Kejutan dihari pernikahan ku sungguh membuat ku shock. Bagaimana tidak saat sedang asik di rias di gedung tempat ku akan menggelar pesta tiba tiba tante ambar menerobos masuk dan memeluk ku sangat erat. Dan tante ambar tiba tiba menangis di pundak ku.
"Iqis gak sayang mama? Iqis kenapa nikah sama yang lain? Iqis sudah gak mau jadi anak mama?" Banyak sekali rentetan kalimat yang menyesakkan dada keluar dari mulut wanita yang sudah melahirkan orang itu.
Padahal di ruangan itu tak hanya ada aku dan perias saja tapi juga ada ibu dari calon suami ku dan namira serta mbak rara yang sedang menunggu ku di dandani. Entah nanti aku harus menjelaskan pada mereka seperti apa terutama ibu mertua ku, ibu dari mas dafa.
Jangan tanya lagi bagaimana perasaan ku saat ini. Sejujurnya aku tak tau apa yang harus ku lakukan terlebih perasaan ku saat ini. Melihat tante ambar menangis seperti ini membuat ku tak tega dan tak bisa dipungkiri bahwa sisi kecil hati ku meronta.
Aku sudah ikut tergugu sejak tadi pertama kali tante ambar datang dan mengungkapkan semua isi hatinya. Aku bahkan mempertanyakan seberapa banyak tempat ku di hidupnya sampai sampai tante ambar harus seperti ini.
"Ma..." Tak sanggup rasanya aku memanggil tante ambar dengan sebutan itu lagi, panggilan itu terlalu membekas untuk ku dan mungkin tak baik untuk tante ambar "iqis minta maaf" akhirnya hanya permohonan maaf ku yang bisa ku ungkapkan.
Tante ambar mengurai pelukan kami. Ia menatap manik mata ku dalam seakan sedang mencari tau apa yang sedang aku rasakan "apa ini bener bener jalan yang iqis mau?"
Seketika senyum yang sedari tadi ku paksakan mendadak luntur saat tante ambar menanyakan keputusan ku.
Apakah ini yang ku mau?
Pertanyaan yang belum sempat ku tanyakan sendiri pada diri ku.
Apakah ini benar benar yang aku mau? Apakah setelah ini ada jaminan aku bahagia? Apakah aku yakin memilih mas dafa untuk teman seumur hidup ku? Apakah aku bisa membuka hati ku untuk mas dafa? Apakah mas dafa bukan pelarian ku saja?
Aku dilema.
Tak ada satupun pertanyaan itu yang bisa ku jawab dengan lantang. Semua terasa abu abu. Aku tak tau didepan sana abu abu itu akan menjadi apa, apakah hitam ataukah putih, entahlah.
"Mama gak akan memaksa iqis kalau memang iqis bahagia" rasanya ingin berteriak kencang sekencang kencangnya saat ini.
Kenapa mereka selalu mempertanyakan bahagia pada ku. Apakah senyum ku masih kurang lebar saat berhadapan dengan mereka? Apakah mereka mengira aku hanya main main saja?
Aku tak sengaja menemukan nama "mas dafa" itu dalam tidur ku, didalam mimpi ku.
Bermimpi bertemu dengan seseorang yang menolong ku saat aku jatuh kedalam jurang, menolong ku dan merawat ku, orang itu ya mas dafa.
Dafa andrian putra. Nama yang tercetak jelas bersanding di kartu undangan yang ku berikan orang itu beberapa waktu lalu.
Lelaki yang meminta bantuan mas abdul, suami mbak rara untuk dikenalkan dengan wanita yang sudah siap menikah dan mas abdul memilih ku untuk dikenalkan pada temannya itu.
Awalnya aku menolak untuk dikenalkan. Bukan tanpa alasan, tapi memang status ku dan keadaan ku saat ini tidak membuat ku merasa bahwa aku pantas untuk bersanding dengan orang lain. Namun ternyata itu yang menjadikan alasan mas dafa ingin mengenal ku lebih. Ia bahkan tidak peduli status ku yang pernah menikah dan punya anak. Untuknya, selama aku mau mengarah yang lebih baik dengannya, ia tak akan mempermasalahkan itu.
Calon ibu mertua ku, bu hima pun juga berfikir yang sama. Katanya status yang ku sandang sekarang itu hanya status tidak akan mempengaruhi sifat seseorang. Itulah alasannya menerima ku menjadi menantunya.
Tapi tak semua masa lalu ku memang ku ceritakan. Aku hanya bercerita aku pernah gagal dan punya anak dari mantan suami ku, hanya itu. Selebihnya tentang lika liku nya hidup ku tak pernah ku buka dihadapan mas dafa atau ibunya.
Aku punya alasan untuk tidak menceritakan semua walau seharusnya aku harus terbuka secara keseluruhan, entah mengapa aku belum percaya diri untuk itu. Namun aku sudah berjanji akan menceritakannya pada mas dafa suatu hari kelak.
Tiba tiba aku merasakan elusan pelan dipunggung ku. Reflek aku langsung berbalik dan ku dapati ibu mas dafa sudah berdiri disana dengan senyum yang sulit diartika.
Apa yang harus ku katakan? Haruskah ku buka semuanya sekarang?
"Perkenalkan saya hima, mamanya dafa" sapa ibu mas dafa pada tante ambar.
Tante ambar tidak menyambut uluran tangan ibu mas dafa melainkan langsung menyambutnya dengan pelukan "saya mamanya iqis" cicit tante ambar pelan tapi masih bisa terdengar diruangan ini.
Setelah saling melepaskan diri. Dua wanita yang sudah tidak muda lagi itu saling berdiri bersebelahan "bukannya aeri sudah jadi yatim piatu?" Pertanyaan bu hima membuat ku terpaku.
"Saya mamanya bilqis dari mantan suaminya" bukan lagi aku yang menjawab tapi jelas suara tante ambar itu.
Ibu mas dafa mengangguk anggukkan kepalanya tanda ia mengerti kenapa wanita disampingnya ini langsung menangis saat tau bahwa aku akan menikah dengan anaknya.
"Mama... " Suara orang itu sudah menggema di sudut ruangan. Ia lalu berjalan mendekat ke arah kami "mama ngapain disini? Napier cari cari loh. Maaf ya mama ngeganggu kamu" ucap orang itu sambil bergantian memandang tante ambar dan aku.
Aku hanya tersenyum menanggapi omongannya. Aku tak menyangka akan bertemu dengannya lebih dulu ketimbang mas dafa, padahal jelas jelas riasan ku untuk pernikahan ku dengan mas dafa harusnya mas dafa duluan bukan yang melihatnya bukan lelaki lain.
"Ma ayo keluar. Temani napier"
"Tapi nap.."
"Ayo ma. Bilqis butuh siap siap. Acaranya mau dimulai" potong orang itu begitu akan mendengar alasan tante ambar tetap disini.
Tante ambar memandang ku sejenak lalu memeluk ku singkat "iqis harus bahagia ya nak. Maafin mama ya" Salam perpisahan yang tante ambar ucapkan begitu menyesakkan, bahkan setelahnya aku hanya diam melihatnya dibawa pergi oleh orang itu.
Harus bahagia. Iya aku harus bahagia.
Selang satu jam setelah kunjungan tak terduga dari tante ambar akhirnya aku mendengar banyak orang diluar sana berucap kata "sah" yang menandakan aku sudah resmi menjadi seorang istri. Rasanya kupu kupu di dalam perut ku berterbangan dan menggelitik, membuat ku tak bisa menahan senyum ku.
Namira, mbak rara serta ibu langsung memeluk ku begitu erat. Walau kami diruangan itu tidak bisa melihat prosesi ijab qobul namun itu semua tidak mengurangi rasa bahagia kami terutama rasa bahagia ku telah menyandang status baru ku "selamat ya sayang" ujar ibu sambil mencium pelan kening ku, tak lupa aku mencium tangannya dengan khidmat dan berterima kasih telah merelakan anak lelakinya untuk hidup dengan ku.
.
.
.
27062021Haii guys... Sudah kenak prank kah? 🤭
Maap maap ya... 🙏
Itu latihan ya, soalnya memang cerita ini gak banyak part jadi mungkin beberapa bab lagi sudah akan tamat... 🤭
Makasih banyak ya...Enjoy
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Seindah Mimpi - End
Romancekesalahan kita dulu pernah membuatku bermimpi indah tapi itu tak bertahan lama.. dan sekarang, tiba tiba kamu datang menawarkan mimpi serupa?