Yang Dikunjungi

387 61 4
                                    

Yang hilang memang sudah tidak bisa kembali, namun yang tersimpan sulit di hilangkan.

Yang Dikunjungi

Hari ini Ari dan Garta memutuskan untuk mengunjungi tempat peristirahatan terakhir bang Kaesang. Pukul 15.40 WIB, Ari berdiri di samping makam sang kakak laki-laki. Ia menghela nafas, rasanya masih sesak, masih tak bisa ia terima walau sudah berakhir lama kisah itu. Ia pikir dengan mencoba tertawa dan berlagak kuat akan menghilangkan kesedihannya ternyata omong kosong belaka.

Ari masih sering mendengar tangisan mama ketika malam datang, ketika hari ulang tahun abang akan datang. Ari juga masih ingat bagaimana bapak lebih memilih untuk memancing ikan bersama pak RT di banding berdiam diri dalam rumah ketika ulang tahun abang. Dan Ari tahu betul bahwa kekasih dari orang yang sudah tiada ini, selalu datang ke pemakaman tanpa henti-hentinya tiap sore. Semua orang kehilangan namun mereka mencoba melewati dengan berusaha tapi Ari rasa dia tidak berjuang sekeras mereka untuk bisa mengikhlaskan. Dia terlalu sulit.

"Aku belum bisa ikhlasin abang, Ta." Suaranya bergetar, Garta memandang lelaki yang selalu tertawa itu dengan pandangan sendu.

"Aku susah buat ngelepas ingatan itu. Belum bisa, bahkan aku ketawa aja masih sesak rasanya. Garta, abang bakalan marah kan kalau aku gini? Tapi, abang nggak tahu kalau aku berusaha buat nggak begini terus. Garta, aku egois kan?" Dan pelukan hanya di berikan oleh Garta, ia tak bisa berkata-kata selain mengusap-usap punggung lebar milik kekasih itu yang sekarang sudah menangis. Bahunya bergetar dan Garta tahu bahwa Ari memang tidak pernah baik-baik selama ini setelah eksistensi abang itu sudah tidak ia rasakan.

"Ari.. Nggak salah kalau kamu masih ngerasa sesak, aku ngerti. Usaha buat ikhlaskan sesuatu itu sulit tapi kita coba sama-sama ya?" Tak ada jawaban lain selain suara tangis Ari yang semakin membesar.

"Abang nggak marah kok, dia paham.. dia ngerti kalau ini hal paling berat buat kamu. Tapi dia sedih karena adiknya yang ganteng ini terus menangis, terus sedih, terus nggak ikhlas. Aku juga pernah nggak ikhlas waktu kakek pergi, aku nangis, aku bahkan marah sama Tuhan tapi ada orang yang bilang sama aku 'cara paling baik buat ikhlas itu dengan jalani hari tanpa perlu paksa buat ketawa, tanpa perlu bohong ke dunia kalau kamu baik-baik aja. Tunjukin kalau kamu sedih, kalau kamu marah, kalau kamu lagi nggak baik-baik aja. Nggak apa-apa, nggak ada yang bakalan hakimi kamu karena emang itu yang kamu rasain, yakin perlahan-lahan rasa ikhlas itu ada tanpa perlu kamu berusaha.' kamu yang bilang ini ke aku masa kamu lupa? Tante sering nangis di kamar tapi kamu lihat sendiri dia bisa senyum tanpa harus di paksa karena dia udah ikhlasin itu ketika dia nangis.." Garta menarik nafas pelan.

"Yang kamu perlu cuma nangis, nggak apa-apa. Ada aku, nangis aja. Nggak perlu nahan lagi." Kalimat itu membuat Ari kembali menangis. Hatinya tersayat-sayat. Kardus kesedihan yang dia tutup rapat-rapat kembali terbuka dan ia menumpahkan itu semua di bahu Garta sebagai sandarannya.

Sore itu, Ari membagi dukanya pada Garta setelah selama ini menyimpannya rapat-rapat. Sore itu, kesesakan-kesesakan yang Ari tahan menguap bersama tangisannya di dalam pelukan Garta. Dan di sore itu, Garta melihat kehancuran- kehancuran Ari yang tidak pernah di tunjukkan laki-laki itu.

to be continued..

Haii, aku baru update lagi, kalau nggak ngefeel maaf banget ya. aku sibuk bgt makanya ga update lg tapi skrg aku usahain update walau jeda sehari dua hari ini, jgn lupa vote, komen dan tunggu lanjutannya lagiii🙌

Arimatheo ||sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang