XX

850 70 3
                                    

"Kau marah ya, Dai ?" Temari menatap putranya yang sedang memeluknya tanpa ekspresi dan suara. Ia bisa memaklumi perilaku Shikadai mengingat ia memangkas waktu pertemuan mereka.

"Maafkan Okaa - san, sayang, malam ini kita tidur bersama ya ?"

Shikadai tetap bungkam, ia hanya memeluk ibunya, membenamkan wajahnya di tengkuk Temari tanpa ada niatan untuk menunjukkannya.

"Sepertinya Shikadai - sama benar benar marah, kemarin malam dia menangis terus sampai tertidur." lapor Mako sambil terkekeh pelan, melihat Shikadai merajuk sesekali juga bukanlah hal yang buruk.

Temari merengut saat melihat Mako yang sepertinya tidak ingin memberinya bantuan sedikitpun. Ia menepuk nepuk punggung putranya pelan.

"Kami akan ke kamar saja, selamat malam, Mako Baa - san." ujar Temari sambil berlalu ke kamar.

"Selamat malam juga, haah semoga Temari - sama tidak marah kepadaku."

---------------000-----------------

Temari merebahkan tubuhnya di atas kasur setelah selesai mengganti pakaiannya dan Shikadai. Bocah yang surai hitamnya semakin panjang itu masih setia dalam kebungkamannya. Temari terkikik pelan melihat ekspresi kesal malaikat kecilnya.

"Hei, Dai pasti marah ya ? maafkan Okaa - san." Temari membawa Shikadai kedalam pangkuannya, memainkan tangan kecil nan lemah itu lembut.

"Dai araa." (Dai, marah.)

"Iya, Okaa - san tahu, malam ini kita tidur bersama lagi, maaf ya ? ini semua demi kebaikan kita semua."

Bocah itu menolehkan kepalanya, menatap ibunya dengan ekspresi bingung, ia tidak paham dengan apa yang dikatakan Temari.

Sang Putri Suna tertawa pelan "Nanti Dai juga akan mengerti."

"Tapi Dai hebat sekali, bisa tidur sendiri kemarin malam, kau benar benar anak pintar." Temari mengangkat Shikadai untuk menghadap ke arahnya dan menggosok gosokkan hidung mereka.

Bocah itu tertawa riang, sepertinya kekesalannya sudah hilang "Oaa - san ! eiyyta !" (Okaa - san ! cerita !)

Sebuah senyuman manis terbit di wajah ayu Temari, ia cukup mengerti jika putranya sudah memaafkannya. Temari mengangkat Shikadai, mencium kedua pipinya juga keningnya. 

Temari membaringkan tubuh mereka dan mencari posisi nyaman "Baiklah ... Dai mau cerita ya ? sebentar ...." ia nampak memikirkan cerita pengantar tidur yang menarik. Shikadai menunggu dengan tenang sambil memainkan baju atau rambut ibunya, manik zamrud bocah itu terlihat berbinar tanda antusias.

Atensi Shikadai teralih ke arah ibunya sepenuhnya saat Temari memulai ceritanya. Bocah itu menikmati setiap kata yang dilontarkan ibunya, sesekali ia tertawa riang saat Temari menggodanya dengan menggelitik tubuhnya.

Selesai dengan cerita, Temari mulai mendendangkan lagu tidur dengan nada lembut. Mengalun layaknya angin malam yang sedang berhembus, membuat rasa kantuk Shikadai bertambah berkali kali lipat.

Bocah itu menguap lebar, merapatkan tubuhnya dengan sang ibu, mencari kehangatan yang sangat ia rindukan.

Saat mendengar suara dengkuran halus Shikadai, Temari menghentikan nyanyiannya. Ia mengelus Surai hitam putranya lembut, terus menatap bayi kecilnya meski rasa kantuk sudah hampir menelan kesadarannya.

Rasa rindu yang membuncah serasa terlampiaskan. Ia sangat senang saat kembali melihat sang putra tidur di sampingnya. Malam kemarin sangatlah menyiksa dan menyesakkan. Shikadai sepertinya memang sudah menjadi bagian penting di kesehariannya.

Perfect FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang