Problems and Completion (14)

1K 129 18
                                    

Author POV

Dengan cengkraman yang cukup keras Seokmin menarik Yuju ke sebuah sudut sekolah yang jarang di lalui oleh para siswa dan juga guru. Ia menghempaskan genggamannya karena Yuju sudah merintih kesakitan.

"Maksudmu apa Yuju?! Kenapa kau tiba-tiba menyetujui perjodohan ini?!"

"Ma-maafkan aku.."

"AKU TAK BUTUH MAAF! YANG KUBUTUH PENJELASANMU!"

Seokmin membentak Yuju dengan suara yang cukup lantang, yang mampu membuat Yuju terkejut dibuatnya. Yuju masih belum membuka suaranya, ia hanya menangis menahan isakannya.

Seokmin menetralkan nafasnya, dan memejamkan matanya. Dia tau, dia tak seharusnya membentak Yuju seperti itu. Dengan suara yang lebih tenang, akhirnya Seokmin bertanya lagi kepada Yuju.

"Jelaskan padaku, Yuju."

Dengan air mata yang menetes, Yuju akhirnya membuka suaranya.

"Aku tidak punya pilihan lain, Seokmin. Appaku sudah sakit-sakitan. Appa...bisa saja pergi menyusul Eommaku secara tiba-tiba. Aku terus menolak setelah pulang makan malam dari rumah mu. Kemudian appa ku bilang bahwa, penyakitnya semakin parah. Aku hanya ingin membuatnya bahagia, Seokmin. Aku tidak tau sampai kapan appa akan menemaniku di dunia ini.. jika kau di posisiku, kau juga pasti akan mengerti perasaanku seperti apa saat ini.."

Air matanya semakin mengalir deras saat menceritakan tentang kondisi appanya. Seokmin pun melunak, dia tau sebetapa sayangnya Yuju pada appanya.

"Lalu bagaimana dengan kuliahmu? Kalau kau di jodohkan denganku, maka impian mu untuk berkuliah akan hilang."

"Aku... aku... tidak kuliah."

"Lalu bagaimana dengan Yoo Han?"

"Aku... aku... putus dengannya.."

Setelah mengucapkan itu, isakan yang sedari tadi ia tahanpun mulai terdengar. Dari isakannya, Seokmin tau bahwa Yuju sangat sulit untuk melepaskan Yoo Han.

Ia merasa iba pada Yuju, ia memeluk Yuju dan membiarkan sahabatnya menangis sekencang-kencangnya, mengeluarkan rasa kesedihan, kekecewaan, dan penyesalan yang menjanggal pada hati gadis muda itu.

.

.

.

Di sisi lain, Jisoo tengah berada di tokonya. Dengan gembor mini di tangan kanannya dan tak lupa dengan senyum manisnya yang tak pernah hilang sedari tadi. Dia mengingat kejadian saat Seokmin dan dirinya menyatakan perasaan mereka satu sama lain.

Jisoo ingat persis, bagaimana Seokmin mengelus pipinya pelan setelah hampir membuat Jisoo kehabisan nafas. Setelahnya, mereka tidur di sofa sambil berpelukan hingga pagi hari. Bahkan baju Seokmin pun masih tertinggal apartemen Jisoo. Jisoo sudah mencucinya dan nanti akan dia berikan pada Seokmin jika mereka bertemu.

Senyuman Jisoo luntur saat ada seseorang yang masuk ke dalam tokonya.

"Eomma..."

Eommanya Jisoo langsung menarik tangan Jisoo dan mendudukannya pada kursi, dan dirinya pun duduk di hadapan Jisoo.

"Kau berbuat ulah apa lagi pada Hyun Jae, Jisoo?"

"Hyun Jae? Do Hyun Jae?"

"Iya, memang siapa lagi kalau bukan dia."

"Aku tidak melakukan apa-apa eomma."

"Jangan berbohong, Jisoo. Hyun Jae bilang pada Eomma bahwa kau menolaknya dan menyiramnya dengan air.
Hhh.... sudah, eomma carikan yang lain saja."

"Aku tidak mau, eomma."

Untuk pertama kalinya Jisoo menolak keinginan eommanya.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak mau di kenalkan dengan kenalan eomma lagi."

"Tidak ada penolakan, Jisoo!"

"Eomma.."

BRAK
Eomma Jisoo mengebrak meja, hingga membuat beberapa vas bunga di atas meja itu ikut bergetar.

"Eomma melakukan ini agar kau mendapatkan pasangan yang cocok untukmu, eomma tidak mau kau gagal seperti eomma!"

"Aku bisa mencarinya sendiri, eomma."

"Tidak, kau tidak bisa."

"Apa eomma pernah memberi ku kesempatan untuk melakukannya sendiri? Bagaimana eomma bisa mengatakan aku tidak bisa jika eomma saja tidak pernah memberiku kesempatan?"

"Hong Jisoo!"

"Eomma ku mohon! Aku lelah.. seperti ini terus!"

Dengan suara yang sedikit keras, ia mengucapkanya, berharap eommanya mau mendengarkannya, setidaknya sekali ini saja.

"Eomma... kau dengar dari Hyun Jae bahwa aku menolaknya dan menyiramnya dengan air di restoran itu. Iya, aku memang melakukannya. Tapi apa eomma pernah bertanya padaku, mengapa aku melakukan itu?"

Eommanya Jisoo masih diam menatap Jisoo dengan amarah. Sedangkan Jisoo sedang mati-matian menahan air matanya agar tidak terjatuh.

"Dia mengatakan bahwa aku materialistis, dia bilang aku sialan dan dia hampir menamparku didepan banyak orang!"

Mata eommanya Jisoo membelalak karena tak percaya.

"Dia Do Hyun Jae yang eomma kenal. Orang yang baik di depan eomma, tetapi memperlakukan ku seperti itu."

"Bukan hanya dia saja, tapi orang kenalan eomma yang sebelum-sebelumnya juga begitu. Aku tak pernah mengatakan ini karena aku tau, eomma akan mempercayai mereka yang merupakan orang asing di bandingkan aku, anakmu sendiri."

Rasa amarah yang tadi ada didalam diri Eommanya seketika menghilang, saat ia mendengarkan anaknya menceritakan keluhannya untuk pertama kalinya sama 22 tahun dirinya hidup sebagai ibunya Jisoo.

"Eomma selalu mau aku mendapatkan yang sempurna. Tapi di dunia ini tidak ada yang sempurna, eomma. Eomma takut aku disakiti, tapi tanpa eomma sadari... caramu sudah sangat menyakitiku."

Kata-kata itu,
'Eomma takut aku disakiti, tapi tanpa eomma sadari... caramu sudah sangat menyakitiku.'
Juga membuat hati eommanya Jisoo sakit. Dia tak percaya, bahwa dirinyalah yang menyakiti anak satu-satunya.

"Eomma, biarkan aku memilih pilihanku. Seadainya aku gagal, setidaknya aku tidak menyesal karena itu sudah menjadi konsekuensinya dan aku tak akan menyesal. Setidaknya aku bisa belajar dari kegagalanku."

"Kumohon eomma, biarkan aku menjalankan hidupku sesuai dengan keinginanku."

Runtuh sudah pertahanan eomma Jisoo saat mendengar anaknya memohon seperti itu. Ia sadar akan kesalahannya. Tak seharusnya Jisoo merasakan semua ini.

Eomma Jisoo memeluknya dan membisikan kata-kata di telinga Jisoo.

"Maafkan eomma... maaf jika selama ini eomma egois."

Jisoo membalas pelukan eommanya dengan erat. Ia merasa lega, karena beban di hatinya sudah hilang.



Their Story -Seoksoo-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang