"Tidak.... mungkin... Okaa - san..." tubuh kecil itu bergetar hebat, kakinya lemas membuatnya tak kuat berdiri. Sebelum putranya terjatuh ke tanah, Shikamaru dengan sigap menangkapnya.
"Okaa - san... tidak mungkin meninggalkanku kan ?! dia tidak mungkin pergi ! OKAA - SAN SUDAH BERJANJI AKAN TERUS BERSAMA DAI ! DIA SUDAH BERJANJI AKAN SELALU DISISIKU ! OKAA - SAN SUDAH BERJANJI KALAU KITA SEMUA AKAN BERKUMPUL BERSAMA SEPERTI KELUARGA DI BUKU ! OKAA - SAN SUDAH BERJANJI..... hiks...." Shikadai meraung raung dalam pelukan ayah yang baru saja ia temui, ada rasa nyaman yang tidak bisa dijelaskan hingga bocah yang biasanya tidak cepat akrab dengan orang baru itu langsung merasa familiar.
Shikamaru mengeratkan pelukannya kepada Shikadai, merengkuh tubuh kecil yang bergetar hebat itu sambil terus membisikkan kata maaf.
Secara raga memang dia yang membunuh Temari, ia merasa kotor, setelah membunuh ibu dari anaknya ia langsung menemui putra yang selama ini disembunyikan, memeluknya erat dan menenangkannya seakan tak berdosa.
Berjam jam suara tangisan terdengar dan kini hanya tersisa keheningan malam dan sesegukan kecil dari Shikadai yang kini ada di gendongan Shikamaru.
"Bagaimana ini bisa terjadi ?" tanya Mako, ia menatap ayah dari Shikadai yang sedang duduk di hadapannya.
Shikamaru menghela napas, ia membelai surai hitam yang sama dengannya itu dan mengecupnya pelan "Maafkan aku."
Mako mengenyit bingung, daritadi pemuda di depannya terus meminta maaf entah untuk apa "Maksudnya ?"
Shikamaru terdiam, ia menggigit bibir bawahnya pelan, sedikit ragu untuk membeberkan kenyataan. Tapi Mako semakin gencar menanyakan maksud sang Nara, menjejali pemuda itu dengan rentetan kata tanya bernada khawatir dan sedikit panik.
"Aku.... adalah orang yang sudah membunuh Tema-"
Plak
Shikamaru bisa merasakan perih dan panas di pipinya, ia kembali meluruskan posisi kepalanya yang sempat menghadap ke arah lain karena kerasnya tamparan.
"Apa maksudmu ?! Jelaskan !" Mako mendesis marah, tak ingin membangunkan Shikadai yang terlelap di pangkuan Shikamaru karena kelelahan menangis. Ingin rasanya Mako merebut Shikadai dari pangkuan Shikamaru jika saja pemuda itu tidak membuka suara.
"Tapi aku melakukannya bukan karena keinginanku sendiri."
" Hah ? maksudnya ?"
"Sepertinya.... aku dikendalikan oleh seseorang."
"Benarkah ? atau itu hanyalah bualanmu saja ? atau hanya alasan yang kau buat buat untuk melarikan diri dari kesalahan ?"
"Aku tidak mungkin menyakiti wanita yang sangat kucintai, apalagi membunuhnya. Aku sangat mencintai Temari, aku bersumpah, aku.... aku...."
Mako menghela napas, ia memaklumi perasaan pemuda di depannya. Di umurnya yang belum mencapai dewasa, pemuda itu harus mengemban tugas sebagai seorang ayah dari anak yang selama ini tidak ia ketahui dan menjaganya di saat situasi benar benar tidak mendukung, ia bahkan tidak punya waktu untuk sekadar berduka karena telah kehilangan wanita yang ia cintai.
"Baiklah aku mengerti, apa kau akan memberitahu kenyataan ini kepada Shikadai - sama ?"
"Tentu saja, tapi tidak sekarang, aku pasti akan memberitahunya nanti saat keadaan kedua desa sedikit mendingin."
Mako mengangguk paham "Bagaimana kalau setelah itu Shikadai - sama membencimu ?"
Shikamaru menatap wanita yang sudah berumur di hadapannya lalu mengalihkan pandangannya ke arah Shikadai yang sedang tertidur lelap sambil tersenyum "Tidak masalah, asalkan aku sudah menepati janjiku untuk menjaganya dan membuatnya bahagia di lingkungan yang sudah tidak mengancamnya lagi, itu sudah cukup. Jika nanti Shikadai lebih memilih meninggalkanku pun aku tidak masalah."
"Apa kau akan membawa Shikadai - sama ke Konoha ?"
"Ya, itu pilihan terbaik saat ini, tapi aku tidak akan memaksanya, aku akan menghargai semua keputusannya."
Mako mengangguk "Ya, kau benar."
--------------000--------------
Shikadai mengerjap ngerjapkan matanya beberapa kali, ia menatap ke sekelilingnya, ia sekarang ada di kamarnya.
Bocah itu bangkit dan duduk di tepi ranjang, satu persatu air mata kembali menetes saat mengingat kejadian sebelum ia terlelap.
"Okaa - san." Ia menyembunyikan wajahnya diantara kedua tangan, Shikadai memeluk lututnya erat dan menangis kuat.
"Shikadai, kau sudah bangun ?"
Bocah itu menatap sesosok lelaki yang kemarin memperkenalkan diri sebagai ayahnya lalu kembali menunduk.
Shikamaru menghela napas, ia mengerti jika putranya masih sangat terpukul dengan kepergian Temari "Bagaimana keadaanmu ? Apa kepalamu pusing ?"
"Okaa - san..." gumam Shikadai pelan diantara tangisannya.
"Hei jangan menangis terus, Shikadai. Aku yakin Okaa - san mu tidak akan suka melihatmu seperti ini, dia bisa marah nanti." Shikamaru mengangkat wajah putranya dan menyeka air mata yang terus menetes di pipi Shikadai.
"Hiks... Tapi.... Okaa - san.... Aku...." Shikadai memeluk ayahnya erat, menangis keras, menumpahkan semua perasaan sedihnya. Hati Shikamaru serasa tercabik cabik, ia tidak tahan melihat putranya bersedih seperti itu
Setelah dirasa sudah cukup tenang, Shikamaru mulai melepas pelukannya, ia turun dari kasur dan berlutut di hadapan putranya. Shikamaru menggenggam tangan kecil itu dan mengelusnya lembut "Shikadai, aku ingin tanya, apa kau mau ikut denganku ?"
"Kemana ?"
"Ke Konoha, Okaa - san mu ingin aku menjagamu-- ah bukan aku ingin melindungi mu Shikadai, aku ingin benar benar menjadi Otou - san mu, aku ingin menebus ketidakhadiran ku selama ini, dan aku ingin memberimu apa yang seharusnya kau dapatkan, apa kau mau ? Tentu saja aku tidak memaksa, aku akan menghormati semua keputusanmu."
Shikadai terdiam, ia menunduk dalam, tak ingin melihat apapun "Dai... Tidak ingin kemana mana, Dai ingin bersama Okaa - san."
Shikamaru menghela napas "Hei, dengarkan aku, Okaa - sanmu tidak pernah meninggalkanmu, dia akan selalu ada di sisimu, selama kau mengingatnya dalam hati dan hidup bahagia seperti keinginannya." Shikamaru menyentuhkan jarinya ke dada Shikadai dan tersenyum lembut.
"Benarkah ? Okaa - san selalu ada di sisiku ?"
"Tentu saja, dan apa kau tahu ? Ada beberapa hal di dunia ini yang tidak bisa diputus, bahkan oleh kematian, salah satunya adalah hubungan orang tua dan anak, kau tetap putra Okaa - san mu, sampai kapanpun, kau mengerti Shikadai ?"
Bocah itu mengangguk, ia tersenyum tipis, hatinya sedikit terhibur saat mengetahui jika ia dan ibunya akan selalu terikat dan bersama, meski raga tak bertemu.
"Jadi ? bagaimana ? apa kau mau ikut bersamaku ?"
Shikadai mengangguk pelan sebagai jawaban "Iya."
---------------000-------------
Hai hai ~
Mood banget bacain komennya wkwkwk
Mau romance ? Coming soon
Happy end ? Maybe nanti seperti itu
Temari kok mati ? Yaaa biar nyambung sama chap seterusnya :v
Keep waiting yak !!
Enjoy it
Saba_No_Tema
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Family
FanfictionYang diinginkan Shikadai hanyalah keluarga yang lengkap . . . Kehidupan ini adalah kesalahan yang kami inginkan