Bagian Yang Tak Di Inginkan

552 78 24
                                    

Bagaimana kalau semuanya berakhir?
— Garta

Bagian Yang Tak Di Inginkan

Awan hitam masih memenuhi langit, hujan semakin deras namun tak membuat Garta berhenti untuk berteduh sejenak. Anak itu berlari memasuki rumah sakit dengan baju yang basah, nafasnya tersengal, yang dia pikirkan hanyalah Ari seorang. Bagaimana anak itu sekarang? Apa dia baik-baik saja? Apa semuanya harus seperti ini? Apa dia masih bisa melihat Ari? Dan masih banyak lagi, semua itu berputar di kepalanya bagai kaset rusak. Bagi Garta, Ari adalah segalanya. Jika memang sikapnya menyebalkan itu memang itu hal yang wajar, jika Ari menjadi orang yang tidak menyebalkan maka dia bukan Ari.

Tolong siapapun, katakan pada Garta bahwa ini semua mimpi. Di depan sana pemuda bertubuh mungil itu dapat melihat Jerry, Darwin, Jagad, bahkan Aldo. Mereka semua ada di sana, Garta menghampiri kelima kawan Ari. Membuat Jerry lantas menghampirinya.

"Gar, lo pake apa kesini?" Garta tidak menjawab, pandangannya kosong. Aldo yang melihat itu hanya menahan diri untuk tidak menangis atau mengumpat. Pemuda yang berstatus pacar Ari itu terlihat kacau di matanya. Ada rasa iba dan amarah di dalam dirinya. Pikirnya jika Garta tidak mendesak Ari untuk ke rumahnya ini semua tidak akan terjadi, Ari masih terlihat baik-baik saja.

"Tante sama om, lagi di dalem. Tadi bang Chan yang jemput." Jelas Darwin. Dia tak tega melihat Garta seperti ini.

"Ta, duduk dulu. Lo pasti capek, baju lo juga basah. Ganti ya? Pake jaket gue aja nggak apa-apa" Tidak ada jawaban, Garta hanya diam memilih mengunci mulutnya hingga pintu ruang ICU terbuka, menampilkan kedua orang tua Ari. Dimana mama terlihat kacau sekali, wajahnya memerah sehabis nangis dan bapak yang terlihat lesu, Garta tahu bahwa di dalam sana bapak sedang terpukul habis-habisan melihat anak bungsunya sekaligus satu-satunya terbaring di ranjang rumah sakit.

Bapak hanya melihat Garta lalu tersenyum tipis, dia menyuruh Garta untuk masuk ke dalam, melihat putranya yang terbaring tak sadarkan diri.

"Masuk, nak. Ari palingan nungguin kamu makanya belum sadar." Aldo menatap tak percaya, penyebab Ari seperti ini adalah Garta lalu kenapa bapak harus menyuruh Garta masuk? Ini benar-benar membuatnya frustasi.

Garta hanya mengangguk, lalu masuk ke dalam. Air matanya tidak bisa di bendung, jika hari ini adalah hari terakhirnya maka dia hanya ingin Ari berada di sebelahnya dengan keadaan baik-baik saja. Lebih baik dirinya yang berada di sana, terbaring tak tahu dengan keadaan luar di banding memandangi keadaan pemuda yang begitu ia sayangi.

"Ri.. bangun ayo, katanya mau belajar bareng. Di rumah aku tadi buatin puding tapi belum bisa di makan.. Ari, bangun ya." Garta menghela nafas, dia tak ingin menangis sesenggukan seperti di luar. Dia hanya ingin melihat Ari, hanya ingin melihat mata indah milik kekasihnya itu terbuka dan berbinar kembali.

"Ari, harusnya aku nggak nyuruh kamu buat ke rumah pas hujan tadi. Harusnya aku suruh kamu nggak usah dateng, harusnya aku peka kalau bakalan hujan, harusnya.." Tangisnya kembali terdengar. Dia menundukan kepalanya, tangannya menggenggam erat tangan Ari. Dia takut kehilangan.

Tidak ada yang tahu bahwa pemuda itu sudah menangis sesenggukan di dalam sana. Garta tak mengeluarkan suara, hanya air mata dan nafas yang tersengal-sengal.

Jerry hanya mengintip dari kaca pintu. Dia menghela nafas melihat Garta. Harusnya ini tidak terjadi.

"Pelakunya udah ketangkap?" Pertanyaan Jerry membuat ketiga pemuda lainnya menatapnya dengan disertai gelengan.

Arimatheo ||sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang