Kilas balik sebelum kejadian.
Dering telepon berbunyi dari handphone Rangga, menghentikan langkah kakinya yang hendak keluar dari kamar hotel. "Halo, La?"
"Rangga-Rangga-Rangga, itu Ara bukan?" serbu Layla.
"Hah?" Rangga tak mengerti apa maksud Layla dari seberang sana. Ara?
"Itu, poto yang aku kirim ke kamu, coba deh kamu liat."
Buru-buru Rangga membuka aplikasi chat nya tanpa memutuskan panggilan. Mata Rangga melotot karena yang dilihatnya itu benar saja Ara yang sedang di gendong.
Seakan tau kalau Rangga sudah melihat foto itu, Layla kembali berkata, "Itu bener Ara gak sih? Aku ragu, Ga. Soalnya aku liat cewe itu baru keluar dari apartemen abang sepupu aku. Mana pake digendong lagi. Trus aku juga sempet denger waktu mereka bicara, si cewe ngadu kesakitan sambil desah gitu, trus dicium ama abang sepupu aku. Makanya aku ragu. Gak mungkin kan Ara bisa kenal sama abang sepupu aku. Gak mungkin kan?"
"Ara."
"Apa, Ga?" tanya Layla yang merasa kurang mendengar.
"Itu beneran Ara."
"Alamak! Sriusan kamu, Ga? Ampun... Aku gak nyangka banget. Padahal setau aku abang sepupu aku itu susah buat di temuin. Tapi bakal mudah banget kalau kita pergi ke club malam. Apa Ara pergi ke club ya, Ga?" kaget Layla.
Rangga tak menjawab. Karena itu Layla kembali mengeluarkan kata-kata nya, "Rangga, kamu gak ada niat buat hukum Ara kan?"
Mendengar itu Rangga menaikkan alis. "Hukum?"
"Iya, hukum. Jangan ya. Emang sih yang salah disini seratus persen salah Ara. Tapi jangan hukum dia. Daripada kamu hukum dia mending kamu buat kapok aja deh," tutur Layla terdengar prihatin pada Ara yang malang.
"Kapok?"
"Iya, dibikin kapok. Biasanya kalau cewe dibikin kapok, dia gak bakal mau ngulangin kesalahan yang sama." Layla yang di seberang sana berkata sambil menatap jari-jarinya.
"Caranya?"
Mendengar pertanyaan Rangga, Layla pun tersenyum.
°°°
Pagi ini, pagi yang cerah. Ozi yang berjalan cepat sesekali menatap jam tangannya. Ia berjalan menyusuri koridor menuju kamar hotel yang berada di ujung sebelah sana. Setelah mengantar Ara kemarin, ia berniat untuk mendekatinya selama Ara berada di Malaysia.
Semoga tidak ada orang itu. Lalu diketuk nya pintu dengan pelan dan memanggil nama Ara. "Ara..."
Tak ada sahutan, "Ara! Saya Ozi, bisa kamu buka pintunya?"
Ara yang mendengar suara tersebut membuka mata meski tak lebar. Ingin sekali rasanya menyahut. Namun semalaman lebih tak mendapat air kerongkongan nya rasanya sangat kering. Tak ada tenaga mengeluarkan suara. Lagipula, mana mungkin dia menyahut panggilan Ozi dengan kondisinya yang saat ini tidak mengenakan baju. Terlebih lagi, Rangga bisa marah nanti. Lebih baik ia menutup matanya saja saat ini.
"Apa gak ada orang di dalam ya?" tanya Ozi pada diri sendiri karena sudah cukup lama ia berdiri di sana.
Ozi memutuskan untuk pergi. Namun saat sudah berada di parkiran, ia bertemu dengan laki-laki yang kemarin terlihat marah, Rangga.
Rangga yang baru saja turun dari mobil sewajarnya tampak tak senang melihat keberadaan Ozi. "Ngapain lo kesini?"
"Saya mau ketemu Ara." Ozi menjawab dengan tatapan datar.
"Denger ya, Ara itu punya gue. Jadi mending lo jauh-jauh. Gak usah jadi pengganggu!" gertak nya dan langsung pergi memasuki hotel meninggalkan Ozi yang menghela napas.
"Jelas-jelas pengganggu itu dia sendiri. Udah punya loli kayak Ara masih aja nyewa Layla," keluhnya merasa rugi.
°°°
"ARA!"
Rangga berseru menatap Ara yang tertidur. Namun Ara sama sekali tak mendengar suara Rangga yang meneriakinya.
Rangga kesal. Ia berjalan cepat mendekati Ara dan mencekal dagunya, "Ara, bangun!"
Ara tak juga bangun. Wajahnya pucat, dan tangan Rangga merasa panas. Di seutuhnya dahi dan leher Ara. Matanya terbelalak mengetahui Ara yang demam tinggi.
"Ara, bangun...!" serunya lagi tanpa ada nada bentakan. Namun Ara tak juga bangun. Shit!
Buru-buru Rangga melepaskan semua ikatan pada tangan dan kaki Ara juga mencopot vibrator yang sudah mati karena kehabisan baterai.
Tiba-tiba pikiran Rangga menjalar. Jika vibrator saja kehabisan baterai, apa mungkin Ara kehabisan...? Jangan bodoh Rangga! Sekarang bukan waktunya berpikir! Harus cepat bawa Ara ke rumah sakit.
Rangga sedikit membersihkan bagian bawah Ara dengan air hangat lalu matanya melirik laptopnya yang juga sudah mati kehabisan baterai. Gerakan Rangga semakin cepat, di ambil nya hoodie dan dipasangkannya celana setelah memasangkan cd tentunya.
Langsung saja Rangga menggendong Ara membawa nya keluar dari kamar dan berjalan cepat menuju parkiran. Dimasukkannya Ara dan dibantingnya setir membelah jalan raya menuju rumah sakit terdekat.
°°°
"Rangga, maaf... Gara-gara aku Ara jadi sakit gini..." tangis Layla hambur di dalam dekapan Rangga.
"Ini bukan salah kamu, La. Ini salah aku," ucap Rangga.
Layla mendongak dan mengecup bibir Rangga. "Ini bukan salah kamu juga kok, Ga. Niat kamu kan gak jahat, kamu cuma mau Ara kapok jadi jangan salahin diri kamu juga ya?"
Rangga tak menjawab. Dokter yang bertugas untuk Ara keluar dari ruangan dimana Ara dirawat. Langsung saja Rangga bangkit dan diikuti Layla. "Gimana Ara, dok?"
"Untuk saat ini tidak ada yang serius. Ara hanya demam dan kehilangan banyak tenaga. Sekarang dia boleh pulang tapi dengan syarat biarkan dia istirahat sampai keadaannya pulih dan berikan makanan bernutrisi. Untuk administrasinya silahkan menuju resepsionis," tutur dokter pria itu. "Dan datanglah dua hari lagi untuk pemeriksaan terakhir pada Ara."
Rangga dan Layla mengangguk mengerti. "Kalau rawat inap bisa gak, dok?" bukan Rangga tapi Layla yang bertanya.
Sontak Rangga menoleh pada Layla menaikkan alisnya meminta penjelasan.
"Tentu bisa. Karena dengan begitu mungkin saja Ara akan lebih cepat pulih," jawab sangat dokter. "Kalau begitu saya permisi."
"Kenapa rawat inap, La?" tanya Rangga memegang kedua pundak Layla.
Layla menggenggam tangan Rangga membawanya turun, "Rangga... Kalau Ara dirawat inap dia bakal lebih cepat pulih. Lagian kalau di hotel emang kamu bisa ngurus Ara?" Melihat wajah Rangga yang tampak tak setuju Layla kembali melanjutkan. "Iya, mungkin kamu bisa ngerawat Ara. Tapi Ara nya sendiri emang mau? Itu kan gak pasti. Lagian kalau dia di rumah sakit dia bakal lebih tenang, Ga. Kamu percaya kan sama aku? Hm?"
Rangga menghela napas panjang. "Iya."
![](https://img.wattpad.com/cover/263918522-288-k986605.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARANGGA
Short Story17 Ara dan Rangga merupakan sahabat. Sebenarnya mereka saling menyukai satu sama lain. Tapi pribadi mereka berpikir bahwa mereka hanya cinta sebelah tangan yang tidak akan bertepuk. Hingga Rangga punya pacar. Meski ldr, tapi cukup membuat Ara cembur...