Cindi tak dapat menyembunyikan senyuman di bibirnya begitu mengetahui fakta bahwa sang putera, Ezra, sudah mengenal Trea. Tidak, Cindi tidak memaksakan hubungan Ezra dan Trea, tapi Cindi hanya senang dengan kebetulan ini. Ah, Cindi memang cukup murah akrab dengan orang baru, berkebalikan dengan Ezra.
"Jadi, kalian awal ketemu di mana?" Cindi bertanya dengan tangan bertopang di dagu, menatap Ezra dan Trea yang duduk di sisi kanan dan kirinya bergantian.
Trea menghabiskan cepat sayuran di mulutnya. Cindi memasakkan capcay dengan beberapa sayuran baru sebagai menu sarapan. Biasanya, Trea tidak begitu menyukai sayuran, namun masakan Cindi benar-benar enak. Berbeda. Makanan kelas atas. "Ketemu di kantor polisi."
Cindi melotot cepat mendengar jawaban santai Trea. "Hah? Kantor polisi?"
Ezra menghabiskan makanan di mulut sebelum bantu menjelaskan. "Ingat, kan? Dompet aku pernah dicopet. Trea juga ngalamin hal yang sama."
Trea mangut-mangut dan beralih menatap Ezra, nyengir. "Iya. Waktu itu saking paniknya, aku nuduh anak Tante malingnya." Cindi tertawa sementara, Ezra memicingkan mata kepada Trea yang menahan tawa. Sebelum sempat tawanya meledak, Trea buru-buru menambahkan, "Ternyata iya, maling. Maling hatiku."
Kini, tawa Trea dan Cindi benar-benar meledak ketika Ezra hanya menghela napas dan lanjut memakan capcay-nya dengan lahap. Ezra sudah lama sekali tak melihat sang Mami tertawa selepas ini. Sudah cukup lama dan entah kenapa, ada rasa senang di hati Ezra melihat pemandangan pagi hari ini.
"Zra, hari ini kamu off, kan? Jalan-jalan, yuk?" Cindi berhasil mengendalikan tawa, dia bertanya kepada Ezra sambil menaik-turunkan alisnya.
Ezra menghela napas. "Mau ke mana, sih, Mi?"
"Ya, ke mana gitu. Yang penting liburan. Kamu itu sejak kerja gak pernah ada waktu senang-senang sama Cindi. Libur selalu tidur." Bibir Cindi mengerucut, sesaat sebelum tertarik membentuk lengkungan indah, "Ajak Trea juga. Kan, tambah banyak orang tambah ramai."
Trea mengerjap. Gadis itu menggeleng cepat. "Eh, enggak usah. Gak usah. Aku gak mau ganggu quality time kalian. Aku mau tidur aja di kostan, hehe."
"Gak apa-apa, Trea. Ikut aja. Biar tambah ramai. Kalau Tante jalan sama Ezra doang, sama aja jalan sendiri. Ini anak gak bakal ngomong sebelum ditanya." Cindi melirik sekilas Ezra yang menahan tawa sebelum beralih menatap Trea, "Mau, kan? Ayolah, Trea. Ditraktir Ezra, kok."
"Ya, tapi―,"
"Ikut aja. Gak apa-apa. Daripada gue jadi pendengar Mami yang sama cerewetnya sama lo, mending lo jadi lawan bicaranya dia yang setimpal."
Cindi mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum lebar mendengar pembelaan Ezra. Trea tak punya alasan untuk menolak. Lagi pula, sebenarnya dia memang sedikit butuh untuk menjernihkan pikiran. Trea tersenyum sebelum akhirnya mengangguk setuju. Seperti anak kecil, Cindi bersorak dan bertepuk tangan.
"Kalau begitu, habisin sarapan kalian. Zra, habis ini kamu antar Trea dulu buat rapih-rapih sebelum jemput Mami di rumah."
Trea menggeleng. "Eh, gak usah. Aku jalan kaki aja ke kostan. Orang dekat. Gak sampai sepuluh menit."
"Gak apa-apa, Trea. Kasian kalau kamu harus jalan kaki ke kostan. Entar kamu capek. Terus kalau digodain Mas-Mas tengil gimana?" Cindi memasang wajah khawatir yang membuat Trea bingung sendiri. Digodain Mas-Mas tengil? Justru Trea yang senang menggoda mereka dan membuat mereka kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acceptance
RomanceLelah terus dikhianati, Trea mengakhiri hubungannya dengan Calvin melalui drama dengan bantuan seseorang yang tak terduga. Awalnya, Trea pikir semua akan berjalan dengan mudah, tapi tanpa diduga, Calvin masih mengejarnya, memaksanya untuk kembali.