Bagian 13

996 111 336
                                    

Boleh dong follow akun author dulu?

Aku mengerjapkan mata dengan perlahan. Meski samar, dapat kudengar suara beberapa orang berbicara, termasuk Ayah.

Tiba-tiba aku merasa dejavu. Ah, aku pernah mengalami adegan ini sebelumnya.

Sesuai dugaan, aku kembali dengan selamat meski sebelumnya aku berada entah dimana berseteru dengan pria asing yang kuperkirakan dari zaman modern itu.

Pria asing itu dengan santainya mengaku sebagai pasangan jiwaku. Jika benar pasangan jiwa, mengapa tak menolongku? Pria asing itu malah melihatku terjatuh dari tebing tinggi dengan santai, tak berniat menolongku hingga jiwaku kembali berakhir di sini lagi.

Jika aku bertemu dengannya lagi, akan kupastikan ia mendapatkan balasan nya. Ah, apa mungkin.. pria itu yang membuangku ke sungai? Astaga, plot twist macam apa ini?!

Aku tersenyum tipis melihat Ayah yang terlihat begitu panik sampai tak segan memarahi para pelayan yang bertugas menjagaku. Beliau memunggungi ku, memarahi para pelayan dengan suara tegas bercampur paniknya. Di sampingnya, Ibu terlihat mencoba menenangkan Ayah dengan menggenggam erat sebelah lengan nya.

Aku mencoba mengalihkan perhatian mereka dengan seruan khas bayiku. "Oek.. Oek.."

Sesuai perkiraan, semua mata di ruangan dengan kompak langsung beralih menatapku dengan intens. Para pelayan diam-diam menghela nafas syukur.

"Hiks.. Putri Ibu.."

Berbeda dengan para pelayan, Ibu langsung mengeluarkan air mata haru melihatku kembali membuka mata.

Astaga, sepertinya saat aku pingsan tadi, Ibu tak berhenti menangis. Mata dan hidungnya yang sembab kemerahan membuktikan nya.

Aku tersenyum lugu menatapnya. Aku menepuk-nepuk tanganku girang meski sedikit kesusahan. Tiba-tiba dapat kurasakan puncak kepalaku seperti diusap oleh seseorang dan ternyata itu adalah ulah Ayah.

"Putri Ayah hebat sekali," pujinya.

Aku membalasnya dengan mulai berceloteh dalam bahasa bayi membuat semua orang di sekelilingku tersenyum gemas akan tingkahku. Pipi ku yang tembam bergerak lucu.

"Astaga, Tuan Putri menggemaskan sekali!"

Hoho, aku memang menggemaskan.

"Tuan Putri kita adalah Putri paling menggemaskan dan cantik di seluruh penjuru!"

Tentu saja.

"Aku setuju denganmu! Tuan Putri, aku menyayangimu!"

Aku menyayangimu juga meski aku tak tahu siapa namamu.

"Aku juga menyayangimu, Tuan Putri!"

Aku juga.

"Tentu saja, aku juga!"

Hoho, terima kasih telah menyukaiku.

"Kami menyayangimu, Nak," Ayah dan Ibu tersenyum manis padaku. Aku mengedipkan mataku sebelah pada mereka. Tentu saja beberapa dari mereka yang melihatku langsung melotot tak percaya. Astaga, respon kalian sungguh menggemaskan sekali.

Oh iya, aku juga menyayangi kalian.. Ayah dan Ibu.

[🦋by : permenmu🦋]

Tiga tahun kemudian..

Tepat pada hari ini, pesta perayaan ulang tahun ke-3 ku akan di laksanakan. Aku tersenyum girang melihat para pelayan yang sibuk berlalu lalang mengurus makanan yang akan di sediakan untuk malam penuh kegembiraan ini.

"Salam Tuan Putri," sapa salah satu pelayan wanita dengan senyum manisnya.

"Salam juga buatmu, bibi cantik."

Aku membalasnya dengan senyuman yang tak kalah manis hingga berefek pada hidungnya yang mengeluarkan darah alias mimisan. Pelayan itu tampak panik, buru-buru berlalu dari hadapanku lantaran terlalu malu bercampur salah tingkah.

Aku mengulum senyum geli melihatnya. Astaga, pelayan-pelayan disini sangatlah menggemaskan.

"Ayah! Ibu!" Aku berseru kencang saat melihat Ayah dan Ibu yang berdiri tak jauh dari pandanganku. Mereka berdua memantau langsung kinerja para pelayan. Alibi mereka sih, tak ingin pestaku hancur jikakalau mereka tak meninjau langsung prosesnya.

Ada-ada aja sih. Tapi, aku tetap menyayangi mereka dengan sepenuh hatiku.

Oh iya, aku sudah bisa berbicara dengan lancar loh. Jika anak seusiaku masih belum bisa berbicara dengan lancar dan masih cadel, akan tetapi berbeda denganku. Aku sudah dapat berbicara dengan jelas tanpa terbelit-belit terlebih lagi saat pengucapan huruf 'r'.

Hoho, tentu saja. Aku gitu, loh.

Ayah tersenyum lebar melihatku. Beliau berjongkok dan melebarkan kedua tangannya yang kuterima dengan senang hati. Aku langsung meloncat dan melingkarkan kakiku di belakang punggungnya agar tak terjatuh.

Ayah mengendongku dengan penuh kehati-hatian. Beliau menatapku dengan intens. Ah, sepertinya beliau marah padaku.

"A—ada apa, Ayah?" tanyaku merasa terintimidasi oleh tatapannya itu. Aku menggaruk sebelah pipiku canggung.

"Mengapa kau berlari?"

Oh, gara-gara aku tadi lari toh. Hehe, maafkan aku Ayah. Kakiku tak dapat dikontrol jika bertemu denganmu. Rasanya selalu ingin digendong olehmu setiap saat.

"O—oh, itu...Maafkan aku, Ayah," ucapku bersungguh-sungguh. Mataku memelas membuatnya menghela nafas pelan lantaran frustrasi akan tatapan mautku, hehe.

"Ayah tak ingin kau terjatuh jika berlari-lari seperti itu lagi," Ayah mengusap kepalaku dengan lembut. Sorotan matanya terlihat khawatir. Aku dapat memahaminya.

"Baik, Ayah! Aku mengerti!" seruku dengan gaya hormat bak prajurit.

"Putri Ayah bisa berjanji untuk tidak membuat diri sendiri dalam bahaya lagi, bukan?" tanya Ayah menatapku manik biruku lekat. Pertanyaan itu lebih terdengar seperti pintaan dibanding sebuah pertanyaan.

Aku hanya bisa terdiam membisu mendengarnya. Aku... tidak bisa, Ayah. Masa laluku beserta dendamku di kehidupan sebelumnya masih belum selesai.

Ah, lebih tepatnya sih, belum dimulai.

"Xing'er?"

Aku tersadar saat merasakan elusan di sebelah pipiku. Ternyata Ibu. "Ah, iya, Ibu?" beoku.

"Ada apa?" tanya Ibu khawatir melihatku sempat melamun. Aku menggelengkan kepalaku dengan lesu.

"Tidak ada, Bu."

Maafkan aku, Ayah. Aku tak bisa berjanji apapun denganmu saat hidupku masih belum sepenuhnya aman.

🦋🦋🦋

Sorry udah lama ngilang. Aghu lagi cosplay jadi kang ghosting, hehe. Tekan bintang di pojok kirinya yah!

Next? Spam di sini..

Thank you ~

31 Oktober 2021.

Rebirth as a VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang