Di balik pintu ruangan, Dev melangkah perlahan-lahan menuju kamar mandi yang ada dalam ruangan itu, dia melangkah tanpa suara dengan cepat dan masuk ke dalam kamar mandi, ruangan itu adalah ruangan yang biasa di pakai gengnya Villia berkumpul, kadang mereka merencanakan sesuatu di ruangan itu, Dev pernah mengintip dari dalam kamar mandi ruangan sebelumnya, saat Villia masih mengandung, mereka membicarakan tentangnya yang seakan-akan takut dengan perempuan-perempuan pengecut itu.
"Mengapa berat badanmu tidak bertambah? Kau kan belum lama melahirkan ," puji Nera memandangi tubuh Villia yang kembali ramping, dia baru bisa bergabung lagi dengan teman-temannya setelah lima hari pasca melahirkan.
"I don't know, aku hanya melakukan semua kegiatan yang ada di kelas pasca melahirkan dengan baik, sebelum akhirnya aku pulang," timpal Jhosua merangkul Villia di sampingnya.
"Kau sangat beruntung karena memiliki tubuh yang ideal, tapi jika kau keluar begini, siapa yang mengurus Vano?" Tanya Jhura yang duduk di atas sofa.
"Tentunya si Dev sialan itu," jawab Jhosua sambil merangkul Villia dari belakang.
"Benar sayang, dia pantas di suruh untuk mengurus bayi, dia kan tidak ada gunanya," timpal Vilia, dia menyunggingkan senyum ke arah Jhosua di sampingnya.
"Tidak tau diri!" Umpat Dev di dalam batin.
"Kau istri yang pintar, dia jdi berguna untuk menjaga bayimu," puji Jhosua pada Villia di sampingnya.
Emosi Dev meledak mendengar perbincangan perempuan-perempuan pengecut di dalam ruangan, dia memakai maskernya, salah satu tangannya mengambil pistol dalam saku celana, Dev menendang pintu kamar mandi, pandangan semua orang yang berada dalam ruangan tertuju padanya, mereka tidak berlari atau bersembunyi, empat wanita dengan satu laki-laki itu terdiam di tempat, tanpa aba-aba Dev mengangkat pistolnya, dia mengarahkan pada Jhosua dan menembaknya.
"Dor!"
Suara pistol melesatkan pelurunya, Jhosua hendak berbalik badan tapi peluru lebih cepat darinya, tembakan itu tepat mengenai jantungnya, dia perlahan terhuyung ke lantai, empat wanita lainnya langsung berlari keluar ruangan, Dev mengejar mereka sambil mengangkat pistolnya, menembak kepala Nera berulang kali hingga Nera terhuyung ke lantai.
"Dor!"
"Dor!"
"Dor!"
"Dor!"
"Dor!"
Seisi markas terdengar suara tembakan, tembakan itu beralih ke Jhura dan Naiya, satu tembakan mengenai kepala Jhura, perlahan Jhura terhuyung ke lantai, tembakan berikutnya mengenai punggung Naiya, tersisa Villia yang tidak terkena tembakan, Naiya terhuyung ke lantai, dia menyeret kedua kakinya ke sudut tembok, Villia berhenti berlari, dia menemani Naiya yang dalam kesulitan, sementara Dev mendekati mereka berdua, dia menodongkan pistol di depan kepala Naiya, tanpa ragu dia meluncurkan tembakan.
"Dor!"
"Dor!"
"Dor!"
Naiya terhuyung ke lantai tak bernyawa, Villia mendekatkan wajahnya dengan wajah Naiya, dia perlahan meneteskan air mata, Villia mendongak ke belakang, melihat pembunuh teman-temannya yang masih berdiri di sana , dia berdiri sambil memandang dengan lekat penjahat itu, tanpa ragu Villia memegang salah satu tangan penjahat yang memegang pistol, dia menuntun tangan itu ke kepalanya.
"Bunuh aku! Kenapa kau diam?! Cepat, bunuh aku!" Pinta Villia sambil berteriak.
"Dengan mudah kau membunuh teman-temanku, maka kau bisa membunuhku bukan?!" Imbuh Villia, dia meneteskan air mata, dia benar-benar murka dengan penjahat di depannya.
Dev membuka masker hitam yang di kenakan, dia juga melempar topi dari atas kepalanya ke sembarang tempat, Villia membeku melihat penjahat di depannya yang ternyata Dev, tidak terpikirkan olehnya bila Dev akan menjadi penjahat yang akan menghabisi semua teman-temannya, sekarang, dia tidak akan memandang siapapun, dia tidak terima teman-temannya di bunuh secara tidak hormat di depannya, Villia maju selangkah lebih dekat dengan Dev.
Dia mengangkat kerah baju Dev dan menatapnya dengan tajam, dari dulu dia dan ayanhnya memang ingin menghabisi Dev, tapi mereka belum menemukan waktu yang tepat untuk melaksanakannya, Dev tidak melawan di perlakukan seperti itu oleh Villia, dia hanya terdiam memandangi Villia di depannya.
"Kau telah menghabisi semua teman-temanku! Apa kau telah puas tuan Dev?!" ucap Villia dengan nada tinggi di depan Dev.
"No, nona Villia yang terhormat! Kau harus tau sesuatu," jawab Dev sambil menundukkan kepala.
"Apa?! Aku sudah tau semua kebusukanmu, pembunuh!! Kau tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi!" timpal Villia dengan nada tinggi, dia melampiaskan amarahnya pada Dev.
"Tenanglah dulu, mengapa kau marah padaku ketika aku menghabisi teman-temanmu? Apakah ada temanmu yang mau melindungimu saat aku menyerang kalian? Mereka bahkan hanya memikirkan dirinya sendiri, jika tidak aku tembak, mungkin kau akan menjadi yang terakhir melarikan diri dan potensimu untuk di bunuh sangat besar," tutur Dev panjang lebar.
"Aku rela di bunuh demi teman-temanku!" Jawab Villia tetap bersikeras membela teman-temannya.
"Bodoh! Dia tidak memikirkanmu apalagi keselamatanmu! Lalu, kau berani mati untuk mereka? Apa yang ada dalam pikiranmu, hm?" umpat Dev memiringkan senyum.
Villia melepaskan cengkeramannya dari kerah kemeja Dev, dia menundukkan kepala, apa yang di katakan Dev ada benarnya, tadi saja dia masih sempat melindungi Naiya tapi saat berlari, dia hampir di tinggal saking cepatnya mereka berlari, Villia mengangkat kepalanya, dia memeluk Dev dengan erat, untung saja ada Dev yang mengerti dan tidak membencinya, meski dia apalagi ayahnya memiliki niat jahat pada Dev.
Dari arah lain, Axcel datang dengan menggendong Vano, dia sepakat untuk membantu Dev menyadarkan Villia dari pergaulannya yang kurang benar, dia melihat apa yang terjadi dari ruangan lain, tapi tidak bertindak karena sudah tau akhir dari penyerangan Dev.
"Maafkan aku, aku sudah salah menilai, aku harusnya bersyukur karena mendapatkan yang terbaik sepertimu, maafkan aku belum bisa menjadi yang terbaik untukmu," ucap Villia dalam pelukan Dev, di iringi tetesan air mata dari matanya.
"You the latter in my life, kau berharga, tidak akan pernah ada yang menggantikan kehadiranmu dalam hidupku, kau ibu dari anakku, aku harus mempertahankanmu bagaimana pun itu, karena kau The latter in my life," jawab Dev membelai rambut Villia berulang kali, Villia melepaskan pelukan, dia menyunggingkan senyum lebar ke arah Dev.
"Ayah senang kalian akur, jangan pernah menghianati pasanganmu karena dia kunci dari hidupmu," tutur Axcel mendekati mereka berdua.
"Baik ayah, terimakasih banyak telah membantu Dev untuk menyadarkanku," jawab Villia beralih memandang Axcel dengan menyunggingkan senyum, dia mengambil Vano dari dalam gendongannya.
"Itu sudah kewajiban ayah sebagai orang tua," timpal Axcel menyembunyikan kedua tangannya ke belakang.
Dev mencium pucuk kening Villia lalu mencium pucuk kening Vano, dia merangkul Villia dan Axcel, mereka berjalan keluar markas secara bersamaan karena kebetulan pintunya lebar.
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LATTER [END]
DiversosTHE LATTER, pilihan terakhir untuk selamanya, kunci akhir hidup ini, cinta dalam kebohongan itu tidak lebih baik dari cinta yang tidak di ungkapkan, tulus, untuk menjadikannya yang terakhir harus tulus agar hati tidak mudah tersakiti, dari segi keku...