"Aku akan tinggal disini sampai Dai sembuh," ujar Temari yakin.
"Lalu ? Bagaimana dengan keberadaan anda di Suna ?" Tanya Mako.
"Aku akan menggunakan Kagebunshin."
Nenek itu terkejut, ia berdiri dari sofa dan dengan lantang melarang wanita di sampingnya. Maniknya sedikit bergetar, ia takut membayangkan resiko yang akan di terima Temari.
Menggunakan Kagebunshin itu ada batasnya. Semakin jauh dan lama, maka pemakaian chakra semakin besar. Hal itu akan berdampak sangat buruk bagi si pengguna, apalagi Temari tidak tahu akan memakainya sampai kapan.
"Tapi ... Itu adalah jalan terbaik. Percuma saja jika aku tetap pulang tapi hatiku tak tenang. Mereka akan menaruh curiga padaku."
"Tapi itu berbahaya !"
Temari tersenyum "Selama ini ... Aku tak pernah ada di samping Dai, aku memotong kebersamaan yang menjadi hak nya, aku ibu yang buruk Mako Baa - san, biarkan aku menebusnya, sedikit saja ... Setidaknya, saat ia sakit."
Mako terdiam. Ia tahu, Temari sedang diliputi perasaan bersalah yang besar yang tak dapat di hilangkan hanya dengan kata kata "Tapi tetap saja ... Keputusan yang anda ambil itu--"
"Aku tahu, aku sudah memikirkannya, aku akan meminta Matsuri untuk memperkuat bunshinku sehingga aku tak akan kehabisan chakra."
Tangan putih Temari terulur untuk meraih tangan penuh keriput itu. Ia meminta dengan lembut agar Mako kembali duduk "Percayalah padaku, Mako Baa - san."
Dan untuk kesekian kalinya, Mako tak bisa menang.
--------------------000-------------------
"Okaa - san," Temari merespon panggilan putranya dengan sebuah gumaman, tangannya tetap fokus menambahkan krim di atas kue tadi ia buat bersama Shikadai.
Sudah 3 hari sejak Temari memutuskan untuk tinggal bersama Shikadai dan keputusannya itu disambut gembira oleh sang putra.
"Dimana Otou - san ?"
Wanita itu refleks menghentikan gerakannya, ia menatap Shikadai yang sedang melempar pandangan bertanya.
Diusianya yang masih terhitung 2 tahun lebih 4 bulan, Shikadai begitu cerdas. Jika umumnya anak diusia ini hanya bisa mengucapkan kalimat sederhana, maka Shikadai sudah bisa berbicara lancar bahkan memikirkan banyak hal yang harusnya rumit bagi anak seusianya.
Misalnya menanyakan soal ayahnya.
Di saat seperti ini, Temari sedikit menyalahkan betapa jeniusnya putranya.
Tapi, yang namanya anak diusia pertumbuhan pastilah penasaran dengan berbagai hal baru. Salah satunya adalah sosok ayah yang belum pernah ia temui. Mungkin karena melihat gambar keluarga lengkap dan bahagia di buku, Shikadai jadi menanyakan keberadaan ayahnya.
"Kenapa ... Kau tiba tiba menanyakan hal itu ?"
Bocah laki laki itu menunjukkan buku yang sedang ia baca, buku hadiah ulang tahunnya dari sang ibu. Halaman berwarna itu menggambarkan sebuah keluarga lengkap dengan ayah, ibu, dan satu anak "Di buku tertulis kalau keluarga itu ada ibu, ayah, dan anak. Dai kan sudah punya Okaa - san, lalu dimana Otou - san ? Kenapa Dai tidak pernah melihatnya ?"
Sudut hati Temari serasa dicubit, ia terlihat bingung untuk menjawab pertanyaan sang putra. Ia pernah membaca, jangan sampai menggantungkan anak dengan sebuah kebungkaman saat ia bertanya, itu sedikit tidak baik untuk kondisi psikis nya, terlebih lagi Temari tidak selalu ada di samping Shikadai.
"Coba tanya Mako Baa - chan."
"Kata Mako Baa - Chan, aku harus menanyakannya kepada Okaa - san."
Ah, baiklah
Temari benar benar tidak bisa lari lagi sekarang.
"Apa Dai tidak punya Otou - san ?"
"Tentu saja punya ! Dai punya Otou - san kok." Sangkal Temari cepat, ia membersihkan tangannya dan duduk di samping sang putra. Ibu muda itu membawa anaknya ke atas pangkuannya sambil memeluknya erat.
"Lalu ? Kenapa Otou - san tidak pernah menemui Dai ?"
"Otou - san ...," Temari menggigit bibir bawahnya, ia memutar otak untuk mencari jawaban yang bagus "Sedang ada urusan di tempat yang jauh."
Shikadai memutar kepalanya, menatap sang ibu tanpa beranjak dari pelukan "Kapan Dai bisa bertemu dengannya ?"
"Uhm ... Okaa - san juga tidak tahu ... nanti Okaa - san akan coba menghubunginya, ya ?"
Manik Turquoise yang persis seperti milik Temari itu berbinar "Benarkah ?" senyum Shikadai semakin lebar saat kepala ibunya mengangguk tanda membenarkan.
"Okaa - san, Otou - san itu seperti apa ?" tanya Shikadai. Sepertinya, bocah itu benar benar penasaran dengan sosok ayah yang tak pernah ia jumpai. Tak jauh dari mereka, Mako bersembunyi di balik dinding, mencoba menguping, siapa tahu ia bisa mendapat sedikit petunjuk tentang pria yang sudah menghadirkan Shikadai, pria yang selama ini identitasnya disimpan rapat rapat oleh sang Putri Suna.
Temari nampak berpikir, ia tersenyum tipis saat melihat cermin kecil di meja yang ada di dekat mereka. Tangannya terulur untuk mengambil cermin itu, mengarahkannya ke depan putranya sehingga wajah mereka berdua nampak disana.
"Otou - san itu mirip sekali dengan Dai," ujar Temari mengawali.
"Benarkah ? Dai mirip Otou - san ?" Shikadai terlihat tersenyum cerah, di kepalanya mulai tergambar sesosok pria dewasa yang mirip dengannya seperti kata ibunya.
"Iya, bedanya, mata Otou - san bukan hijau, tapi coklat, matanya tajam dan sedikit sipit, Otou - san terlihat sangat keren saat sedang berpikir serius, matanya seperti sedang membaca semua hal di dunia." Temari tersenyum, kenangannya bersama Shikamaru perlahan terputar kembali satu per satu, mengalir seperti sebuah film retro "Otou - san itu orang yang sangat cerdas dan baik, dia orang yang lembut, dia sangat menghormati wanita dan bertekad tidak akan pernah menyakiti mereka. Otou - san suka sekali bermain Shogi dan tidur, Okaa - san sering mengganggunya saat tidur loh, tapi dia tak pernah marah."
Shikadai terkikik mendengarnya, ia sudah bisa membayangkan gambaran cerita dari ucapan ibunya "Apa Otou - san tidak pernah marah ?"
Temari bergumam pelan, nampak berpikir sambil mengingat ingat semua memori yang ada "Okaa - san tidak tahu, Otou - san tidak pernah marah pada Okaa - san sih." akhirnya hanya jawaban itu yang bisa ia lempar, ia tak menemukan sedikitpun kenangan akan wajah marah Shikamaru.
"Lalu ? ceritakan lebih banyak lagi, Okaa - san !"
"Hee apa lagi ya ? yang pasti, ayahmu itu Shinobi yang hebat dan sangat bertanggung jawab, dia pemimpin yang baik, Dai nanti jadilah sebaik Otou - san ya ?" Temari melempar senyum cerah kearah putranya, membicarakan kekasih hatinya dengan malaikat kecilnya membuat perasaannya campur aduk.
"Okaa - san, Shinobi itu apa ?"
Wanita itu sedikit tersentak, ia menyadari kesalahannya yang sudah mengucapkan kata kata yang tidak diketahui putranya "Uhm ... Shinobi itu ... seperti orang kuat yang mengalahkan penjahat dan melindungi rumahnya ! iya seperti itu !" Temari berusaha menjelaskan sesederhana mungkin.
"Seperti pahlawan di buku ?" Shikadai kembali bertanya dengan mata berbinar.
Temari mengangguk "Iya, seperti itu."
"Apakah saat besar nanti aku bisa jadi Shinobi ?"
Temari terdiam, ia hanya melemparkan sebuah senyuman tanpa jawaban. Ia pun tak tahu pasti, apakah masalah ini akan selesai dengan perdamaian atau mereka akan lebih dulu diasingkan.
Temari tidak tahu karena lawannya kali ini adalah takdir.
Seperti berjudi, tanpa pernah mengenal permainan sebelumnya, Temari mengambil langkah ekstrim sejak memutuskan untuk melahirkan Shikadai.
Shikadai terus berceloteh ria di pangkuan ibunya, membalik balik halaman buku dengan mata penuh rasa penasaran sambil membaca satu per satu kata disana.
'apakah kami akan selamat dari pertaruhan ini tanpa kehilangan apapun ?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Family
FanfictionYang diinginkan Shikadai hanyalah keluarga yang lengkap . . . Kehidupan ini adalah kesalahan yang kami inginkan