16

1.2K 181 14
                                    

"Lo bentar lagi ketemuan sama kakak gue kan? Berarti kita pisah disini ya, gue juga ada urusan"

Renjun mengangguk, jam tangan nya menunjukkan bahwa ia harus pergi beberapa menit lagi.

Ping!

Percakapan mereka dihentikan oleh suara notif handphone Hana. Alisnya terangkat setelah membaca pesan dari nomor tak dikenal itu.

"Kenapa?" Renjun yang menyadari perubahan ekspresi Hana menjadi semakin penasaran.

"Cuma kamu satu-satunya yang bisa menolong ku. Gedung xx kota Seoul, jam 3 sore. Jisung dan Chenle ada bersamaku. Bawa senjata apapun dan jangan datang sendirian.

-Anak dari si pengkhianat"

"Jisung dan Chenle?"

Gadis berambut sebahu itu menggigit bibirnya pelan, Hana kan cuma bawahan Mark, hal seperti ini bukan urusan nya.

Tepat saat Hana hendak mengetik balasan, telepon dari seseorang sudah lebih dulu menghentikan nya.

Kali ini dari Yangyang.

"Yangyang?" Renjun yakin yang dimaksud disini adalah Liu Yangyang, jadi benar dugaannya jika Yangyang memang tau banyak hal.

"Hey, kamu masih hidup?" Sapa Hana sesaat setelah telepon tersambung.

Terdengar suara 'ck' dari seberang, "Apa itu sambutan terbaik untuk seseorang yang sudah menolong mu?"

"To the point aja, Lo mau apa?"

"Gue dapet pesan aneh yang bicarain tentang Jisung dan Chenle-"

"Iya gue juga" gumam Hana.

"Hah? Lo juga? Gue diboongin njir, katanya cuma gue yang bisa nolong"

Yangyang menghela napas, "Oke, gue gak perlu ceritain lagi karena Lo pasti udah tau isi pesannya. Intinya gue mau ngajak lo dan yang lain ke gedung itu"

"Gila ya?"

"Nggak"

Hana mendengus, "ini bukan perintah bos, artinya ini bukan tugas gue"

"Emang gaada hati lu. Gue serius. Ajak yang lain ke sana. Hyunjin, Sungchan, Lucas, Hendery, siapapun. Gue yakin mereka cuma lagi lesehan hari ini"

"Tapi kan-"

Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Yangyang segera menyela Hana, "Gue janji mereka gak akan kenapa-napa. Gue udah tau masalahnya, harusnya gak akan separah itu. Percayalah"

***

"Kemana sih anak itu!?"

Suara bentakkan itu membuat suasana lorong rumah sakit semakin suram, ditambah suara isak tangis yang memilukan.

"Ugh, dasar.."

Pria bermarga Huang itu terduduk di lantai dengan telepon genggam yang masih berusaha terhubung dengan putra sulungnya.

"Ponselnya tidak aktif, anak itu sebenarnya sedang apa?"

Kedua netranya menatap seorang gadis kecil yang terbaring dengan infus di tangannya.

Pemandangan yang menyakitkan untuk dilihat dari seorang anak kecil tanpa dosa.

***

Home | NCT OT23Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang