"Biarkan aku menonjok wajahmu yang menyebalkan itu. Dasar egois! Ga tau terimakasih! Ceroboh! Sialan lu Minhyung" Sejak tadi Yangyang tak berhenti memaki Mark dengan emosi yang meluap-luap.
"Ga punya hati! Bego!"
Hey, bukankah ini keterlaluan?
Chenle hanya menyimak, tak berniat menegur Yangyang. Sedangkan Mark hanya diam saja, ia rela dimaki-maki separah apapun.
"G*blok lu!"
Aura di sekitar Mark terlihat suram, rasanya seperti baru dikutuk.
Baiklah, Yangyang sudah tidak tau harus mengatakan apa. Dia sudah berkali kali mengabsen nama binatang.
"Selamatkan Renjun atau aku akan mencincang tubuhmu dan memberikannya pada ikan piranha" desis pemuda bersurai hitam.
"Yangyang, ingat tujuan awal mu ke sini. Renjun bisa diselamatkan nanti. Jisung lebih penting" Mark mengecek arlojinya, enggan menatap Yangyang.
"Renjun teman masa kecil ku juga" Sahut Yangyang tak kalah galak. "Dia sama berharganya dengan Jisung"
"Aku tak peduli"
Yangyang melebarkan matanya.
"Mati ya mati saja, tak berpengaruh padaku" Wajah datar yang terkesan dingin itu hanya melirik sekilas pada wajah Yangyang, lalu berpaling lagi.
Kini Yangyang memandang Mark dengan sorot mata kebencian, seolah ingin mematahkan tulang seseorang yang membuatnya marah.
Dia marah, kesal, dan jengkel sekali. Tapi ia juga sedih, Mark biasanya tidak seperti itu. Dulu, dulu sekali, saat mereka masih kecil, Yangyang pernah bertemu dengan Mark. Lalu Yangyang melupakan Mark seiring usia nya bertambah.
Kepingan memori nya berkata bahwa Mark adalah orang yang baik, peduli pada orang lain, dan bijak. Mark adalah orang yang penting baginya, Mark adalah panutannya.
"Kau biasanya tidak seperti ini"
Yang dibicarakan hanya terkekeh.
"Kamu ingat padaku? Bukan sebagai saudara Park Jisung?"
"Ya"
"Astaga, Yangyang, kita bertemu saat kau berusia 3 tahun. Ingatanmu luar biasa"
Tunggu, pembicaraan mereka melenceng jauh.
"Kamu bisa cerita nanti saja, aku akan mencari Renjun. Cari saja adikmu bersama Chenle"
Dua orang itu menatap punggung Yangyang yang mulai berjalan menjauh.
"Aku membutuhkanmu, anak jenius. Karena pelaku nya adalah keluarga Suh pasti rencananya di luar dugaan"
"Kau punya otak juga, gunakanlah sesekali" balasnya ketus.
"Tidak sopan"
Mark menghela napas, lalu mengajak Chenle lanjut mencari Jisung.
***
"Doyoung, kau yakin Renjun dan Yangyang pergi ke sini?"
Doyoung mengangguk penuh keyakinan.
"Rumah ini terlihat biasa" Taeyong memandangi bangunan di hadapannya. Rumah itu sudah tua, cat tembok nya kusam dan mengelupas, tapi rumah ini sepertinya biasa saja.
"Justru karena biasa aja mereka lebih memilih menggunakan rumah ini"
Ah, alasan yang logis.
"Haechan bilang rumah yang dia maksud memang ini" Jaemin menunjukkan obrolan chat nya dengan Haechan.
"Beneran rumah ini, kok jelek?"
Doyoung mendecih, "mobilmu juga jelek"
"Itu mobil peninggalan kakekku"
Maklum, mobilnya memang sudah tua dan mudah rusak. Tapi masih bisa digunakan.
"Bisa bisanya kamu mengajak Hyerin jalan jalan menggunakan mobil ini" sindir Doyoung.
Taeyong tersenyum jengkel mendengar nya. "Hyerin pacarku, kamu tak berhak mengomentari kami"
"Hyerin sahabatku, kamu ga tau diri mengajaknya mendorong mobil ini saat mogok"
"Kamu— uh, dasar Kim Doyoung" Taeyong mengusap wajahnya kesal. Tak ada gunanya berdebat dengan Doyoung.
"Sudah selesai adu mulut?" Tanya Jaemin, melahap cilok yang tadi ia beli saat menunggu Taeyong dan Doyoung berseteru.
"Dah" jawab Taeyong singkat.
Bagus, jika Doyoung dan Taeyong sudah bertengkar seperti ini, Jaemin rasanya seperti sedang mengurus dua bocah ingusan yang kerjaannya cuma ribut. Siapa sih dongsaeng nya?
"Udah dong, jangan diem dieman gini, Hyerin nuna mending buat aku aja"
Taeyong langsung menoleh, menatap seolah akan membuang Jaemin ke laut, "Si bocil mulai kurang ajar"
"Na Jaemin, mahasiswa populer tapi tidak terlalu cerdas secara akademik. Jago dalam bidang olahraga dan memiliki sifat lembut serta penyayang. Na, saya bisa dengan mudah membuat mu jera karena bersikap kurang sopan"
Jaemin menelan ludah mendengar penuturan Doyoung, ia lupa jika Doyoung adalah dosen pembimbing nya. Mungkin karena usia Doyoung yang masih muda, mereka menjadi akrab dan melupakan formalitas.
"I-Iya pak"
***
"Johnny hyung, jika kakakku benar-benar kesini menolongku, bisakah kamu kabur saja?"
Johnny menoleh, berhenti memainkan ponselnya, wajahnya seperti meminta penjelasan lebih.
"Kau tidak lupa kan jika kakakku pernah berlatih menggunakan senjata? Dia orang yang pendendam dan tak kenal belas kasihan pada musuhnya"
"Park Minhyung, ya? Anak itu sudah tumbuh dewasa" Johnny terkekeh. Terakhir kali mereka bertemu, Mark masih kelas 6 SD.
"Aku sungguh sungguh"
Johnny kembali tertawa, bodoamat dengan peringatan Jisung. Mati ya mati saja, apalagi di tangan Park Minhyung, itu suatu kehormatan. Sepertinya Johnny menjadi sedikit gila.
"Ah ngomong ngomong, matamu bagaimana? Apa masih sakit?"
"Lihatlah sendiri"
Johnny menutup mata kanan Jisung, membiarkan mata kirinya. Lalu Johnny melambai-lambai di depan mata Jisung. Jisung tak merespon.
"H-Hah? Kamu beneran gak bisa liat? Mata kirimu…"
"Tau sendiri kan? Buta" ketus Jisung.
"Galak sekali"
Jisung menghela napas lalu membatin,"anjing lah, yang bikin buta juga siapa".
KAMU SEDANG MEMBACA
Home | NCT OT23
FanfictionJika dunia mengucilkanmu, untuk apa merasa bersedih? Kau masih diterima di rumah. Makanya, pulanglah saat kau benar-benar merasa lelah. "Kalian semua tolong berjanji padaku" "Tetaplah disini untukku dan jangan pergi" -Renjun baca aja.