Dev menghabiskan sarapannya dengan beberapa sendok, supnya Villia hari ini begitu sepesial, bahkan jika ada nilai lebih dari seratus, pasti dia akan berikan pada Villia. Villia yang memandangi dari tadi tersenyum lebar dan menepukkan kedua tangan saat sarapan Dev habis.
"it's delicious," ucap Dev sambil membentuk jempol dan telunjuk menjadi melingkar.
"Jangan berlebihan sayang, nanti nagih," tutur Villia, dia mencolek hidung Dev perlahan.
"Baby, kau memang the best my wife," puji Dev sambil merangkul Villia dari samping.
"Segera berangkat, nanti kau terlambat sayang," suruh Villia, dia menempelkan kepalanya di dada Dev sambil tersenyum mendongak ke atas sekejap, lalu berdiri di barengi Dev, mereka berdua berjalan ke teras.
Sebelum berangkat, seperti kebiasaanya, Dev mencium pucuk Dahi Villia lalu berjalan menuruni tangga, dia menepukkan kedua telapak tangannya dan dalam hitungan detik mobil sudah siap mengantarkannya ke kantor. Pak Sopir sudah bertahun-tahun hidup dengan Dev jadi dia hampir tau segala tentang tuannya, dia keluar dari dalam bagasi yang terbuka sejak pagi dan kembali berhenti di dekat tangga.
Dev masuk ke dalam mobil bagian belakang, dia memandangi Villia yang masih di teras dari jendela mobil. Sontak Dev tersenyum miring, hidup dengan seorang istri seperti hidup dengan musuh, sebenarnya dia tidak ingin ke kantor tapi hendak kumpul dengan anak buahnya di base camp mafia yang telah lama di abaikan. Mereka selalu mengunjungi base camp itu setiap hari kamis dan kebetulan, hari ini adalah hari kamis jadi dia ingin berkumpul dengan anak buahnya.
Bangunan megah dengan pintu yang sangat lebar terlihat di depan mata,mobil berhenti, Dev seakan mengunjungi hotel saking kuasnya bangunan base camp. Di sana selain untuk bersantai, juga bisa buat menginap, pelayananya sama persis di hotel tapi jika sudah menjadi pasukan Mafia Axcer maka akan gratis sampai kapan pun mau menginap.
Baru mengijakkan kaki di teras, Ericard teman lamanya sudah menyambut dengan rentangan tangan lebar, dia memeluk Dev sambil menepuk-nepuk punggungnya berulang kali. Dev menepuk bahu dan merangkul Ricard sambil berbalik badan melanjutkan jalan masuk ke dalam base camp, mereka berdua menyapa semua pasukan yang sedang bersantai di atas kursi yang ada di sepanjang jalan.
"Kau menikah juga akhirnya, aku kira sudah tiada yang menginginkanmu," ucap Ricard sambil duduk di kursi paling ujung.
"Enak saja, banyak wanita yang mau denganku, bahkan merelakan dirinya tapi aku tidak tertarik dengan wanita seperti itu," timpal Dev, dia juga duduk di samping Ricard, di depan mereka ada Ken dan Denis yang duduk bersama.
"Masih saja kau sombong, bagaiman harimu setelah beristri hm?" tanya Ricard, dia mengambil roti dari dalam wadah yang tersedia.
"Manis-manis beracun, hubungan mereka sangat manis tapi di belakang keduanya beracun, bahkan pernah kala itu Villia istrinya ingin mencelakainya dengan berbagai cara," jawab Ken setelah meneguk jus yang berwarna merah tua.
"Apakah itu benar Dev? Mengapa pilihanmu begitu kejam?" timpal Ricard yang belum percaya sepenuhnya dengan omongan Ken.
"Benar, itu yang membuatnya beda dengan wanita lain, dia pemberani, berbahaya dan juga berhasil membuatku ingin taklukan dia," gumam Dev lalu meneguk alkohol yanh tersedia.
"Gila, kau ingin bermain-main, dalam hubungan yang serius," ucap Ricard sambil menepukkan kedua telapak tangannya.
"Apa dia mencelaikaimu tadi pagi hm? Aku lihat semuanya berjalan normal," Tanya Ken, dia jadi khawatir setelah kejadian kemaren saat mengawasi Dev, niat Villia sangat buruk sepeti ingin menewaskan Dev dalam sekejap.
"Tidak, malah dia membuatkanku sup yang lezat," jawab Dev kembali meneguk Alkohol, dia sudah habis beberapa gelas dam setengah tidak sadar.
Entah candu atau emang gairah, Dev sangat suka dengan Alkohol meski pikirannya tidak begitu stress, sekarang tubuhnya tumbang ke sandaran sofa tapi tetap memaksakan diri untuk meminum alkohol yang ada. Dev terlalu banyak minum, dia sekarang sudah tidak sadarkan diri, Ken dan Denis membawanya ke dalam kamar yang ada di base camp. Di sana ada kamar khusus untuk Dev karena dia ikut andil dalam pembangunan Base camp ini dulunya.
Tidak lama, Dev kembali sadar, kedua mata terbuka secara perlahan-lahan, dia memandang sekitar yang ternyata kamar khusus miliknya. Dev duduk di sandaran kasur sambil memegangi kepalanya yang masih pusing, Ken baru melangkah sampai depan pintu tapi langsung berbalik mendekati Dev, dia mengambilkan air putih yang ada di atas almari.
"Are you oke?" tanya Ken sambil memberikan segelas air.
"Oke, thank you brader," jawab Dev, dia memberi segelas air putih dari Ken.
"Sudah berulangkali aku ucapkan, jangan terlalu banyak, tapi kau tetap saja tak mau mendengarkan, apa telingamu masih normal hm?" ucap Ken sambil duduk di dekat Dev.
"Kau tidak mengerti kata candu? Mana mungkin candu bisa di tahan? Bodoh sekali," timpal Dev yang mulai kembali sadar, dia meminum air putih lagi sampai habis.
"Setidaknya hindari agar kau bisa mengotrol tubuhmu," tutur Ken, dia menyangga dagu dengan kedua telapak tangannya yang mengepal.
"Jangankan menghindar, melihatnya saja aku sudah tidak bisa menahan tubuhku," bantah Dev sambil turun dari ranjang, dia membenarkan jasnya dan meninggalkan Ken sendiri dalam kamar.
Di luar masih ramai dengan pasukan yang bersantai, dia duduk di tempatnya semula, bedanya, semua alkohol tidak ada, bahkan satu pun, Dev tak bisa menemukannya. Dia ingin memarahi Ken yang sudah berani mengatur hidupnya tapi jika marah di sini, yang akan di anggap salah adalah dia jadi untuk sementara Dev terdiam.
Ken datang dari dalam, dia juga duduk di tempat semula, suasana sangat ramai dengan gelak tawa para pasukan dengan yang lain membuat empat orang penting malas untuk berbicara, terutama Dev, dia paling tidak bisa berbicara di keramaian. Dev kembali berdiri dan berjalan ke belakang kursi yang Ken duduki lalu mendekatkan kepalanya di pundak Ken.
"Kau kemana kan Alkoholnya? Apa secepat itu kau membuangnya hm?" bisik Dev di depan telinga Ken.
"Di belakang, bukan membuang, tapi sudah habis semua," jawab Ken dengan bergumam agar tidak kedengaran yang lain.
"Jangan coba-coba kau berbohong, untuk hari ini aku mempercayaimu;" timpal Dev yang sudah rerlanjur curiga dengan Ken.
Dev melanjutkan jalan, dia kembali dduk di tempatnya semula sambil menuang sirup ke dalam gelas, walau hanya diam saja di sini, setidaknya ada yang membasahi kerongkongan agar tidak kering. Dev meneguk sirup yang di tuang berulang kali sambil memandang sekitar yang tidak berubah, sesekali tersenyum saat Ricard memberikan senyum padanya. Di saat seperti ini, Sev malah teringat dengan Villia yang ingin menghabisi dirinya.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LATTER [END]
AléatoireTHE LATTER, pilihan terakhir untuk selamanya, kunci akhir hidup ini, cinta dalam kebohongan itu tidak lebih baik dari cinta yang tidak di ungkapkan, tulus, untuk menjadikannya yang terakhir harus tulus agar hati tidak mudah tersakiti, dari segi keku...