Chap 5

48.6K 646 4
                                    

"Hujan. Pulang?" tanya Rangga menarik dagu Ara untuk menatapnya. Rangga sedikit melotot dan langsung mencium bibir Ara.

Ara terkejut ingin mendorong Rangga namun Rangga langsung menarik tubuh Ara dan menahan tengkuknya. "Dibilangin jangan gigit bibir!" seru Rangga tak menghentikan lumatannya.

Tapi Rangga malah menggigit bibir bawah Ara dan lidahnya langsung menjelajah ke tiap sudut dan membawa lidah Ara untuk menari bersama meski Ara mencoba menahan lidahnya untuk diam walaupun sia-sia.

"Ahh, Ranggahh!" desah Ara mendorong dada Rangga yang berusaha mencumbu leher jenjangnya.

Rangga langsung tersadar dan membalikkan badannya membelakangi Ara yang mengambil napas.

Rangga menjambak rambutnya sendiri dan melihat ke samping kiri dan kanan yang terlihat para pengunjung pasar malam sedang sibuk berlalu lalang dan para pedagang yang menutup dagangan karena hujan. Hampir aja! Untung gak ada yang dengar, batin Rangga.

Ia kembali membalikkan badan menghadap Ara yang masih syok. Rangga tau, itu adalah ciuman pertama Ara.

"Deras. Pulang." Bukan pertanyaan seperti sebelumnya tapi pernyataan. Rangga memegang kedua pundak Ara membawa nya menuju parkiran. Cukup canggung bahkan hingga Rangga sudah sampai mengantarkan Ara ke apartemennya. Pergi dari apartemen Ara pun Rangga tak pamitan saking canggung nya. Memang Rangga selalu mesum pada Ara dan sering mengatakan hal-hal aneh. Tapi tidak pernah ada tindakan, hanya godaan. Berbeda dengan hari ini.

•••

Saat ini Ara sedang merendam dirinya di dalam bak berisikan air hangat. Wajahnya memerah karena mengingat ciuman itu. Entah perasaan kesal atau kecewa atau bahagia. Yang jelas saat ini perasaannya sedang berkecamuk.

"Katanya gak boleh gigit bibir. Sendiri nya gigit bibir orang sembarangan," guman Ara menyentuh bibir bawahnya.

"Au ah! Ga boleh dipikirin! Gak-gak!" seru Ara sambil menggeleng keras.

Ara memerosotkan tubuhnya hingga air menutupi seluruh tubuhnya hingga ke leher. Ara tersenyum sambil memejamkan mata.

Tepat pukul dua belas malam Ara terbangun saking dinginnya. Ia merasa beku. Mata sayu nya sedikit buram melihat sekeliling. Ara mengernyit pusing. Dengan susah payah ia keluar dari bak. Namun tubuhnya tak sanggup berjalan dan ia terjatuh di lantai kamar mandi. Ara mendesis.

Ara mengesot keluar dari kamar mandi dan mendekati meja yang berada di samping pintu kamar mandi. Ia mengangkat tangan meraba meja mencari ponselnya. Setelah dapat Ara langsung menelepon seseorang.

"Angkat, please...." desis Ara memohon. Ia kembali mencoba menelepon namun lagi-lagi yang menjawab adalah operator seluler yang mengatakan bahwa nomor tujuan sedang sibuk.

Ara tak sanggup. Ia menelan salivanya dengan susah payah dan tergeletak pingsan.

•••

"Ara?!" seru Rangga setelah masuk ke dalam kamar Ara. Terlihat seseorang sedang tidur dalam balutan selimut tebal.

Hesni yang duduk di tepi ranjang berjalan mendekati Rangga. "Gue heran deh sama Ara. Gimana bisa tadi malem dia nelpon lo yang lagi telponan ama cewe lo? Yang gak peduli kalau Ara nelpon? Gue juga heran gimana bisa gue tidur nyenyak tadi malem? Gue juga heran gimana bisa Ara gak nelpon gue tapi elo?! Sebenernya gue harus marah ke lo apa ke Ara sih?" teriak Hesni saking marahnya.

"Hes, tenangin diri lo!" tahan Cindy menggenggam pundak Hesni.

"Sory..." cicit Rangga menelan ludah.

"Kita titip Ara sama lo. Jaga!" seru Cindy membuat Hesni terbelalak.

"Gila lo, Cin? Kenapa dia? Kita kan bisa! Kalo lo gak bisa ya biar gue aja!" seru Hesni tak terima.

"Lo gila ya, Hes! Lo juga sakit, inget! Kita udah kasih Ara obat, gue yakin dia bakal sembuh. Lo yakin kan Rangga bisa jagain Ara malah lebih baik dari kita? Tapi sekarang kita harus tau yang sebenernya tentang penyakit lo! Gue bukannya gak bisa jaga Ara sekarang, tapi gue juga gak bisa buat nyampingin penyakit lo!" seru Cindy penuh penekanan tepat ditelinga Hesni.

Hesni tersadar dan menghela. "Ya udah deh serah. Lo jaga Ara baik-baik!"

Hesni dan Cindy pun segera pergi meninggalkan apartemen Ara.

Rangga menghela napas. Saat ia membuka pintu ia melihat Ara yang bergerak kecil di balik selimut. Rangga berjalan mendekati Ara dan duduk di tepi ranjang menghadap tubuh Ara yang membelakanginya. "Sorry..." cicit Rangga.

Ia mengusap surai Ara. "Sebenernya waktu selesai telponan gue pengen nelpon lo balik. Tapi gue sengaja gak nelpon soalnya gue masih canggung dengan yang di pasar malam..."

Ara yang memejamkan mata pura-pura tidur sedikit mengerutkan keningnya. Bahkan Ara merasa semakin canggung saat ini.

"Abis tadi malem bibir lo basah trus lo nya malah gigit bibir. Gak tau kesambet apa gue langsung nyosor aja. Gue gak sengaja suer..."

Ucapan Rangga membuat Ara memutar bola mata meski matanya sedang terpejam.

"Lagian lo sendiri pake baju seksi banget. Mana tipis lagi. Udah itu minum es banyak-banyak. Trus udah tau kena ujan, kenapa mandinya lama-lama? Jadi sakit gini kan-"

Cup!

Satu kecupan mengentikan celotehan Ara. "Niat minta maaf apa marah sih?!" kesal Ara dan langsung masuk ke dalam selimut menutupi wajahnya.

Rangga masih tak percaya. Bibir nya kelu dan ia menggigit bibir bawahnya sambil menjilat bagian yang ia gigit dengan lidah.

"Lo udah berani?" tanya Rangga menarik tubuh Ara yang menatapnya karena selimut yang ia pakai sedikit terbuka.

"Sakit!" sarkas Ara kembali menarik selimut untuk menutupi pundak telanjangnya yang sedikit terlihat.

Rangga menarik pelan tubuh Ara untuk menghadap nya. "Sorry, gue gak sengaja."

Ara mengalihkan pandangannya pada jendela yang sudah dibuka.

"Masih sakit?" tanya Rangga pelan dan Ara pun menjawab dengan gelengan pelan. "Jadi tadi maksudnya apa?"

"Apaan?" Ketus Ara pura-pura tak mengerti.

"Tiba-tiba cium gue. Lo udah berani atau gimana?" perjelas Rangga menatap wajah Ara yang tak menatap nya.

"Lo berisik."

Rangga menghela napas. "Lo belum pakai baju?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. Melihat Ara yang hanya memutar bola mata, Rangga beranjak mendekati lemari. Rangga tersenyum saat melihat kemeja putih miliknya tergantung rapi di dalam lemari itu. Ia mengambilnya dan menyodorkan pada Ara. "Pakai."

Ara tak menjawab. Ia hanya memalingkan wajah.

"Ara..." tekan Rangga. Mendengar itu Ara berdecak dan merampas kasar kemeja yang diberikan Rangga sebelum sang pemilik kemeja akan mengancam untuk memakaikannya pada Ara.

Ara langsung bangkit sambil menggenggam ujung kemejanya karena ia belum mengancingkan kancingnya. Tiba-tiba Rangga langsung mendekap Ara dari belakang dan menyandarkan kepalanya pada pundak kanan Ara. "Maaf ya..."

Ara menggigit bibirnya lagi menahan tawa. Rangga cukup menggemaskan saat ini. Tapi ia ingin mengerjai Rangga dengan tidak menjawabnya.

"Btw susu lo keliatan, Ra..."

Plak! Satu pukulan mendarat di kepala Rangga yang meringis. "Gila! Niat minta maaf gak sih!" kesal Ara berjalan lurus menjauhi Rangga. Ia mengancingkan kemeja kebesaran itu dengan raut kesal.

"Makin keliatan, Ra, di kaca!" goda Rangga lagi. Ara langsung menatap lurus pada cermin besar yang berada di depannya. Cermin itu memantulkan dirinya yang melotot dengan tangan yang berhenti di baris kancing ketiga dari atas. Dan jangan lupakan pantulan wajah Rangga yang sedang tersenyum jahil.

"Ra, main yuk?"

ARANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang