Kelas Sebelah

1.1K 193 5
                                    

Nyamuk saja tahu kalau aku ini cemburu, kamu masa nggak sih.
Arimatheo D. Kurniawan

Kelas Sebelah

***

Hari ini Ari terlambat, bukan karena telat bangun tapi karena hujan deras. Tidak mungkin seorang Ari mau merelakan dirinya basah hanya untuk sampai tepat waktu ke sekolah, mana ada! Anak itu bukan si murid ambisius dan juga anak rajin yang mengkhawatirkan masa depan, Ari hanya anak muda yang terus hidup menikmati masanya di dunia. Soal cita-cita Ari yakin bahwa dia bisa mendapatkannya soalnya dia rajin ibadah, jelas Tuhan mau bantu, katanya.

Jadi, dengan malas Ari menatap rintik-rintik hujan yang turun dari langit sambil menengadahkan telapak tangan ke atas agar merasakan tetesan air di tangan, dia melirik bapak yang duduk sambil menyesap kopi hitam pahit buatan mama.

"Pak, itu kopi udah yang keberapa kali sih di minum? Ini Ari liat udah yang kesekian kalinya sejak nonton bola dari subuh tadi" Dengusnya pelan. Bapak hanya menatap malas sang anak. "Kamu itu gak ngerti kecintaan seseorang? kan bapak udah bilang kalau kopi itu─"

"Kopi itu adalah kebahagiaan, iya bapak Andi Prapto, bapaknya Kaesang Prapto dan Arimatheo Dwi Kurniawan, tau kok pak tau" Potong Ari cepat.

"Itu tau, malah nanya lagi. Ini juga hujannya masih lama apa? anak saya mau sekolah bukan nunggu kalian berhenti, Tuhan tolong keringanannya dong"

"Iya nih, si hujan gak denger keluhan bapak saya? gak kasihan dia udah tua gini minta ke kalian? nggak asik banget!" Ari menatap langit yang mendung itu dengan tatapan penuh kekesalan. Anak dan bapak tersebut kembali diam.

"Ini kalau hujannya belum berhenti, nanti bapak anterin kamu aja" Ari menggeleng heboh, dia sudah kelas 11 SMA, tentu saja tidak ingin di antar.

Bukan malu tapi Ari tidak ingin bapaknya yang sudah berumur harus mengantarnya ke sekolah apalagi hujan-hujan begini, Ari bukan anak sekejam itu. "Nggak usah, pak. Ini masih setengah delapan, si hujan pasti bakal berhenti kok. Tuhan mah sayang sama Ari pasti di berhentiin demi Ari" Senyum lebar Ari terlihat.

"Bapak beruntung punya kamu sama abang walau sekarang sisa kamu. Nanti kalau udah gede beli mobil biar anak-anakmu gak perlu nunggu hujan berhenti baru ke sekolah. Cukup kamu aja yang harus naik motor, nunggu hujan berhenti baru ke sekolah, harus terbakar matahari waktu nunggu lampu hijau, anak-anakmu jangan" Ari memandang teduh wajah bapak yang tersenyum lembut.

"Iya pak, nanti waktu Ari udah sukses pak Andi Prapto yang resmiin semua hasil usaha Ari, mama juga loh!" Katanya pada sang mama yang baru keluar dari rumah.

"Iya, sama mama juga. Ari sehat-sehat ya, nak"

"Iya, ma. Ari sehat-sehat, bapak sama mama juga. Lupain si abang, dia jahat" Bapak menatap wajah Ari lalu menggeleng. "Ini udah jalannya, kamu emang bilangnya udah ikhlas tapi hati kecil nggak bisa. Ari, abangmu hanya pergi duluan ke Tuhan, kita pasti ketemu dia tapi nanti" Mama mengusap rambut halus Ari lalu tersenyum tenang. "Bang Kaesang itu sayang sama kamu makanya pergi duluan"

Ari benci, benci mengingat kakak laki-lakinya harus duluan pergi menghadap sang pencipta. Harus merasakan rindu yang tidak bisa di obati bahkan sampai tua pun.

"Iya, Ari ikhlasin" Jawabnya. "Mencoba ikhlasin" Ujar bapak membenarkan perkataan Ari.

"Maksud Ari gitu" Bapak dan mama menggeleng "Biar lagi suasana haru gini aja tetep nyebelin"

Arimatheo ||sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang