Kalian udah vote kan?
________________"Kamu gak bisa sembunyi dari keluargamu sendiri terus-terusan, kalau begini gimana mau hidup tenang?" Renjun berucap disela-sela kantuknya yang mulai menyerang, jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari dan ia masih setia mendekatkan ponsel di telinganya.
"Gue belum siap"
"Mau siapin mental sampai kapan? Mau sampai umur berapa? Kemarin katanya mau jadi tour guide?" Kali ini tak ada balasan lagi, hanya hening disertai suara jam dinding yang terus bergerak. Renjun tahu, gadis itu masih terjaga, Hana akan sangat diam saat sedang bingung. "Hana, mumpung Kak Rey masih cuti kerja, jadi bisa ngumpul sekeluarga"
"Iyaa, gue cuma bingung. Gue belum pernah ada di situasi kayak gini sebelumnya"
Renjun berdecak, "Memangnya kau kira aku pernah?"
"Tokoh utamanya bukan lo, yang bakal kena masalah juga bukan lo"
Renjun hanya diam, bukan karena tidak mau bicara dengan Hana lagi. Dia sangat mengantuk, sungguh. Matanya terasa berat seolah akan terpejam sebentar lagi.
"Udah ya, tidur aja sana." Sebelum Hana memutuskan sambungan teleponnya, Renjun lebih dulu menyela.
"Tour guide ya? Cita citamu berganti terus, yang keberapa ini?" Renjun tertawa pelan, "Kalau emang kamu yakin dan benar-benar ingin jadi tour guide, harusnya kamu berani dong muncul di depan keluargamu lagi?"
***
"Hadeh, nyampah mulu orang ini, pas SD posternya berjudul Save Earth, giliran gede malah jadi perusak lingkungan." Chenle lagi-lagi harus ke tempat pembuangan sampah di belakang gedung sekolahnya.
Seorang gadis berjaket hitam--yang berjarak beberapa meter di belakang Chenle--hanya mendengus, dia tahu Chenle sedang menyindirnya.
"Mau tanya dong," Chenle tak menoleh, tapi dia tahu gadis yang sedari tadi membuntutinya masih ada di belakangnya, "Kamu yang nulis semua ini? Biar apa?"
"Bukan aku" ujar gadis itu seraya berjalan mendekati Chenle, membuka tudung jaketnya dan menggerai rambut panjang yang ia miliki.
"Lalu siapa?" tanya Chenle.
"Hampir semua temen sekelasmu, gak sadar ya?"
Chenle terdiam, sepertinya ucapan gadis itu akan menjadi beban pikiran untuknya. "Kamu tahu darimana, Jiyeon?"
Gadis yang bernama Jiyeon itu menepuk pundak Chenle lalu berucap, "Sebagai orang kaya, harusnya kamu siap untuk ketemu orang-orang bermuka dua"
Chenle bergeming, matanya memandang Jiyeon datar. Gadis itu adalah kenalannya, keluarga Jiyeon masih punya hubungan bisnis dengan Ayah Chenle. "Kan aku tanya, kamu tahu darimana?"
"Saat kamu ga ada, mereka selalu membicarakanmu. Mereka tak tulus saat menanyakan keadaanmu"
Chenle hanya menanggapi dengan kekehan, dan mengomentari cara bicara Jiyeon, "Formal amat bahasamu"
"Ya maap, udah terbiasa gini, keseringan ngobrol sama anak temennya Papa"
"Hahah aku juga pernah gitu, saking seringnya ikut Papa ke acara temennya" Chenle tergelak, namun tak lama kemudian ia memandangi lembaran-lembaran kertas yang berisi kalimat kebencian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home | NCT OT23
FanfictionJika dunia mengucilkanmu, untuk apa merasa bersedih? Kau masih diterima di rumah. Makanya, pulanglah saat kau benar-benar merasa lelah. "Kalian semua tolong berjanji padaku" "Tetaplah disini untukku dan jangan pergi" -Renjun baca aja.