Sepuluh: Perdebatan

191 19 0
                                    


"Berdebatlah!Sesekali kita membutuhkannya agar hubungan menjadi semakin erat."

"Yank?" Gun memanggil istrinya yang masih sibuk menatap layar ponsel, sementara yang dipanggil hanya merespons dengan mengangkat alis tanpa mengalihkan pandangan dari  layar petak di tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yank?" Gun memanggil istrinya yang masih sibuk menatap layar ponsel, sementara yang dipanggil hanya merespons dengan mengangkat alis tanpa mengalihkan pandangan dari layar petak di tangan.

"Yank, dari bulan lalu aku lihat paket nggak berhenti datang." Gun meletakkan sendok-garpu di piring lalu membetulkan letak kacamatanya.

"Terus?" tanya Fia santai tanpa menoleh.

"Kamu beli apa aja sih, kok nggak selesai-selesai?"

Kali ini Fia meletakkan ponsel dan menatap suaminya. "Aku beli semua yang aku mau buat di Minseok-ui Bang. Pernak-pernik, merch kpop, camilan, pokoknya apa aja biar aku betah di sana. Keberatan?"

"Tapi ini udah banyak banget, Yank. Hampir tiap hari, lho, paketnya datang."

"Kamu tenang ajalah, aku nggak pake tabungan kita, kok. Gini-gini, aku kan penasehat keuangan Papa untuk handle semua masalah finansial warung bakmi sama mini market."

"Bukan masalah uangnya dari mana, Yank," ujar Gun dalam nada gusar yang berusaha disamarkan. "Borosnya itu, lho. Kalau-"

Gebrakan meja menghentikan kalimat Gun. Fia beranjak dari kursi makan, mengemasi perabotan makan, lalu meninggalkan suaminya yang masih tergamang.

Gun terkesiap dan bergegas mengejar istrinya ke kamar. Di sana, dilihatnya Fia terlungkup di atas kasur dan menangis. Ditunggunya hingga Fia merasa lebih baik dan memastikan bisa ditinggal berangkat kerja. Syukurnya, tangis Fia kali ini cepat mereda. Dia meminta Gun mengerti bahwa fangirling membuatnya bahagia dan mengesampingkan depresi yang dirasakan, berada di Minseok-ui Bang membuat hari-harinya terasa lebih ringan, yang tentu saja semua itu membuat Gun melunak dan memaklumi.

Langkah Gun terasa berat meninggalkan istrinya sendirian di rumah, akan tetapi tanggung jawabnya di kantor menanti. Memanggil ibunya mungkin akan membuat keadaan semakin runyam. Namun, memanggil ibu mertua juga bukan tindakan yang bijak di mata Gun. Dia menggosok muka dengan kasar lalu pergi tanpa melakukan apa-apa untuk sang istri.

Meninggalkan Fia setelah kejadian tadi pagi membuat Gun resah di kantor. Berkali-kali dia mengambil ponsel ingin menghubungi sang istri, tetapi urung dilakukan karena bisa saja malah dianggap berlebihan.

Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa istrinya terus membelanjakan uang demi pernak-pernik yang tidak digunakan. Terakhir kali memasuki kamar keramat istrinya, Gun melihat hoodie dan topi baseball hitam tergantung di dinding. Saat iseng memintanya dari Fia, sang istri malah dengan histeris melarangnya menyentuh kedua benda tersebut. "Untuk apa membeli barang jika tidak dipakai?" rutuknya pelan.

Pria itu mengetuk-ngetukkan jari di meja. Matanya menerawang, sementara otak berpikir keras mencari jalan keluar. Gun yakin kegilaan istrinya akan boyband akan berakhir, tetapi dia ingin menemukan cara agar bisa lebih berkopromi dengan situasi ini.

Fanwifing [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang