"Bukankahharusnya begitu? Orang-orang terkasih adalah segalanya dalam hidup kita."
"Hopeless aku, Ndra," lirih Gun sedih dengan wajah yang termat kusut.
"Kalau dia masih mau nunjukin kalian baik-baik aja di depan umun, artinya Fia masih punya niat baikan, Bro."
"Tapi udah berapa lama ini Ndra, dia begini nggak berubah-ubah."
"Terus, kamu maunya nyerah, gitu?"
"Kalau memang dia bahagia tanpa aku, Ndra," desah Gun.
"Wah, ke mana Gun yang biasanya punya semangat juang tinggi? Yang walau mukanya lempeng, tapi selalu kompetitif."
"Ini bukan sesuatu yang bisa aku usahain sendiri, Ndra."
"Oke, gini deh. Silakan kamu berpikir dia bisa bahagia tanpa kamu. Sekarang aku tanya, memangnya dia nggak bisa bahagia kalau sama kamu?" Belum keluar jawaban dari Gun, Indra sudah kembali berbicara. "Kita laki-laki, Gun. Kita nahkoda rumah tangga kita. Tapi, kalau kamu, nahkodanya, aja ragu mau ke mana kapal kalian, gimana Fia bisa tenang sebagai awak? Bukannya menerjang badai, malah cari badai."
Gun menelaah kata-kata Indra. Meski terkadang otaknya terkesan acak, apa yang diatakan Indra ada benarnya. Terlebih lagi, Gun pun sebenarnya tidak ingin berpisah dari Fia. Namun, sudah lebih sebulan istrinya merajuk dan suasana hatinya tidak kunjung membaik.
Keruwetan dalam kepala menimbulkan keengganan, tetapi Gun sadar bahwa dia tidak bisa terus seperti ini. Kata-kata Fia benar, dia telah meninggalkan istrinya sendirian dan terpuruk. Bukannya saling mengobati, lebih setahun ini mereka malah saling menjauh dan berpura-pura semuanya baik-baik saja.
Fia yang merenungi perkataan ibu dan sahabatnya mendengar suara kendaraan Gun mendekat. Dia pun bergegas ke dapur, pura-pura mengambil minum. Saat Gun berdiri di tengah ruang, mereka saling menatap dalam diam, Fia memberanikan diri bertanya apakah suaminya ingin minum.
Gun mengangguk sembari mengambil tempat di meja makan. Pria itu terus membetulkan letak kacamatanya sampai Fia meletakkan segelas minuman di hadapan. Dia menyentuh tangan Fia dan mengajaknya duduk.
"Yank ..." Keraguan menggantung, tetapi Gun lelah membiarkan semua masalah berlarut. Dia ingin menyelesaikannya malam ini, apa pun hasilnya. Napasnya terdengar berat sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kamu masih kepingin pisah?"
Pertanyaan yang akhir-akhir ini dinanti menyambar gendang telinga, tetapi Fia merasakan badai besar di hatinya. Meskipun berharap, dia tidak menyangka pertanyaan itu akan keluar dari bibir suaminya. Dengan bulir air mata mengalir di pipi, dia mengangguk.
Harapan terakhir Gun akan mempertahankan sirna kala suaminya menyetujui keinginannya. "Besok aku akan mulai urus berkas-berkas. Semuanya buat kamu, aku hanya butuh kendaraan buat ngantor sama sebagian gaji bulan ini untuk keperluan pribadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanwifing [TAMAT]
ChickLitSeorang istri boleh nggak sih, jadi fangirl? Girl kan, artinya gadis. Namun, Fia yang mengalami depresi pasca keguguran memilih kembali menyibukkan diri dengan mengagumi sang bias ketika merasa tidak mendapat dukungan dari orang sekitar, terutama s...