14

138 17 0
                                    

"Anda ingin mengubah penerbanganmu?" Tanya pekerja di kantor imigrasi.

"Aku tak keberatan menambah bayaran. Aku bersedia membayar tiket baru. Tolong pesankan kami penerbangan paling awal" pinta Mingyu tergesa-gesa.

"Baik, biar kuperiksa dulu ya"

Mingyu menatap layar ponselnya, dilihatnya pergerakan Wonu dimap. Wonu sedang menuju kantor polisi. Dengan cepat Mingyu bergegas menyusul.

Mingyu mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata tak mempedulikan sekitar. Entah apa yang membuat Mingyu begitu gelisah saat tahu Wonu sedang berada di kantor polisi.

.
.
.

Wonu sudah berada dikantor polisi, ia sedang duduk didepan detektif Lee dan tak tinggal dengan detektif Wen disampingnya.

"Em... maksud anda apa?" Tanya detektif Lee bingung.

"Dia menyelinap keluar dengan koper besar daru unit 706. Dia menurunkannya dari tangga. Itu terlihat berat, sangat berat"
Empat pasang mata masih mendengarkan dengan seksama.
"Tapi di dalam... pria dari unit 706.... mayatnya pasti ada disana" lanjut Wonu dengan gugup, takut, gemetar dan masih banyak emosi yang tercampur pada dirinya.

"Menurutmu mengapa mayatnya ada di dalam tas?" Tanya detektif Lee yang masih tak percaya

"Aku mendengar jeritan. Eh... kudnegar mereka berkelahi" detektif Wen masih memandangi Wonu sambil menyedot es tehnya.
"Aku tahu aku terdengar gila, tapi kulihat pria itu sekarat. Tidak. Aku melihat dia akan mati"

Detektif Wen membenarkan posisinya
"Biar kuluruskan ini. Jadi orang yang tinggal di unit 706 dibunuh dan kau melihat pembunuhnya?" Penjelasan ulang detektif Wen.

Wonu dengan cepat mengangguk

"Apa kau melihat wajah pembunuhnya?" Tanya detektif Wen lagi, memastikan.

Wonu diam dan menunduk, dibuka ganggaman tangannya dan dilihatnya sebuah kalung dengan liontin daun.

Detektif Wen dan detektif Lee saling pandang, mereka masih menunggu kelanjutan ceritanya. Wonu memberanikan diri untuk menunjukkan liotin itu sebagai buktu. Perlahan dibuka genggamannya itu. Kedua detektif itu mendekat untuk melihat.

Namun...

"Wonu-ah!" Panggil Mingyu berjalan masuk mendekati Wonu

"I-itu dia!" Kata wonu yang langsung berdiri ketika mendapati Mingyu menyusulnya dan menunjuk Mingyu dengan raut wajah ketakutan.
"Dia membunuh pria dari unit 706" lanjut Wonu yang masih menunjuk-nunjuk Mingyu.

"Apa maksudmu?" Tanya Mingyu tak mengerti

"Aku melihatmu keluar dari apartmemt pria itu!" Wonu lagi dengan suara gemetar dan seidkit meninggi.

Mingyu menarik rambunya kebelakang
"Kau melihat sesuatu. Ingat apa yang dibilang dokter? Kau mengada-ada seperti itu benar-benar terjadi" ujar Mingyu yang sedikit emosian dan ingin mengajak Wonu pergi dari sini, dari kantor polisi. Namun dihalangi oleh detektif wen karena merasa ada yang janggal.

"Sebentar. Bagaimana kau tahu dia ada disini? Itu aneh"

Mingyu merogoh saku celananya mengambil ponselnya dan menunjukkan sesuatu.
"Setelah kecelakaan, aku khawatir. Jadi aku siapkan aplikasi pelacakan. Boleh aku membawanya sekarang?" Pinta Mingyu setelah menjelaskan alasannya. Namun detektif Wen masih menghalangi.

"Tunggu, tunggu. Kami tak yakin apa yang sedang terjadi, tapi dia bilang dia melihat mayat. Itu tugas kami untuk memeriksanya" detektif Wen lagi

Mingyu mengiyakan dan meminta detektif itu segera pergi dan memeriksa agar semua cepat terselesaikan.

.
.
.

Mereka berempat memasuki unit 706 dengan Wonu berjalan didepan. Namun mereka hanya menemukan ruangan kosong.

Wonu terkejut, raut wajah tak percaya terlihat jelas "Mustahil, aku bersumpah aku melihatnya dengan kedua mataku!" Kata-katanya dengan nada meninggi.

"Tn. Kim" sela detektif Lee.
"Unit 706 tidak pernah dijual. Sudah lama kosong. Ada banyak unit yang belum terjual digedung ini" jelas detektif Lee lagi.

"Kami bisa pergi sekarang?"

Wonu menjauh dan berjalan keluar saat didekati oleh Mingyu

Saat Wonu berjalan keluar detektif Lee dan Mingyu berusaha mengejar, namun langkah Mingyu terhenti saat detektif Wen mengatakan suatu hal.

"Hanya satu pertanyaan. Mengapa kau pergi ke lokasi konstruksi pada tanggal 13?"

"Apa aku harus menjawabnya?" Jawab Mingyu dengan tenang dan lanjut mengejar Wonu.

Detektif Wen mengusak rambutnya kasar, ia terus berpikir hal-hal yang hingga saat ini membuatnya bingung.
.


.
.

Wonu terduduk diatas ranjangnya dalam diam sambil entah mendengar atau tidak apa yang Mingyu katakan bahwa mereka akan ke Kanada dalam waktu dua hari.

Mingyu mendekati wonu dengan butiran-butiran obat ditangannya dan segelas air.

Wonu mengambil obat itu lalu memasukkannya ke mulutnya disusuli segelas air. Lalu Wonu membaringkan tubuhnya sambil mendengarkan kata-kata Mingyu lagi.

"Istirahatlah. Ada banyak hal yang harus aku selesaikan. Saat aku kembali, lupakan semuanya dan pergi" kata Mingyu yang lemah lembut dan berlalu dari apartment mereka.

Mendengar suara pintu tertutup, Wonu membuka matanya dan mengeluarkan obat yang ternyata tak ia telan.

Wonu memutukan untuk keluar dan berjalan menuju lift menekan tombol lantai dasar.
Pintu lift terbuka dilantai 9, masuklah seorang lelaki yang sedang menelpon.
"Iya, aku sedang dalam perjalanan, tolong berhenti datang kerumahku. Kau tak memberiku pilihan" ujar lelaki itu dengan telponnya.

Lagi, Wonu mendapatkan penglihatan lagi. Ia melihat lelaki itu dipukuli oleh seorang reintenir? Preman?

Lelaki itu keluar dilantai dasar dan Wonu mengikutinya dari kejauhan. Dan yaa benar saja saat ini lelaki itu sedang dipukuli oleh seorang preman.

"Dengar! Cepat bawa stempelnya sekarang! Sudah kubilang bayar sekarang! Oke!?" Kata-kata memojok yang dilontarkan preman itu sambil memukuli lelaki itu dengan buku tebalnya.

"Iyaa, maafkan aku. Akan segera aku bayar. Maaf atas keterlambatannya" suara lelaki itu pelan

"Aku tunggu malam ini!" Kata preman itu dan berlalu meninggalkan lelaki itu.

Lelaki itu menoleh kesebalah kanan dan tak sengaja melihat Wonu berdiri disana membuatnya terkejut.

"Wonu!?" Ucapnya pelan


****
Tbc

Vote and comment are highly appreciated
Thanks for reading

사실인가요 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang