doyoung menyimpan hati untuk gadis lain. Gadis yang tidak bisa ia miliki.
"Oh! Atau jangan-jangan lo lagi suka sama cewek tapi ceweknya gak peka sama lo?!"
Skak mat! Doyoung tidak bisa mengelak lagi. Pipinya pun nampak panas, untuk mengobrol berdua seperti ini dirinya butuh tenaga ekstra untuk mengontrol jantungnya. Apalagi sekarang ia terciduk tengah menyukai seseorang.
"Dih, kok merah?!" Ledek Raina sambil tertawa lebar. Doyoung hanya bisa mengalihkan pandangannya salah tingkah, telinganya memerah cukup jelas.
"Siapa sih, Kak? Penasaran nih gue! Dari jurusan lo? Atau jurusan lain? Atau univ lain?" Tebak Raina. Demi apapun, Raina begitu semangat sampai menempelkan tubuhnya lebih dekat dengan Doyoung. Membuat pria itu malah semakin tidak karuan.
"Apaan sih!" Ucap Doyoung malu.
"Tapi Kak Doy juga harus kenalin dia ke gue. Gue juga harus nilai dia, baik atau enggak buat lo. Gue gak mau Kakak gue jatuh ke cewek yang salah, gue gak mau dia jatuh cinta sama cewek yang gak bisa hargain Kakak gue."
Tapi cewek itu lo dan lo lakuin semua yang lo bilang. Gue harus apa? Batin Doyoung tertekan begitu hebat. Secara tidak langsung Raina mengatakan hal yang merujuk ke arahnya. Doyoung telah jatuh cinta pada gadis yang salah.
"Nanti habis nikah gue mau disini aja, jagain Ayah sama Mama. Kak Gongmyung sama Kak Doy pasti bakalan punya rumah masing-masing, punya keluarga masing-masing. Nanti tiap liburan kalian dateng ke rumah bawa anak-anak kalian, pasti seru deh!" Ucap Raina penuh semangat. Padahal Doyoung mengharapkan hal yang berbeda dengan bayangan Raina.
"Lo gak boleh gitu, cewek kalo udah nikah harus ikut sama suami. Urusan Ayah sama Mama biar gue yang urus."
Raina menggeleng pelan, "gak usah nikah aja kalo gitu! Gue mau tinggal sama Ayah sama Mama!"
Doyoung menyentil bibir Raina gemas, "gak boleh ngomong gitu! Emang lo sanggup hidup sendiri? Lo kan tau kalo kodrat manusia itu hidup untuk mati. Kalo Ayah sama Mama udah gak ada lo mau sama siapa? Setan?"
Raina terdiam kemudian kembali berceloteh, "kalo gitu tinggal nikah aja. Sampe tua juga gue masih cantik, masih banyak yang mau sama gue. Gak kayak lo, Kak. Keriputan, kakek-kakek bau tanah pokoknya!"
Doyoung melotot kemudian hendak memukul Raina, namun ia tahan tidak boleh main tangan dengan wanita. "Ngawur banget sih lo! Pesona gue sampe kapanpun gak bakalan luntur. Lagian mana ada yang mau sama perawan tua kayak lo?!"
"Ada sih, duda paling."
"Nah! Dudanya udah tua gimana!"
"Kalo masih kuat, hot and rich sih gue mau. Gak peduli tuh kakek-kakek udah buntutan sampe punya cicit. Kan nanti hartanya jatuh ke tangan gue!"
Doyoung menghela nafas pelan, dengan siapa Raina mempelajari prinsip seperti itu? Dengan siapa selama ini dia bergaul sampai hampir salah pergaulan seperti ini?
"Udah ah, gak usah so mikir kayak gitu. Sekarang lo fokus sampe cita-cita lo tercapai, urusan lo mau nikah enggaknya gimana nanti. Karir dulu bagusin, abis itu bangun rumah tangga. Jadi dokter bedah gak gampang kan?"
Raina mengangguk, butuh waktu bertahun-tahun sampai Raina mencapai tujuannya untuk menjadi dokter bedah.
"Tapi, kalo nanti Kak Doy udah punya gandengan gak bakalan lupain Raina kan?"
Doyoung meletakkan tangannya ke atas kepala Raina. Dengan ragu, Doyoung mengelusnya secara perlahan. "Gue lebih milih gak nikah dan jagain lo kalo bisa."
Raina mendorong tubuh Doyoung, "tuh kan! Gak inget barusan habis ngasih nasehat apa? Kok jilat ludah sendiri! Apa gak jijik?"
"Yang jilat ludah sendiri siapa? Gue kan gak ngeludah dimana-mana dan gak ngerasa ngejilatnya balik tuh?"
Raina bergidik kemudian agak menjauh, "Doy jorok!"
***
TBC
Sumpah yah gatau knp kalo nulis Doy tuh vibesnya beda. Gua baru kali ini nulis karakter yg bner bner bkin gua speechless. Kalo nulis Si Jaehyun bawannya pengen jadiin dia brengsek terus. Padahal dia bias gua:')
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Interminable
Fanfiction[COMPLETE] "If love cannot be conveyed, then why are hearts and feelings created?"--Kim Doyoung