Hari yang dinanti telah tiba. Tepat tanggal 14 Februari, pernikahan Fransisca Abelia dan Rangga Saputra resmi diselenggarakan. Semua orang antusias, begitupun Sintya. Ia sangat bersemangat karena dipercaya menjadi MUA (Make Up Artist). Wanita 30 tahun itu berusaha keras memoles adiknya agar terlihat cantik.
"Padahal kamu bisa nyewa penata rias lain. Kenapa kamu pilih aku?" tanya Sintya sembari membubuhkan bedak ke wajah Abel.
"Aku percaya kamu bisa membuat wajahku secantik bidadari. Lagipula kamu lulusan prodi tata rias, bukan?"
Sintya tersanjung dan perasaannya mengawang-awang. Selanjutnya Sintya melukis alis dengan warna cokelat muda, mengaplikasikan eyeliner di kelopak mata dan juga bulu mata supaya lentik. Dan terakhir, ia mengoleskan lipstik yang membuat Abel terlihat semakin memesona.
"Aku yakin Rangga akan berpikir dua kali untuk selingkuh kalau melihat kamu secantik ini," ucap Sintya berseloroh. Sontak Abel tersenyum, tertawa dengan anggun.
Sepuluh menit lagi akad nikah dimulai. Sintya sibuk memperhatikan tamu di luar, mencari ke mana perginya Ferdi dan Aliya. Sementara Abel menunduk pasrah, teringat almarhum Cahyono dan Sumarni.
"Seandainya ayah masih hidup dan ibu tidak sakit, aku ingin mereka ada di sini."
Ketika mendengar hal itu, Sintya otomatis berbalik dan menenangkan adiknya. "Bersabarlah, Bel. Aku yakin, meski raga ayah tidak di sini, di atas sana ia pasti turut bahagia dengan pernikahanmu. Begitu pula ibu."
Seulas senyum terukir di bibir perempuan itu. Ia benar-benar berharap Sumarni bisa datang, namun dengan kondisi seperti itu tidaklah mungkin. Abel tidak dapat memaksa keadaan. Sudah sepantasnya ia menerima kenyataan bahwa pernikahan ini tidak dapat dihadiri orangtuanya.
"Jangan menangis di hari bahagia ini, Bel. Aku sudah capek-capek, lho, memoles wajahmu hingga cantik. Kamu tidak kasihan padaku?" kelakarnya.
"Tidak! Lagipula aku juga sudah membayarmu," sahut Abel sambil tertawa dan Sintya juga ikut tertawa.
Sepuluh menit berlalu dan acara pun dimulai. Karena wali nikah sudah meninggal, Cahyadi-saudara laki-laki Cahyono-lah yang menggantikan peran untuk menikahkan Abel dengan lelaki pilihannya. Begitu melihat Abel, Rangga terkesima. Seperti tidak percaya akan menikahi wanita secantik itu.
Kedua mempelai itu mengusung konsep tradisional pada busana mereka. Mereka memilih warna putih untuk kebaya dan beskap pada pengantin pria. Dipadukan selendang berwarna cokelat, beraksen payet di bagian bawah depan. Rangga mengenakan peci sementara rambut Abel disanggul dengan hiasan bunga-bunga. Semua mata tertuju kepada mereka, kagum melihat kedua pengantin itu. Begitu juga Abel yang terkesima melihat Rangga mengenakan beskap, ditambah lesung pipi yang membuat ia semakin tampan.
Momen ijab kabul berlangsung khidmat. Belum apa-apa, Rangga sudah deg-degan. Sebelumnya ia telah berlatih mengucapkan ijab kabul dan sukses. Namun saat dihadapkan pada kenyataan sesungguhnya, bukannya percaya diri, Rangga malah kikuk. Bagaimanapun ia harus sukses melafalkan ijab kabul, karena hanya ijab kabul yang menentukan status pernikahan mereka sah atau tidak.
"Saudara Rangga Saputra bin Arif Mochtar, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Fransisca Abelia binti Cahyono Kusnandar, dengan maskawin berupa kalung emas sepuluh gram dibayar tunai!" tegas Cahyadi dalam mengucapkan ijabnya.
Sekarang giliran Rangga mengucapkan kabulnya. "Saya terima nikah dan kawinnya Fransisca Abelia binti Cahyono Kusnandar dengan maskawinnya yang tersebut dibayar tunai!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Desa Terkutuk [PENDING]
TerrorDesa Kembang digemparkan dengan mayat wanita hamil di tengah jalan. Warga berbondong-bondong menyaksikan, namun tidak berani menggotong jenazahnya ke pemakaman. Penduduk desa meyakini jika ada wanita hamil yang meninggal secara tidak wajar, maka des...