Dilema dan Kebohongan

94 12 4
                                    

Raka POV

Aku memiliki rencana yang luar biasa untuk membuka kebohongan Andini. Lihat saja aku akan mempermalukan Andini di depan teman-temannya.

Aku membawa mereka ke lapangan bola basket. Disitulah rencanaku akan berjalan.

"Baik semuanya, karna kalian free class saya mau mengajak kalian semua untuk berolahraga." Kataku lalu mengangkat satu bola basket di masing-masing tanganku.

"Jadi kita akan bermain bola basket. Saya akan membagi dua tim, setiap tim harus memasukkan sebanyak-banyaknya bola ke dalam ring lawan dan tentunya setiap tim harus menjaga ringnya agar lawan tidak bisa mencetak angka. Siapa yang paling banyak memasukkan bola ke ring lawan, saya akan memberikan voucher makan sepuasnya untuk kalian." kataku menjelaskan panjang lebar.

"Voucher makan Pak? Sepuasnya?" Tanya Tari memperjelas.

"Iya SEPUASNYA." jawabku.

"Kalok gtu kita harus menang Ra, kan lumayan tu gratis. Apalagi Sepuasnya." Kata Tari pada Aura kegirangan, yang kebetulan mereka adalah satu tim.

"Aelah Tar, makanan aja lu cepet banget. Emang lu gak pernah gtu makan enak gratis, lu kan punya restaurant." sindir Aura.

"Ehh... anak ayam, ngomong lu sekate-kate, ya pernah lah gue makan enak di restaurant gue. Tapi kan gue dh lama gak makan gratis, kalok gue terus-terusan makan gratis di restaurant gue, lama-lama bisa bangkrut dong bokap gue." Kata Tari menoyor Aura.

"Ih... apaansih lu noyor-noyor gue." kesal Aura.

"Sudah-sudah mau main apa mau dilanjutin berantemnya!" leraiku.

Seketika pertikaian pun berhenti. "Baik semuanya kita mulai." kataku.

"Oh ya Andini, karna kaki kamu lagi sakit, kamu tidak bisa ikut bermain ya. Tapi kamu bisa menonton di pinggir lapangan." Jelasku padanya.

"Baik pak." jawabnya yang masih berpura-pura seperti orang sakit berjalan ke pinggir lapangan. Andini POV

Aku sedang menyaksikan teman-temanku bermain bola basket yang di wasiti oleh Pak Raka. Ya, Aku hanya memperhatikan mereka di pinggir lapangan, karna aku masih berpura-pura terkilir. Rasanya ingin sekali bergabung dengan yang lainnya dan mengakui segalanya. Apalagi melihat perlakuan Pak Raka kepadaku tadi yang begitu manis.

"Duh.... gue ngaku aja kali ya sama Pak Raka kalok gue bohongin dia. Apalagi dia dh baik banget sama gue, dan peduliin gue padahal kan gue cuma pura-pura." gumamku dalam hati.

"Mm... panggil gak ya.." kataku cemas.

Aku dilema untuk sesaat, apakah harus mengakui atau tidak? Tapi bagaimana jika dia tau, dia malah kasih hukuman lebih berat. Itu terus berputar dipikiranku.

"Gak..gak, apapun resikonya nanti, itu urusan nanti. Gue gak mau Pak Raka malah tau dari Aura atau Tari." kataku pelan.

Seperti pepatah mengatakan Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, pasti baunya akan kecium juga. Apalagi yang mengetahui ini adalah Aura dan Tari. Secara Aura adalah adiknya Pak Raka, bisa jadi dia keceplosan. Dan Tari yang mulutnya begitu ember dan sering keceplosan, pasti ia tak bisa menjaga kebohonganku.

"Mm.. Pak Raka!!" Teriakku memanggilinya.

Panggilan pertama ia tak mendengarkannya. Lalu aku memanggilinya lagi dengan lebih keras. "Pak Raka!!" teriakku, tapi ia tak kunjung menatapku.

"Kok gak liat-liat kesini ya.. Apa suaraku kurang keras kali y.. apalagi disinikan lumayan berisik." gumamku.

Aku pun meneriakinya lagi, kali ini aku mengeraskan suaraku menyamai toa mesjid. "Pak Raka!!!!" Akhirnya ia melirik ke arahku. Lalu ia memberi isyarat "Ada apa?" Aku pun melambaikan tanganku dan berteriak "Sini!!!"

Raka POV

Aku berada di pinggir lapangan mengawasi teman-teman sejurusan Andini dan Aura bermain. Sebentar lagi rencanaku bakal berhasil. Andini bakal ketahuan berbohong di depan teman-temannya. Dan dia bakal belajar sesuatu dari kebohongannya dan menyadari perilakunya selama ini kepadaku adalah salah. Dari mulai menuduhku menyerempetnya hingga membohongiku demi lepas dari sebuah hukuman.

"Sebentar lagi." kataku berisik kepada seseorang yang berada dilapangan itu juga, salah seorang teman sekelas Andini.

Flashback on

Aku berbicara dengan salah seorang teman sekelas Andini. "Saya minta kamu lempar bola basket itu kearah Andini." pintahku.

"Tapi inget, lempar saat dia lagi fokus. Gak dalam kondisi melamun. Oke.. " pintahku lagi padanya.

"Baik Pak." katanya mengerti.

"Baik jika kamu mengerti. Ini voucher makanan buat kamu." katanya memberikan voucher itu. "Tapi inget, saya gak mau sampai Andini Kenapa-napa, saya cuma mau dia ngehindar dari bola itu. Dan saya juga gak mau sampai kamu salah sasaran dan malah lukain yang lainnya." jelasku.

"Siap Pak, kalau soal itu mah beres." katanya.

***

Namun ntah ada apa Andini berteriak memanggilku. Apakah dia sudah tau rencanaku? Aku pun pura-pura tidak mendengarnya. Tapi ia malah memanggilku lagi, tapi aku tetap berpura-pura tidak mendengarnya. Hingga panggilan ketiga, suaranya begitu keras seperti toa, tidak mungkin aku berpura-pura lagi. Semuanya juga pasti mendengar Andini memanggilku.

Aku pun berjalan mendekatinya, tapi baru beberapa langkah Andini berteriak "Awas!" Tapi aku terus berjalan mendekatinya. Kini ia malah berlari mendekatiku, dan berdiri menghalangiku dari bola basket yang terbang ke arahku. Alhasil bola tersebut mengenai tangan kanannya.

Semua orang berhenti bermain dan menatap ke arahku dan Andini. Aku hanya diam membisu. "Dia nyelamatin gue, buat apa?? Inimah kayak ulah sendiri malah berbalik kediri sendiri, tapi gak jadi karna Andini nyelamatin gue." gumamku dalam hati.

Suara perempuan mengalihkan pikiranku lalu menatapnya. "Loh Andini, kok lo bisa lari dan halangin bola itu dari Pak Raka, bukannya kaki lo lagi sakit y?" tanyanya.

Hal ini memacu pertanyaan dari teman-temannya yang lain. Andini terdiam dengan memegangi tangan kanannya. Kali ini aku yakin dia tidak berpura-pura. Tapi apa yang harus aku lakukan, apa aku harus diam atau ikut mempertanyakan dirinya seperti orang yang tak tau apa-apa. Padahal aku tau dia telah menyelamatiku.

"Jawab dong Andini! Lo bohong ya??" pertanyaan-pertanyaan bertubi-tubi menyerang Andini.

"Sebenarnya gue g..." Kata Andini terjeda oleh perkataanku. "Kalian semua knp? Knp nanyak bertubi-tubi gtu ke Andini? Dia juga syok kali seperti kalian, dia juga gak.. gak nyangka kalok kakinya bakal pulih secepat ini. Kalian terus nanyakin dia kayak gini, malah makin syok dianya." kataku berusaha menutupi kebohongan Andini.

"Yakan Andini?"-

-

-

-

-

-

Hai guys!! Ini cerita aku tentang pemain djs. Gak lebih bagus sih dari cerita lainnya. Tapi aku harap kalian suka y.

Oke jangan jadi pembaca gelap y guys, karna yg gelap-gelap itu tidak baik. Ahhhh.... canda gelap.

Tekan bintangnya buat aku y guys...... Kalian juga bisa follow aku untuk tau cerita aku selanjutnya. Jangan lupa juga di share ke teman-teman kalian yang suka baca wattpad apalagi suka sama djs.

DJS udah masuk era SMA ni guys, terus tonton ya... jam 16.35 hanya di SCTV 

Cinta tanpa TapiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang