Beberapa hari telah berlalu semenjak hari itu. Ara dan Rangga jarang berkomunikasi baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bahkan UAS sekolah telah berakhir. Kini tinggallah menikmati acara class meeting dan menunggu acara kelulusan.
Rangga tak tahan berlama-lama membisu dengan Ara. Setiap kali berselisih saat di perjalanan, Ara selalu memamerkan senyumnya. Ia pura-pura bahagia bersama Hesni dan Cindy di depan Rangga. Memang ia bahagia, tapi tidak sebahagia saat bersama Rangga sahabat sejak SMP nya itu.
"Yeay!!!" sorak Ara kegirangan. Pasalnya ia adalah siswi pertama yang mencapai garis finish lomba sprint. Ara ngos-ngosan dan duduk di antara Hesni dan Cindy sambil meluruskan kakinya.
"Sumpah lo keliatan terbang, Ra!" mendengar itu Ara pura-pura tak mengerti sambil terkekeh.
"Emang kenapa?"
"Secara kan lo kurus banget, jadi waktu lari tadi keliatan ringan gitu!" puji Hesni. Ara suka saat seseorang mengatakan nya kurus atau langsing, ia merasa itu pujian yang membanggakan.
Ara mengangkat kedua lengan nya dengan lengan bagian dalam mengarah ke atas. Hal itu membuat lengan kecil nan kurus yang ia punya terlihat sangat cerah karena ia putih. "Kurus dong!" seru Ara memamerkan lengan glowing nya itu.
"Yee, si bangsul!" seru Cindy mendorong lengan Ara dan mereka terkekeh.
Rangga yang duduk di atas meja belajar yang dibawa para siswa-siswi ke lapangan, ternyata mengamati Ara sedari tadi dan mengulas senyuman di wajahnya. Ia meneguk minuman dinginnya dan mengusap keningnya yang berkeringat karena tadi ia mengikuti lomba basket.
"Kepada seluruh anggota OSIS, PIK-R, Pramuka, dan panitia kebersihan untuk tetap berada di sekolah. Selain anggota tersebut, para siswa-siswi dipersilahkan untuk pulang ke rumah masing-masing."
Seluruh penghuni sekolah bersorak sorai senang dan berlari mencapai garis gerbang untuk keluar dari sekolah seperti akan keluar dari neraka, meskipun mereka bersenang-senang di neraka tersebut.
"Yuk cabut!" ajak Ara sambil berdiri. "Eh, Cin, tas gue ketinggalan di loker. Ambilin dong!"
"Enak aja lo anjir! Ambil sendiri sana, kita tungguin," tolak Cindy dengan wajah masam.
"Elah kan gue cape! Pulang aja sana lo pada!" usir Ara berjalan menjauh sambil mengibas-ibaskan tangannya.
"Beneran nih?" tanya Hesni sedikit serius.
Ara berbalik dan tampak memikirkan sesuatu. "Iya deh, lo pada pulang duluan aja."
"Beneran ya? Bye! Eh, Ra, ntar malem kita ke apart lo!" seru Cindy dan Ara hanya mengangguk.
Ara melihat sebuah hoodie hitam di dalam lokernya. Ia mencium ketiaknya tampak memikirkan sesuatu. "Gak bau sih, tapi ganti aja kali ya," gumam Ara. Ia melepaskan baju olahraga kebesarannya yang tanpa lengan.
"Kalo ganti baju liat-liat dulu kek!"
Saat akan memasukkan baju olahraga yang sudah ia lipat rapi ke dalam tas, suara itu mengejutkannya membuat tasnya jatuh ke lantai.
"Erangga kampret!" umpat Ara mengenal suara itu dan membalikkan badannya. Ia langsung melebarkan baju olahraga yang sudah dilipatnya tadi untuk menutupi tubuhnya. "Asu, ngapain lo disini bego!"
"Ya suka-suka gue lah," balas Rangga acuh dan duduk di kursi panjang yang terletak di sana.
"Gila lo! Pergi sana!" usir Ara.
"Males ah." Rangga menyandarkan punggungnya ke dinding.
"Rangga, pergii!" seru Ara dengan tatapan muak.
Rangga hanya diam. Ia bangkit mendekati Ara dan menyudutkannya di pojok loker. Ara melotot was-was pada Rangga.
Ara memejamkan mata karena Rangga memukul loker tepat di samping kepala Ara. Tangan Ara kuat-kuat menggenggam bajunya.
Rangga mengangkat tangan kanannya yang menganggur dan menekan dada atas Ara dengan salah satu jarinya.
Beberapa detik berlalu tak ada pergerakan oleh Rangga. Ara membuka mata pelan melihat Rangga yang menjulur kan kelima jarinya. "Pilih tadi gue pake jari mana," titahnya.
Ara ragu-ragu. Ia menyentuh singkat jari kelingking Rangga. Sementara itu Rangga tersenyum dan mengunci Ara diantara kedua tangannya.
"Salah. Truth or dare?"
Ara menaikkan alis tanda tak mengerti.
"Lo salah. Pilih truth or dare?" tanya Rangga lagi.
"Truth?" jawab Ara ragu.
"Lo udah maafin gue gak?" tanya Rangga.
Ara menatap heran pada Rangga. Ia menggeleng pelan menjawab nya.
Rangga berdecak dan melirik ke samping sambil menggigit-gigit bibir bawahnya.
"Tutup mata," titah Rangga. Meski ragu, Ara menurut dan menutup matanya.
Rangga kembali menekan dada atas Ara. "Pilih mana?"
Ara membuka mata. Lagi-lagi Rangga menjulurkan jari-jemarinya. Ara menujuk jari manis Rangga dan Rangga tersenyum.
"Salah. Truth or dare?"
"Truth," jawab Ara malas.
"Truth mulu ah cemen. Ya udah deh, gimana cara biar lo maafin gue?"
Ara menautkan alis heran. Tak lama ia menjawab, "Putusin Laila."
"Hah?"
"Maksud gue prank chat putus si Laila!" perjelas Ara.
"Oh. Oke-oke," gumam Rangga. Ia mengeluarkan handphonenya dan mengetikkan sesuatu. "Nih."
Kita putus, batin Ara membaca pesan yang diketik Rangga. Ara hanya mengangguk-angguk dan Rangga menyimpan kembali handphonenya.
"Jadi, lo udah maafin gue kan?" tanya Rangga memastikan. Ara hanya berdehem menjawab Rangga.
"Pilih," titah Rangga lagi setelah menekan dada Ara lagi.
"Kok gue terus sih!" protes Ara tak mau.
"Ya karna dari tadi lo salah mulu. Makanya milih tu yang bener!"
Ara berdecak malas. Ia menunjukkan jari tengah. "Bener," ucap Rangga. Salah sih, batinnya menimpali.
"Yang bener?" Pastikan Ara dan Rangga mengangguk. "Berarti sekarang lo yang milih kan?" Rangga mengangguk lagi. "Truth or dare?"
"Dare," jawab Rangga cepat.
Ara mengangguk-angguk sambil memainkan bibirnya dan melirik kemana-mana tampak memikirkan sesuatu. "Apa ya?"
Rangga menggidikkan bahu, " Serah."
"Kiss me..." cicit Ara menatap ke samping.
Rangga sedikit terbelalak tak percaya. Kini ia terkekeh, "Yakin?" Ara mengangguk-angguk menjawab Rangga.
Gapapa kan gue minta ini? tanya Ara membatin memainkan bola matanya sambil menggigit-gigit bibir bawahnya.
Rangga mendekatkan wajahnya pada wajah Ara. Ara yang sudah merasakan hembusan nafas Rangga memejamkan mata. "Yakin gak nih?" tanya Rangga lagi dengan kekehan.
"Yakinn!" seru Ara penuh keyakinan.
Tiba-tiba Rangga menempelkan bibirnya. Ara melototkan mata. Sementara Rangga yang tadinya memejamkan mata mulai membuka matanya menatap manik Ara. Sebelum kembali menutup mata, Rangga mengedipkan mata sebelah kirinya dan langsung melumat bibir Ara. Ara masih melotot sembari menghayati bagaimana Rangga melumat bibirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARANGGA
Short Story17 Ara dan Rangga merupakan sahabat. Sebenarnya mereka saling menyukai satu sama lain. Tapi pribadi mereka berpikir bahwa mereka hanya cinta sebelah tangan yang tidak akan bertepuk. Hingga Rangga punya pacar. Meski ldr, tapi cukup membuat Ara cembur...