23 KENAPA?

1.2K 313 119
                                    

Gadis berambut panjang dengan poni rata jatuh di dahinya itu menghela napas sebelum melengkungkan bibir merah penuhnya. Trea melangkah gontai dengan senyuman yang masih dia pertahankan. Trea baru saja melakukan interview dengan salah satu BUMN terkemuka di Jakarta dan dia sangat positif dengan hasil interviewnya. Ah, Trea tak sabar bekerja normal kembali sebagai pegawai kantoran.

Trea tak melanjutkan obrolannya dengan Ezra terkait pekerjaan ini. Trea bahkan masih ingat jelas, saat Trea membuka bicara tentang hal ini, Ezra seperti marah dan menyukai fakta Trea bisa mendapat pekerjaan di luar sana, pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan yang diberikan Ezra.

Langkah Trea berhenti di halaman gedung perkantoran yang diharapkan dapat menjadi tempatnya bekerja nanti. Trea mengeluarkan ponsel, menarik napas dan menghelanya perlahan. Gadis itu membuka WhatsApp dan mengirimkan pesan kepada Ezra.

Makan siang bareng, yuk, Zra?

Tak selang semenit setelah mengirimkan pesan itu, Trea mendapatkan balasan yang membuatnya tersenyum.

Mau makan siang di mana?

Buru-buru Trea mengirimkan balasan ke Ezra.

Ketemuan di Ampera, Cikini, ya? Biar gak jauh-jauh banget dari tempat lo.

Tak butuh banyak waktu, Ezra sudah mengirimkan balasan teramat singkat kepada Trea.

Oke.

Trea mulai memesan ojek daring menuju ke tempat makan siangnya dengan Ezra.

Hanya selang dua puluh menit, Trea sudah tiba di salah satu tempat makan yang selalu ramai di daerah Cikini. Dulu, Trea sering makan di sini bersama sahabat-sahabatnya dan sekarang, dia mengajak Ezra makan. Trea sudah mencari-cari keberadaan mobil Ezra tadi dan belum didapati Ezra tiba, padahal sepertinya jarak rumah sakit ke sini lebih dekat daripada tempat Trea interview tadi.

Tangan Trea meraih ponsel, menghubungi Ezra kembali.

"Sori, Tre. Ini gue baru mau jalan. Tadi dipanggil sebentar ke ruang Direksi."

Ezra seakan dapat membaca maksud Trea menghubunginya, Trea tersenyum tipis. "Ya, udah, hati-hati. Lo mau makan apa aja? Biar gue ambilin jadi, pas sampai lo bisa langsung makan."

"Gue mau cumi, gurame goreng, bakwan jagung sama sop buntut."

Trea mengerjap. "Banyak amat, Zra."

"Laper, Tre. Kalau gak habis, ya, lo bantu habisin, ya?"

Trea memutar bola matanya. "Iya, dah. Gue ambil sekarang, deh. Lo hati-hati di jalan, ya."

"Iya, Tre."

Panggilan berakhir dan Trea memasukkan ponselnya sekali lagi ke dalam tas sebelum mengambilkan menu untuknya dan Ezra untuk dipanaskan. Setelahnya, Trea mencari tempat duduk untuknya dan Ezra. Seperti biasa, tempat makan ini selalu ramai. Sekarang, Trea menyangsikan apakah Ezra akan nyaman makan di tempat seperti ini?

"Tre,"

Baru beberapa detik duduk, suara itu sudah kembali membuat Trea berdiri dan tersenyum mendapati Ezra yang berdiri di hadapannya. Trea menahan napas, duh, entah bagaimana caranya berhenti memuji ketampanan seorang Kaspian Ezra Danuarta. Sepertinya tak akan pernah.

Trea belum melihat Ezra sejak dia membuka mata. Ezra berangkat pagi sekali, sebelum Trea bangun dan ya, masih seperti biasa, tanpa meninggalkan pesan apa pun. Pemuda itu hanya mengenakan kaus polo berwarna biru tua dan celana bahan berwarna hitam, tapi Trea tahu beberapa mata gadis menatap genit ke arahnya.

AcceptanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang