Bagian 08

1.3K 167 18
                                    

"APA MAKSUDMU?! MENGAPA PUTRIKU BELUM BANGUN JUGA, HA?!"

"M-maafkan saya, Y-yang M-mulia. T-tuan P-Putri..."

Aku mengerjapkan mataku perlahan. Samar-samar dapat kudengar suara bentakan Ayah entah pada siapa.

Mengapa ia sebegitu marah?

Aku memperhatikan sekeliling. Syukurlah ternyata aku masih hidup. Aku mulai mengeluarkan suara khas bayi sehingga atensi Ayah, Ibu dan lainnya langsung teralih padaku.

Ayah langsung menghampiriku dengan tergesa-gesa. Ia langsung mengelus puncak kepalaku dengan lembut sembari menggumamkan kata yang membuat hatiku merasakan kehangatan.

Hah, sebegitu takut mereka kehilanganku. Semoga perasaan mereka selalu seperti itu padaku, hingga kapanpun. Aku mohon.

"Hiks.. P-putri Ibu.." Ibu menangis tersedu-sedu melihatku. Ia menggenggam tangan mungilku sembari sesekali mengusap air matanya yang terus mengalir.

Aku tersenyum lugu, mengangkat tanganku perlahan untuk mengelus pipi ibu meski sedikit kesusahan lantaran tanganku yang terlalu kecil dan masih kaku untuk digerakkan.

Ibu tampak mematung, ia melihatku seolah tak percaya dengan apa yang barusan aku lakukan. Ayah juga terdiam memperhatikanku dengan tatapan penuh arti.

"Astaga, Putri Ayah sudah besar. Lihatlah, putri ayah sudah pandai mengusap air mata Ibunya sendiri," Ayah tersenyum tipis, mengelus puncak kepalaku hingga aku mulai merasakan kantuk.

Ayah yang melihat pandanganku yang sayu pun menyuruh seluruh orang di ruangan tersebut untuk keluar, menyisahkan aku dengan Ayah dan Ibu.

Ibu mulai memberiku asi yang kuterima dengan senang hati. Aku meminumnya dengan rakus, sembari memilin-milin luaran hanfu emas yang Ibu kenakan.

Ayah kembali mengelus kepalaku dengan sepenuh hati sembari sesekali tersenyum tipis melihatku yang masih asik meminum asi.

"Putri kecil Ayah menggemaskan sekali."

[🦋by : permenmu🦋]

Pesta pemberian nama untukku diselenggarakan selama tujuh hari tujuh malam.

Dua hari sebelum akhir dari pesta tersebut, Ayah dan Ibu berencana mengajakku untuk berkeliling ke pasar yang berada di tengah ibu kota.

Ayah membawa pengawal terlatih dalam jumlah yang cukup banyak dan beberapa pelayan untuk menyediakan keperluan kami selama di Ibu kota.

Setelah beberapa jam berada di tandu mewah yang ditarik oleh kuda-kuda kekaisaran, akhirnya kami telah sampai dengan selamat meski dengan sedikit hambatan lantaran beberapa rakyat yang berbondong-bondong memenuhi jalanan.

Dengan perintah dari Kaisar Wu alias Ayah, mereka semua langsung menyingkir memberikan jalan pada kami sehingga kereta kami dapat kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.

Ayah sudah menyuruh para bangsawan di kekaisaran untuk pulang karena memang jadwal pesta untuk bangsawan kekaiasaran hanya lima hari dan sisanya Ayah membuat pesta di luar kekaisaran dengan para rakyat sesuai usulan dari Ibu.

Ibu memang orang baik dan peduli terhadap sesama, yah.

Ibu mengendongku turun perlahan dari tandu yang di jaga oleh beberapa pengawal. Kami disambut oleh banyak pengawal berbadan kekar yang telah berjaga di luar penginapan.

Rebirth as a VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang