Pak Raka tau?

67 10 0
                                    

"Kalian semua knp? Knp nanyak bertubi-tubi gtu ke Andini? Dia juga shock kali seperti kalian, dia juga gak.. gak nyangka kalok kakinya bakal pulih secepat ini. Kalian terus nanyakin dia kayak gini, malah makin shock dianya." kataku berusaha menutupi kebohongan Andini.

"Yakan...Andini?" tanyaku menatap Andini.

"Iya dong." Sambar Aura.

"Selamat ya Din, lo udah baikkan sekarang." Kata teman Aura yaitu Tari memeluk Andini.

"Kalok gtu mah, Selamat ya Andini. " "Iya, selamat ya din." Itulah sayup-sayup ucapan maaf dari teman-temannya.

"Sudah mending kalian balik pulang atau kekelas saja. Lihat tu sekarang tangannya yang sakit, jadi harus diobati dulu. Untuk voucher tenang saja, semuanya bakal dapet. Oke.." jelasku.

"Oke Pak." Kata semuanya mengiyakan.

Author POV

Kini tersisa Raka, Andini, Tari, dan Aura. Raka langsung memegang tangan kiri Andini. Andini langsung spontan menarik tangan kirinya dan mundur satu langkah.

"Mau apa Pak?" tanyanya takut.

Raka pun menatapnya kesal. Jelas saja, pasti ia masih kesal dengan Andini.

"Mau patahin tangan kamu." jawabnya sinis.

"Ahh?? Mau matahin tangan saya? Jangan dong Pak." katanya spontan menjauhi Raka.

"Saya bercanda. Saya cuma mau bopong kamu doang kok." kata Raka datar.

"Pak Raka ternyata bisa ngelawak juga ya. Hampir copot jantung saya, eh ternyata cuma bercanda." nyinyir Tari. Namun dibalas tatapan tajam oleh Raka.

"Eh.. ber... canda Pak." kata Tari gugup tapi tetap memasang wajah tersenyum.

"Lo sih Ra. Aura Pak yang bisikin saya." dan kini ia malah menuduh Aura.

"Kok jadi gue?" tanyanya kesal.

Aura dan Tari mulai bertengkar. Raka pun langsung meletakkan tangan kiri Andini di bahunya.

"Jika kalian sudah selesai, datanglah ke UKS." pesan Raka lalu pergi membopong Andini ke UKS.

***

Andini POV

Pak Raka membawaku ke UKS. Tapi ntahlah rasanya kini lebih canggung. Pak Raka tampak tak banyak bicara.

"Mm... Pak Raka, sebenarnya saya mau ngomong sesuatu sama bapak." kataku gugup.

Pak Raka mengambil sebuah tas, dan mengeluarkan sesuatu lalu memukulkannya ke tangannya. Kedengarannya itu adalah sebuah kayu. Lalu ia memegang pelan tanganku. Aku pun spontan menanyainya. "Bapak mau ngapain? Mau pukul tangan saya pakek itu?"

Dia pun langsung menatapku. "Otakmu selalu buruk mengenaiku. Ini spal, gunanya untuk mengurangi pergerakan pada tanganmu. Dan saya mau ngukur beberapa spal yang sesuai dengan ukuran tangan kamu." jelasnya.

"Ohh... gitu." jawabku gugup.

"Oh ya Pak, saya mau ngomong sesuatu." kataku.

"Ini mengenai kaki saya. Seb.. se...sebenarnya saya cuma-" kataku yang terpotong oleh perkataan Pak Raka.

"Pura-pura." singkatnya membuatku begitu terkejut.

"Bapak...udh tau?? Tau dari siapa?" tanyanya gugup. Dia tau darimana? Apakah dari Aura atau Tari?
"Kok Pak Rak udh tau diluan y? Apa mereka berdua bocor lagi? Toh Aura adalah adiknya,  bisa aja Aura mengatakan padanya. Tapi masa iya sih Aura? atau jangan-jangan Tari? Ya mungkin aja, dia kan ember." Terkanya dalam hati.

Author POV

Raka baru saja membaluti tangan Andini. Ia meletakkan kembali alat medis yg diambilnya itu. Kini hatinya mulai lega, akhirnya semua sudah terlihat jelas. Dia sudah tau jika Raka mengetahuinya. Semuanya terlambat,  rasa sakit Raka dibohongi sudh membuat gadis yg terduduk disofa itu terluka.

Tetapi mengapa harus sakit hati? Bukannya mereka tak ada hubungan apa-apa? Apalagi mereka sering bertengkar. Ya, walaupun sekitar 1 jam yang lalu, mereka mulai tak bertengkar lagi. Tapi kan rasa sakit hati hanya untuk orang-orang terdekat dan terpenting saja. Sedangkan mereka tak memiliki hubungan apapun.

Tanpa basa-basi Raka berjalan menuju pintu keluar. Namun sepertinya ia melupakan sesuatu. Ia berbalik arah dan berjalan mendekati Andini. Ia mengeluarkan kertas dari kantongnya dan meletakkannya di meja. "Kau bisa mengisi berapa pun yang kau mau. Kuharap saya tak berhutang budi lagi kepadamu." katanya dengan wajah datar.

"Dan ya, semoga setelah ini kita tidak saling mengusik satu sama lain."

"Pak Raka!" panggilnya. Andini berjalan mendekati Raka.  Kini ia sudah berada dekat dibelakang Raka.

"Pak, saya tau saya salah. Saya minta maaf, karna saya bohong. Ya... waktu itu saya kesel sama bapak. Karna kasih hukuman saya seberat itu, jadi y saya pura2 deh terkilir. Tapi... sekarang saya sadar saya salah." jelasku. "Saya harap bapak bisa maafin saya ya."

Raka membalikkan tubuhnya. Ia menatap Andini dengan tatapan kecewa. "Kau tau, saya paling gak suka orang yang berbohong. Sebesar atau sekecil apapun kebohongan itu, pasti menyakitkan. Apapun alasannya kebohongan tetap kebohongan. Maupun itu hal yg sepele sekalipun." tuturnya.

Andini terdiam. Perkataan Raka membuatnya tak bisa berkata lagi.

Ntahlah apa yg dirasakan kedua sejoli ini. Padahal hanya hal sepele, tetapi mengapa seserius ini. Padahal mereka hanyalah orang asing yang baru mengenal belakangan ini dengan saling beradu mulut.

"Oh ya, terimakasih kau sudah menolong saya." ucapnya berlalu pergi.

Andini POV

Aku terdiam menunduk. Aku tak memperdulikan lagi pria itu pergi kemana. Rasanya hati ini mulai mengganjal. Ada apa? Ada apa denganku? Mengapa aku hanya terdiam? Mengapa aku seperti melakukan dosa yg sangat besar? Ada apa denganku? Harusnya aku mematahkan setiap ucapannya, toh ini berawal dari dia.

Tanpa kusadari kedua sahabatku sudah berdiri disampingku.

"Din!" panggil Tari sedikit berteriak.

"Ahh?" kejutku menatap sahabatku sudah berada di sampingku.

"Lo kenapa? Kok bengong gtu." tanya Aura padaku.

-

-

-

-

-

Hai guys...

Aku upload part baru lagi ni...Kuy dibaca ya

Jangan lupa juga ya terus saksikan DJS di SCTV

Terimakasih.....



Cinta tanpa TapiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang