Cafe Mark malam itu ramai oleh canda tawa banyak orang, namun lebih didominasi oleh seruan heboh Haechan dan gelak tawa Hendery. Padahal jam sudah menunjuk pukul 10 malam, dan lampu di cafe tersebut masih menyala terang.
"Heh, jangan ngotorin meja! Nanti gue yang digebuk Mark" Seru Lucas panik.
"Eh sori, ga sengaja" Tidak sengajanya Haechan itu berulang, 5 menit lalu tidak sengaja menumpahkan teh, dan sekarang ia tidak sengaja menumpahkan saus sambal.
Lucas menghela napas lelah, lantas ia menepuk pelan bahu Haechan, "Memukulku adalah tugas Mark, tapi memukulmu adalah tugasku"
"Eits, no kekerasan ya"
"Diem, jangan ribut" tegur Jisung. Pilihannya untuk ikut belajar bareng memang sangat salah, besok ujian dimulai dan ia terpaksa harus mendengarkan ocehan Haechan semalaman. Hari ini dia kelewat sial.
"Halah, pelajaran SMA apa susahnya sih?" tanya Haechan meremehkan, dibalas tatapan sengit oleh Jisung.
"Kayak pernah berprestasi aja lu di SMA" celetuk Jeno. Ia satu sekolah dengan Haechan saat SMA, jadi tentunya ia tahu kelakuan sepupunya saat itu. Haechan itu satu-satunya orang kenalan Jeno yang malah update medsos saat mendapat nilai anjlok di ujian matematika.
"Tau gitu tadi lo langsung pulang aja, Ji. Gak usah ngobrol sampe malem segala" ujar Hana diselingi kekehan melihat wajah memelas Jisung. Kasihan sekali.
"Ya kan gue lupa kalo besok aja ujian"
Chenle menggelengkan kepalanya, sudah hafal dengan kebiasaan Jisung jika tidak ada Mark, "Mentang mentang gak ada Mark bukan berarti lo bisa semaunya sendiri. Mana bisa mimpin perusahaan kalo ujian aja masih diingetin?"
"Diem ya, Le. Lo cerewet"
"Betulan gue laporin Mark mampus lo" sinis Chenle lantas kembali menyibukkan diri dengan tumpukan bukunya, mengabaikan Jisung yang sibuk sendiri dengan penghapusnya.
Renjun yang sedari tadi menyimak pertengkaran kecil Jisung dan Chenle hanya tersenyum, lantas kembali berkutat dengan laptopnya.
"Jun, hal sederhana apa yang bisa bikin lo tetap waras selama ini?" tanya Hana, mengganti topik secaea drastis.
"Tiba-tiba banget? Kamu ngerasa mau gila atau bagaimana?"
Hana tertawa remeh, tentunya tidak, ia kan memang merasa sudah gila sejak lama. "Nggak, penasaran aja"
"Mendoan, Ibu, Bang Doy, dan kamu" jawab Renjun tanpa membalas tatapan Hana.
"Kenapa ada Bang Doyoung?"
"Kamu gak nanya kenapa ada kamu?" Renjun balik bertanya.
Hana menggeleng cepat tanpa berpikir alasannya, atau mungkin karena memang sudah tahu alasannya, "Gue cantik, dengan ngelihat muka gue aja udah bisa mengatasi stress"
"Pfft--" Felix yang tadi ikut menyimak segera menahan tawanya, "Alasan macam apa itu?"
Lirikan sinis langsung Hana tujukan pada Felix, namun dia tak mengucap apapun dan kembali menatap Renjun penasaran. Hana hanya ingin tahu mengapa dosen galak seperti Doyoung bisa membuat Renjun tetap waras.
"Bang Doy, atau yang kadang kupanggil Pak Doyoung, bukan sekadar galak, Han. Beliau itu motivasiku"
"Motivasi apaan?"
"Motivasi untuk cepat lulus, aku capek diceramahin mulu tiap ketemuan"
Renjun mengerti alasan Haechan sangat malas bertemu Doyoung kecuali saat ada kelas. Karena nasihat dosennya itu memang sudah sepanjang pidato kepala sekolah saat upacara. Sudah bagai paragraf tak berujung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home | NCT OT23
FanfictionJika dunia mengucilkanmu, untuk apa merasa bersedih? Kau masih diterima di rumah. Makanya, pulanglah saat kau benar-benar merasa lelah. "Kalian semua tolong berjanji padaku" "Tetaplah disini untukku dan jangan pergi" -Renjun baca aja.