Chapter 14

626 104 47
                                    

Berikut adalah beberapa hal yang berhasil Ryn dapatkan usai menahan Sehan untuk wawancara dadakan menanyai semua hal tentang abangnya, satu minggu yang lalu.

Pertama, tentu saja dia sering berkunjung ke berbagai pulau. Namun Sehan tidak begitu jelas mengetahui apakah Pulau Badi menjadi salah satunya. Sebab menurutnya, tiap orang yang punya pekerjaan sama dengan Arjuna, pasti mendapat area kerja masing-masing.

Kedua, Arjuna memang sulit mengingat wajah orang, apalagi cuma bertemu satu atau dua kali. Dia jarang menaruh perhatian ke wajah siapa pun yang menurutnya tidak akan begitu penting untuk hidupnya kedepan. Terlebih pada perempuan, dia tidak terlibat hubungan dengan lawan jenis.

Ketiga, dia punya speedboat, meskipun Sehan tidak mengetahui di mana biasanya dia memarkirkan kapal cepat tersebut.

Tiga hal ini kembali membuat Ryn menilai, seberapa mirip Junaedi dan Arjuna. Keduanya asal Surabaya, sama-sama sulit berhadapan dengan wanita, dan perihal speedboat… kalau saja yang di Pulau Badi betulan Arjuna, itu artinya speedboat yang dahulu Ryn kira disewa oleh si nelayan, adalah miliknya pribadi.

"Jadi, kemungkinan besarnya, Junaedi tidak pernah ada. Yang ada hanya Gardapati Arjuna, yang kebetulan sedang bekerja di Pulau Badi. Tapi gimana kalau mereka berdua memang dua orang berbeda dengan wajah yang mirip?"

Melihat terus kartu nama Juna membuat Ryn jadi tak nyenyak tidur beberapa hari terakhir. Entah apa yang salah dengan dirinya kini. Jatuh cinta? Rasanya tidak. Hatinya bertaut pada Junaedi saja, kalau Gardapati Arjuna bukan dia, maka Ryn harus cepat-cepat menyadarkan diri. Apalagi dia adalah kakaknya Sehan. Kalau sampai nanti gagal membuat pernikahan batal, mau tidak mau Ryn menikah dengan si berondong. Kalau sudah begitu, mana boleh dirinya menaruh rasa pada Arjuna, bisa jadi Ipar Adalah Maut jilid 2.

"Ryn!" tepukan di pundak membuat perempuan itu tersentak di kursi penumpang.

Matanya mendelik tak senang. "Apaan sih?" tanyanya, memandangi Gigi—sang manajer—dengan raut kesal.

"Apanya yang apaan? Aku komat-kamit ngasih briefing untuk syuting podcast sama Dedde Carbuzz, kenapa malah ngelamun?"

"Maaf, lagi nggak fokus. Tunda dulu deh, ya?" bujuknya memelas yang dibalas dengus sebal dari Gigi.

"Masih juga kamu mikirin Junaedi? Kan, sudah kubilang, kalau rindu, main sana ke Pulau Badi, cek keadaan dia."

"Tapi dia bukan orang asli sana, Gi"

"Siapa tahu dia masih betah jadi nelayan." Gigi menyesap Americano yang ditaruhnya di samping, lantas melirik jam tangan, masih cukup banyak waktu sebelum datang ke Podcast #Openthedoor dari kanal YouTube Dedde Carbuzz. "Atau kalau nggak, ikuti saranku kemarin, itu nomornya yang di kartu, coba dihubungi. Kalau nanti panggilannya diterima, ajakin ketemu. Itu pun kalau dia mau, sih."

"Ngga yakin bakal diangkat."

"Coba dulu lah! Ngga ada cara lain. Kalau pun mengharapkan nomor Junaedi aktif tiba-tiba setelah tiga tahun ini panggilanmu ngga masuk-masuk, rasanya buang-buang waktu, Ryn."

Benar kata Gigi, kalau menunggu Junaedi menghubungi kembali nomor Gigi yang dulu ada padanya pun rasanya tidak mungkin. Bisa jadi pria itu memang sengaja memblokir kontak agar tidak berhubungan lagi dengan Ryn yang banyak merepotkannya.

Sepersekian detik berikutnya, Ryn mengikuti saran untuk menghubungi nomor Arjuna. Tak lama, panggilan tersambung.

"Halo…?"

Meski tak yakin, ia membalas, "Mas… Juna? Aku Ryn, calon istri adikmu." Sebenarnya bingung mau menyapa bagaimana, hanya karena tau dia merupakan kakak Sehan, makanya asal-asalan memanggil 'Mas'.

A Love for JunaediTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang