Urusan Pak Raka

148 15 6
                                    

Andini POV

Aku terdiam menunduk. Aku tak memperdulikan lagi pria itu pergi kemana. Rasanya hati ini mulai mengganjal. Ada apa? Ada apa denganku? Mengapa aku hanya terdiam? Mengapa aku seperti melakukan dosa yg sangat besar? Ada apa denganku? Harusnya aku mematahkan setiap ucapannya, toh ini berawal dari dia.

Tanpa kusadari kedua sahabatku sudah berdiri disampingku.

"Din!" panggil Tari sedikit berteriak.

"Ahh?" kejutku menatap sahabatku sudah berada di sampingku.

"Lo kenapa? Kok bengong gtu." tanya Aura padaku.

"Gue...gue gpp kok." jawabku sedikit gugup.

"Mmm... Pak Rakanya mana din? Bukannya tadi sama lo ya?" tnya Tari.

"Ohh... Pak Raka...tadi pergi. Ya pergi, gak tau deh kemana." jawabku sedikit gugup.

"Ohh ya guys, gue mau nanyak sesuatu. Masalah kaki gue? kalian ada ngomong ke orang lain gak tentang kaki gue yang pura-pura sakit? " tnyaku sedikit mengintrogasi.

"Gak... gue gak ada bilang tu kesiapa-siapa." jawab Tari polos.

"Gue juga din. Gue gak bilang kesiapapun." ucap Aura.

"Jika bukan Tari atau Aura, terus Pak Raka tau dari siapa? Tunggu deh, waktu itu kan Pak Raka sempet balik tu ngambil Hpnya yg ketinggalan, apa mungkin Pak Raka denger obrolan aku sama Tari dan Aura?" kini pikiranku mulai menerka nerka.

"Emang knp Din? Ada yg tau selain kita? " tanya Tari balik.

"Oohh... Gak kok. Gue cuma nanyak doang." kataku nenutupi kebenaran.
"Mmm... balik yuk."

Author POV

Mereka bergegas untuk pergi dari tempat itu. Tapi Tari melihat sebuah kertas sepeti cek dimeja deket sofa itu.

Ia pun berjalan untuk mengambilnya.
"Ehhh... Liat deh, nih ada cek kosong." katanya lalu berjalan untuk menunjukkan kepada kedua sahabatnya itu.

"Cek? Coba liat." Aura mengambil cek tersebut dari tangan Tari. "Ehh iya nih, tapi liat deh. Ni ada nama bg Raka. Ini buat lo ya Din?" tebak Aura.

"Iya, itu punya gue dari Pak Raka. Tapi sekarang, gue mau balikin ini ke lo y. Gue titip ke lo buat kasih ke Pak Raka." katanya.

"Knp di balikkin? Ini kan buat lo. Gue ngerti ini buat pengobatan tangan lo kan? Jadi lo harus terima." kata Aura menyodorkan cek itu.

"Iya Din, terima aja kali. Rezeki tu." ikut Tari agar Andini menerimanya.

"Tapi-"

"Gak ada tapi-tapi." Aura menarik tangan Andini dan meletakkan cek itu ditangannya. "Pokoknya lu harus pakek tu cek, buat bawa tangan lu ke dokter."

Andini pun hanya terdiam, terpaksa untuk menerus cek itu. Percuma untuk terus menolaknya, karna Aura tak ingin memberikan cek itu pada Raka. Dan Raka juga tak akan menerima cek itu lagi.

***

Mereka bertiga berjalan menyusuri lorong-lorong kampus. Tepat di lorong-lorong dekat taman, Tari melihat seseorang yang berhubungan dengan temennya Aura yang kini tampak berbicara dengan orang yang tak asing. "Vito!!" Ya, salah satu orang tersebut adalah Vito teman sekelasnya.

Kedua sahabat Tari kini memperhatikannya. Tak ada hujan, tak ada angin mengapa ia berteriak memanggil nama Vito, mungkin itu yang ada di benak dua gadis yang tingginya tak beda jauh itu.

"Lo knp dah panggil-panggil nama Vito segala. Suka Lo ya!? Ceelah...." goda Aura.

Seketika Tari pun menjitak kepala Aura. "Jangan ngadi-ngadi dah lu. Tu tengok tu, siapa yang lagi ngobrol sama Vito." tunjuknya pada dua orang yg sedang mengobrol.

Aura dan Andini pun mengikuti arah telunjuk Tari. Betapa terkejutnya mereka melihat lawan bicara temennya yang bersama Vito itu.

"Bg Raka/Pak Raka." serentak Aura dan Andini. Mereka pun saling memandang satu sama lain. Mereka sama-sama berpikir, mengapa bisa orang sedingin Raka bisa mengobrol seakrab itu dengan orang yg tak dekat dengannya.

"Kalian heran gak sih, Pak Raka yang sedingin itu bisa-bisanya ngobrol sama orang yg bisa dikatakan baru dia kenal hari ini." kata Tari. Aura dan Andini pun tak menjawab jiwa penasaran Tari. Karna Jujur mereka berdua juga bingung.

"Iya, gue sebagai adiknya juga heran sih. Mmm...gimana kita samperin aja?" ajunya menatap Tari dan Andini.

"Gue setuju." Jawab Tari menyetujui. Mereka saling memandang karna sepertinya satu pemikiran.

"Gak. Gue gak setuju." kata Andini. Seketika ia mendapat tatapan bertanya-tanya dari Kedua sahbatnya itu.

"Knp?" tanya mereka kompak.

"Ya, itu kan urusannya Pak Raka. Jadi kita gak perlu ikut campur segalakan? Pokoknya gue gak setuju. Kita balik sekarang." Jawab Andini.

"Gak. Kita harus samperin." bantah Tari.

"Gue gak mau. Yaudah, mending kalian aja deh. Gue tunggu sini." kata Andini.

"No, no. lu harus ikut. Menurut suara terbnyak kita harus samperin bareng-bareng." sanggah Tari.

"Bener. Dan lo gak boleh bantah." tegas Aura.

Andini pun terpaksa mengikuti mereka. Ia berjalan tepat dibelakang Tari. Ntah apa yg Ada dipikiran Kedua sahbatnya itu. Bagaimana ia bisa berperilaku di depan orang yang menjadi asing itu.

"Guys...guys... Lihat deh tu Si Vito megang dua voucher. Kok bisa y? Padahal ni y abg gue itu adil bgt orangnya, Pokoknya pembagian apapun harus dibagi sama. Tapi kok bg Raka seperti mengistimewakan si Vito?" tanya Aura pada teman2nya Dan dirinya sendiri.

"Iya. Kok gtu sih!! Aturan Kalok mau mengistimewakan seharusnya kita dong. Karna y, Lo kan adiknya. Dan lo sahabat kita. Jadi aturan gue dapat dua dong. Gue gak Terima nih! Gue harus minta sama Pak Raka." kata Tari langsung pergi.

"Ehhh... Aduh si Tari. Mau ngapain sih!" kata Andini menyusul Tari diikuti Aura.


***

Tari berhenti tidak jauh dari dua pria itu. Andini pun ikut berhenti tepat disampingnya. Sedangkan Aura berhenti tepat dibelakang mereka sambil mengatur nafas nya.

"Tari! Lo apa-apain sih?! ngapain coba." marah Andini pada Tari. Namun Tari tidak menjawab bahkan tak menyanggah perkataan Andini. Ia membiarkan Andini berceloteh padanya. Pandangannya masih menatap kedua pria yang ingin disamperin olehnya.

"Tar!" katanya mengguncang tubuh Tari. Tak dapat balasan Tari, ia pun terdiam dan mulai mengatur jalan pernafasannya. Sayup-sayup didengarnya suara keras seorang pria yang tak lain dan tak bukan adalah Raka. "...Kan saya sudah bilang sama kamu, jangan sampai celakain siapapun!" Seketika Andini menatap kedua pria yang enggan itu ditemuinya tadi.

Kini Andini medengar dengan seksama, setiap perkataan yang akan keluar dari mulut kedua pria itu. "Bapak gak bisa salahin saya dong, kan saya hanya menjalankan perintah dari bapak." kata Vito.

"Ya, tapi kan saya cuma minta kamu arahin bola itu ke Andini supaya kebohongan dia bisa terbongkar di depan temen-temennya." kata Raka penuh amarah.

-

-

-

-

Pak Raka? Vito? Kok bisa?

Hai guys.... terus baca cerita aku ya....

Terus saksikan DJS di SCTV

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta tanpa TapiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang