Bagian 06

1.4K 186 33
                                    

Selama beberapa hari terlahir kembali sebagai seorang bayi membuatku sedikit kesusahan.

Aku harus bertingkah seperti bayi contohnya merengek lalu menangis, seperti sekarang.

Aku berpura-pura menangis untuk mengalihkan perhatian ibuku yang masih sibuk bermesraan dengan ayah sedari tadi.

"Oek.. Oek..," tangisanku kian mengeras lantaran ayah malah dengan sengaja mengusap pipi ibuku, menciumnya bertubi-tubi, seolah-olah mengejekku.

Ibuku yang sepertinya mengerti keadaan pun mulai melepaskan pelukannya. Sebelum melerai pelukan, ia menyempatkan diri untuk memukul lengan ayahku pelan.

Ibu tampak mencondongkan tubuhnya sedikit padaku, lalu mengendongku perlahan dengan penuh kehati-hatian. Memelukku dengan penuh kasih sayang.

Hangat, sungguh perasaan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.

Tiba-tiba jemari besar mengelus rambutku, aku mendongak memperhatikan ayah yang tersenyum tipis padaku.

Beliau mengusap air mataku secara perlahan. "Putri ayah jelek kalau sedang menangis."

Aku mengerjapkan mataku polos, meneliti tiap inchi wajah ayah baruku itu.

Tampan dan muda, itu dia.

Aku penasaran, apakah wajah yang tampan itu dimanfaatkan olehnya untuk mengait wanita-wanita diluaran sana selain ibuku?

Kalau iya, siap-siap saja aku tak akan segan untuk membunuhnya. Meski ia adalah ayah kandungku sendiri.

Ibu mulai memberiku asi, pertama kali merasakannya membuat lidahku terasa aneh, namun mungkin karena naluri bayiku aktif, mulutku tak berhenti meminumnya.

Ayah masih mengelus puncak kepalaku dengan lembut sedangkan ibu mulai menepuk-nepuk pelan bokongku, membuatku semakin mengantuk.

Ah, mimpi indah aku datang!

[🦋by : permenmu🦋]

Satu bulan kemudian...

Para pelayan tampak sibuk sedari tadi. Mereka tak henti-hentinya keluar masuk. Entah apa yang mereka lakukan. Aku hanya diam sembari meminum asi ibuku, menghiraukan mereka yang masih sibuk melakukan tugas mereka. Toh, mereka tak menganggu waktuku dengan ibu.

Seorang pelayan wanita tiba-tiba datang menghampiri kami, ia menunduk hormat.

"Yang Mulia Permaisuri, semua persiapan sudah selesai sesuai rencana," ucapnya penuh hormat, senantiasa menunduk.

"Baiklah, kau boleh pergi. Biarkan aku yang menyiapkan putri kecilku ini," Ibuku terkekeh gemas melihatku. Aku hanya diam menatapnya lugu. 

Saat tatapanku tak sengaja bertubrukan dengan pelayan wanita yang tampaknya seumuran dengan ibuku itu, perasaan aneh dapat kurasakan.

Pelayan itu tersenyum padaku. Tunggu, bukan senyuman biasa namun lebih seperti senyuman.. sinis?

Eh? Ia juga menatapku dengan sorot tajam? Astaga, mengapa ia menatapku seperti itu? Apakah aku memiliki masalah dengannya?

Heh, lihat saja aku akan mencari tahu tentangmu. Kau tampak mencurigakan, pelayan.

"Eh? Mengapa kau masih disini, Yumei?" tanya Ibuku yang menyadari pelayan bercadar hitam transparan itu tak kunjung meninggalkan kami berdua.

Rebirth as a VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang