TSM 18

2.9K 215 6
                                    

Senyum kecil terbit disudut bibir ku tak kala melihat nama ku tercetak jelas di kertas berbatik cantik ini. Nama ku dan nama jodoh ku.

Memang akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi kesendirian ku karena banyaknya masalah yang akhir akhir ini ku hadapi. Pilihan untuk tetap menjomblo bukan pilihan yang tepat, aku rasa.

Menyembuhkan trauma akan masa lalu hanya bisa dilakukan dengan dua jalan. Memberikan kesempatan ke dua kepada seseorang di masa lalu untuk menebus semuanya dan membaiki mimpi mimpi yang sudah sirna atau membuka hati untuk orang baru dengan harapan tidak akan tersakiti seperti di belakang dulu.

Awalnya memang ragu mengambil jalan ini tapi karena banyaknya dukungan dari orang orang terdekat yang menginginkan ku bahagia akhirnya aku berani melangkah dan mencoba melupakan semuanya walau butuh waktu.

"Ae ayo katanya mau siap siap untuk foto?" Ucapan namira membuyarkan lamunan ku.

Aku tersenyum ke arahnya. Hari ini memang kegiatan ku super sibuk. Mengingat hari bahagia ku akan segera datang "bentar dong. Aku beres beres kerjaan dulu"

"Ae bisa gak sih kerjaan itu aku aja yang pegang untuk deket deket ini. Kan dulu kayaknya aku gak kayak gitu deh waktu mau nikah, makin gila kerja. Harusnya tuh makin deg degan ae" protes namira pada ku.

Ahh... Aku lupa  menceritakan bahwa namira sudah menikah satu bulan yang lalu dan dari yang ku lihat ia cukup bahagia dan menikmati perannya barunya sebagai istri.

Aku jadi membayangkan bagaimana nanti aku memerankan peran istri dengan suami ku. Hahaha. Membayangkannya saja sudah membuat perut ku tergelitik.

Brak!!

Pintu toko yang di buka dengan kasar oleh seseorang yang sepertinya sedang emosi membuat ku langsung mengalihkan pandangan ku ke arah pintu.

Langkah tegap dan tergesa, masih dengan kilatan amarah yang jelas tercetak di wajahnya, orang yang membuka pintu itu mendekat ke arah ku.

Dengan segera ku ulurkan tangan ku dengan undangan batik yang bertuliskan nama ku jelas disana. Tak banyak berkata ia langsung merebut paksa undangan itu dan langsung merobeknya menjadi serpihan kecil lalu dengan emosi ia melemparkannya ke lantai.

"Gak perlu!!" Teriaknya lantang membuat namira langsung pasang badan untuk ku namun langsung ku cegah karena percuma melawan emosi dengan emosi.

"Hanya undangan" ujar ku cuek.

"Untuk apa? Mau pamer kalau kamu bahagia?"

"Enggak. Buat apa pamer sama orang yang bahkan tidak punya itu!" Entah keberanian macam apa yang tiba tiba masuk ke dalam badan ku, yang jelas aku seharusnya tidak bersikap sekejam ini.

"Kamu!"

"Kenapa kak? Salah kalau seandainya iqis mau bahagia?"

Iya, orang sudah menerobos masuk ke toko ku dengan penuh amarah itu adalah kak nara, sahabat orang itu dan mantan tunangannya.

"Kamu bukannya sudah berkali kali kakak kasih tau jangan pernah mendekati napier lagi?! Tapi kenapa sekarang malah sok sok an ngasih kakak undangan?!" Kening ku berkerut mendengar penuturan kak nara.

"Bukan kah berkali kali iqis bilang bukan iqis yang mendekatinya tapi dia yang selalu mendekati iqis" ucap ku geram. Bagaimana tidak sepertinya sudah dari awal aku mengatakan bahwa aku benar benar tidak mendekati orang itu.

"Tapi kamu membuka cela kan? Kalian bahkan terlalu sering bersama!"

Ku hembuskan nafas pelan untuk meredam gemuruh amarah didada ku. Aku kehabisan akal untuk menjelaskan kepada orang yang lebih tua di hadapan ku ini.

Tak Seindah Mimpi - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang