"Jadi, lo udah ambil keputusan?"
Trea mengangguk mantap mendengar pertanyaan dari Rubi. Rubi tersenyum, tangannya mengambil kentang goreng di hadapannya dan memasukkan ke dalam mulut, mengunyahnya cepat. Siang ini, Trea meminta Rubi untuk menemaninya mencari kostan baru yang dekat dengan kantornya kelak. Ah, Trea senang. Kemarin, dia mendapat panggilan dari BUMN tempatnya melamar pekerjaan dan mereka bilang, Trea sudah bisa mulai bekerja Senin minggu depan. Trea akan menandatangani kontrak kerja selama enam bulan terlebih dahulu.
"Kontrak enam bulan, kalau kinerja gue dinilai bagus gue ikut tes ulang dan bisa naik jadi calon pegawai selama tiga bulan sebelum akhirnya pegawai tetap. BUMN, loh, Bi, jadi kayaknya sangat meyakinkan kalau gue kerja di sana." Trea menyeruput cangkir berisikan teh hijau pesanannya.
Rubi mangut-mangut. "Gue dukung banget, sih, Tre. Emang lo layak dapat kerja yang lebih baik daripada perusahaan swasta kita. Duh, gue juga gak tahan lama-lama. Gue lagi coba-coba lamar kerja di tempat lain."
"Kenapa?"
Rubi menghela napas. "Makin gak karuan, Tre. Banyak banget orang titipan yang gak bisa kerja. Gue jadi bingung, kan, harus kerjasama sama siapa? Gak ada satu pun yang bisa diandelin."
Trea terkekeh. "Ya, udah, sih, Bi. Tanpa lo kerja juga keluarga lo pasti masih mau nampung lo sampai akhirnya, pangeran berkuda putih lo ngelamar lo."
"Andre ngelamar gue? Mustahil."
"Kok, mustahil, sih?"
Rubi memutar bola matanya. Gadis dengan pipi tembam itu mengerucutkan bibir begitu mengingat bagaimana kelakuan seseorang yang sudah dikencaninya selama tiga tahun belakangan. "Andre, mah, kelakuan aja masih kayak bocah. Gue aja bingung hubungan gue dibawa ke mana. Ya, udahlah, ya. Gue gak nuntut buru-buru juga."
"Gak apa-apa juga, sih. Nanti ada waktunya Andre berubah, gue yakin. Sekarang, biarin aja dia senang-senang sama dunianya."
Rubi mengangguk setuju dan keduanya kembali hening. Hari ini, Rubi memilih untuk bolos kerja agar dapat menemani Trea dan Trea tak tahu bagaimana bisa dia mendapat sahabat seloyal Rubi.
"Lo gimana sama cowok itu? Udah memperjelas hubungan?"
Cowok itu yang Rubi maksud tentu saja Kaspian Ezra Danuarta. Trea tak dekat dengan siapa pun lagi selain Ezra.
"Ini salah satu jalan gue ikhlasin dia juga, Bi. Gue udah bingung harus gimana. Saingan gue berat banget, tapi gak ada di dunia sekarang."
Rubi terkekeh, tangannya terulur mengelus lengan Trea. "Sabar, ya. Gue yakin, lo bakal nemuin seseorang yang jauh lebih baik dari dia. Yang bakal lihat lo terus-menerus, tanpa bayang-bayang masa lalu."
"Amin."
"Lo udah bilang dia tapi?"
Trea mengangguk. "Udah."
"Responnya?"
"Dia terus-terusan nanya, kurang apa kerja di dia sampe gue mutusin buat kerja di tempat lain?" Trea memutar bola matanya, "Padahal masalah utama gue, ya, dia. Apa lagi dah?"
Rubi mangut-mangut. "Baiklah. Berarti, hari ini gue bakal jadi saksi lahirnya new Trea. Tempat kerja baru, tempat tinggal baru dan gebetan baru!" Rubi mengepalkan tangan penuh semangat.
"Gebetan baru apaan, deh."
"Ya, pokoknya gak lagi-lagi, deh, si Ezra itu. Cowok baru. Oke, lo berhak dapet cowok baru yang sangat jauh lebih baik dari Ezra. Semangat!"
Trea hanya terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah mencari selama seharian penuh, Trea akhirnya mendapatkan kostan yang cukup dekat dengan tempatnya bekerja nanti. Mengingat uangnya yang belum terkumpul banyak, Trea membayar sewa untuk tiga bulan terlebih dahulu dan menandatangani kontrak sewa. Mulai besok, Trea sudah dapat pindah ke kostannya yang baru dan hanya perlu berjalan kaki ke kantor barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acceptance
RomanceLelah terus dikhianati, Trea mengakhiri hubungannya dengan Calvin melalui drama dengan bantuan seseorang yang tak terduga. Awalnya, Trea pikir semua akan berjalan dengan mudah, tapi tanpa diduga, Calvin masih mengejarnya, memaksanya untuk kembali.