"saya bener bener gak ngerti maksud kamu loh"
"Gak usah berlagak sok gak ngerti. Dipengadilan X di kota saya dua tahun lalu bulan september dan ada kak nara disana. Anda cukup mengingat aja di kapan kalian keluar kota bersama saat itu"
Orang itu terdiam. Mungkin ia sedang mencoba mengingat kejadian masa lampau yang aku sebutkan itu "ah saya ingat. Saya memang pernah mengajak nara ke pengadilan itu karena klien saya dari daerah tempat tinggal kamu itu"
"Bagus kalau ingat. Klien yang menabrak anak anda sendiri bukan!?"
"Bukan, bukan. Saya yakin itu klien perceraian"
Aku menatapnya untuk mencari jejak jejak kebohongan yang mungkin sedang ia lakukan lagi tapi lagi lagi aku tak menemukan yang aku cari.
"Apa anda pikir saya percaya begitu aja? Orang tua anda sendiri aja dibohongin apalagi saya yang bukan siapa siapa!"
"Kamu, mamanya khalif" tawa ku langsung menyeruak begitu orang itu mengatakan hal konyol.
Mamanya khalif.
Ia benar benar tidak bisa ditebak. Mungkin ia mengira aku akan tersentuh dengan kata kata manis yang coba ia lontarkan tapi kenyataannya aku malah dibuatnya jijik dengan ucapan itu.
"-- apa susah bagi kamu untuk memaafkan saya?" Lanjutnya.
Aku membuang nafas ku pelan. Sepertinya telinga orang ini tidak sedang berfungsi dengan baik mengingat ia bahkan tak mendengar apa yang ku katakan sebelumnya "saya sudah memaafkan anda tapi mohon maaf, gambaran anda dipengadilan itu dan pelaku dijatuhi hukuman yang ringan, belum bisa saya lupakan"
"Apa yang bisa saya bantu?"
"Menjauh dari saya"
"Tapi saya mau menebus kesalahan saya sama kamu"
"Saya rasa anda cukup pintar untuk tau maksud perkataan saya"
Tak tahan lagi. Akhirnya aku beranjak menjauh darinya untuk segera pulang dari rumah yang membuat ku harus membuka kenangan masa lalu itu.
Entah aku tak tau apa yang ada dipikiran orang itu. Tatapan matanya serta kata kata penyesalannya seakan nyata tapi apakah ia lupa ini sudah lebih dari tujuh tahun sejak kejadian perceraian kami dan ia baru mengatakan menyesal? Apa ia waras?
.
"Noh" ucap namira sedikit berteriak tak kala melihat siapa yang memasuki toko kami.
Namira saja sudah kesal melihat siapa yang datang apa kabar dengan aku? Sudah muak sepertinya.
Orang itu datang lagi. Ia sukses mengacaukan hari ku terhitung sudah satu minggu lebih sejak kedatangan ku ke rumahnya. Apa singkatan dari pengacara yang tersemat dalam namanya itu pengangguran banyak acara ya?
Aku yang memang tak ingin berbicara dengannya hanya menatapnya malas "kamu sudah makan belum? Ini saya bawakan makanan dari mama" katanya sambil meletakkan paper bag dimeja didepan ku.
"Saya sudah makan. Lebih baik anda makan sendiri" jawab ku dingin tanpa menatapnya.
Ku dengar helaan nafas dari bibirnya. Aku tau orang itu pasti lelah akan sikap penolakan ku selama ini. Aku pun sadar betul bahwa sikap ku padanya selama ini memang sedikit keterlaluan. Aku ingin ia berhenti menemui ku. Hanya itu tapi nyatanya sikap ku yang sudah jahat ini masih belum mempengaruhinya untuk menjauh dari ku.
"Ya sudah kalau memang gak mau gak papa. Temen kamu pasti belum makan. Saya tinggal disini ya makananya. Saya kerja dulu" ucapnya sambil berlalu.
Tanpa dikomando mata ku langsung menatap punggung yang makin lama makin menjauh itu. Punggung yang dulu selalu tegak itu sekarang sedikit turun, seakan ada beban berat dibawah sana yang membuatnya tak bisa tegak.
Orang yang dulu ku kenal dengan dinginnya, kakunya, dan sikap seenaknya berubah dalam sekejap menjadi sedikit lembut. Sikap yang tak pernah ia tunjukkan pada ku saat aku masih menjabat menjadi istrinya.
Kenapa tidak dulu saja anda tunjukkan sikap itu.
Mungkin kalau seandainya dulu kita bisa bersikap lebih baik seperti saat ini, aku mungkin tak punya alasan untuk menyerah akan semuanya. Mungkin mimpi ku masih bisa ku gapai.
Mimpi mempunyai keluarga yang bahagia dan menikah hanya sekali.
Tapi,
Semua mimpi itu sudah hancur dan orang itu penghancurnya.
Bukan kah seharusnya orang itu sadar bahwa apa yang sudah ia hancurkan dulu gak akan bisa kembali seperti semula? Selalu ada bekas walaupun mungkin bisa disusun ulang. Dan bekas itu akan ada selamanya tanpa bisa ditutupi atau dihilangkan.
Mungkin kalau dulu aku masih bisa memaafkannya ah atau memang harus memaafkannya sebagai seorang istri tapi kali ini boleh kah aku sedikit egois untuk diri ku sendiri?
Ketakutan akan disakiti lagi dan diperlakukan buruk masih menghantui ku walaupun saat ini tak ada lagi sikap buruknya yang ku lihat. Hanya sedikit menyebalkan karena selalu datang seenaknya saja.
"Ngelamun lagi?" Tepukan namira di pundak ku menyadarkan ku dari lamunan panjang. Aku tak menyadari namira sudah berdiri disamping ku sambil melipat kedua tangannya didepan dada.
"Apa mir?" Tanya ku tanpa beban.
"Kasih ketegasan biar dia gak datang lagi" senyum di bibir ku seketika lenyap mendengar penuturan saran dari namira.
Kurang tegas bagaimana lagi aku menghadapi orang itu. Aku menolaknya berkali kali tapi orang itu seakan tak pernah lelah untuk tetap mendekat pada ku. Apa harus ku luncurkan kata kata tak berperasaan padanya? Apa tidak terlalu jahat apabila ku lakukan itu?
"-- kamu butuh orang lain ae buat ngebuat orang itu menjauh" kening ku berkerut tanda tak mengerti apa yang namira katakan "buat dia tau kamu sudah memiliki orang lain yang akan membuat kamu lebih bahagia daripada sama dia"
Ah... Aku akhirnya paham apa yang namira katakan. Membuatnya pergi dengan mendatangkan orang lain kan?
"Tapi kan kamu tau aku gak lagi deket sama siapa siapa mir"
"Tau kok. Paham malah"
"La terus?" Mungkin hanya perasaan ku atau bagaimana ya, sepertinya namira hari ini penuh teka teki. Rasanya ucapannya selalu digantung, tidak langsung pada poinnya saja.
"Taaruf misalnya"
Taaruf? Aku tidak salah dengar bukan?
.
.
.
17062021
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Seindah Mimpi - End
Romancekesalahan kita dulu pernah membuatku bermimpi indah tapi itu tak bertahan lama.. dan sekarang, tiba tiba kamu datang menawarkan mimpi serupa?