2

18 1 0
                                    


Perjalanan panjang dan melelahkan membuatku menghabiskan sore dibandung hanya dengan kasur yang empuk ditemani gemercik hujan membuat kenyamanan bertambah berkali lipat.

Sudah tiga hari dia tak pernah sedikitpun memberiku kabar, meski sesekali aku mengirimnya pesan untuk mengingatkan agar dia memiliki waktu untuk beristirahat. Senyumku terus menggembang, ternyata dia membalas pesanku meski hanya dengan kata " maaf " that simple, mungkin dia lagi sibuk seperti biasa, memang dia selalu sibuk apalagi ini akhir tahun pekerjaannya akan bertambah menumpuk. Dia adalah Dewa Zachari, tambatan hatiku. Aku mengenalnya ketika pertama kali ospek dikampus, dia adalah seniorku, kita berbda dua tingkat.

Aku masih ingat wajah juteknya saat selalu mencari-cari kesalahan padaku, meneliti apakah atribut ospekku lengkap atau tidak. Dan sialnya dihari terakhir aku ospek , aku lupa memakai pita warna merah sebagai tanda bahwa kemarin aku pernah sakit.

" kuntum chandara maju!"titahnya tegas begitu, aku hanya mengikuti arahannya, ternyata dia tidak memberiku hukuman dia malah membawaku ke tempat kesehatan dan mengatakan bahwa aku sakit, meskipun aku terkejut tak menduganya tapi dengan senang hati aku mengangguki pertanyaan yang entah siapa namanya, tapi aku juga merasa memang sedikit sakit lebih tepatnya bukan sakit tapi lapar karena belum sarapan.

aku, lukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang