Akhirnya, Ariesa Chantrea menerima penawaran Kaspian Ezra Danuarta dan di sinilah dia berada sekarang. Dengan dua koper dan dua tas dberisikan barang-barang yang dimilikinya selama tinggal di Jakarta, Trea memasuki kamar berukuran lima kali delapan meter yang jelas-jelas terlihat seperti sebuah rumah minimalis untuknya, lengkap dengan toilet di dalam kamar. Bukan hanya itu, Ezra juga membantu Trea mengangkut barang-barangnya ke apartemen ini.
"Kasih tahu gue kalau lo butuh sesuatu. Silahkan rapih-rapih dulu. Gue ke balkon sebentar."
Trea menoleh, nyengir dan menganggukkan kepala kepada Ezra yang berdiri di depan pintu kamar yang akan di tempati Trea, entah sampai kapan. Hari ini hari Jumat dan Ezra pulang lebih cepat dari biasanya hanya untuk menjemput Trea. Malam sebelumnya, pemuda itu memang menghubungi Trea juga, meminta Trea agar mempersiapkan barang-barangnya, meski Trea bersikekeuh dia masih memiliki waktu sewa hingga seminggu ke depan.
Gadis itu duduk di tepi ranjang yang akan segera menjadi tempatnya membaringkan tubuh, bersantai setelah lelah bekerja. Sial. Bahkan, ranjangnya saja terasa berbeda, tidak seperti ranjang di kostan. Semua yang ada di apartemen ini, jelas-jelas barang bermerk dan berkelas premium yang mungkin akan butuh waktu panjang untuk Trea mengumpulkan uang demi memiliki barang-barang di sini.
Trea beranjak dari posisi duduknya dan melangkah menuju ke dua koper besar miliknya. Trea membuka isi koper tersebut. Ada pakaian, sepatu, make up dan barang-barang lain yang menurut Trea penting untuk dibawa. Sisanya, Trea tinggal di kostan, apalagi barang-barang pemberian Calvin selagi mereka menjalin hubungan dekat. Duh, padahal, niatnya ingin Trea jual dan lelang semua barang itu. Tapi melihat barang-barang dari Calvin itu membuat Trea naik pitam sendiri. Menyebalkan.
Koper pertama berwarna merah muda Trea buka. Isinya adalah pakaian. Trea sudah melipat semua pakaian itu dan tinggal dipindahkan ke lemari empat pintu yang ada di kamar ini. Duh, empat pintu dengan delapan laci di bawahnya. Dulu di kostan, Trea memaksa masuk semua pakaiannya di lemari dua pintu dengan satu laci di dalamnya. Sekarang, mungkin Trea bisa menata dan memisahkan pakaiannya sesuai dengan kegunaan. Seperti celana di lemari ke satu, kemeja di lemari ke dua, dan seterusnya.
Ah, sangat menyenangkan. Rasanya seperti jiwa inspiratif Trea muncul secara menggebu saat diberi kesempatan tinggal di tempat sebaik ini. Trea harus banyak-banyak berterima kasih pada Ezra.
Omong-omong tentang Ezra, ah, bagaimana Trea bisa melupakan si pemilik apartemen hanya karena sibuk merapihkan kamar? Lagi pula, merapihkan kamar bisa besok. Trea harus melakukan sesuatu untuk berterima kasih pada Ezra.
Dengan penuh inisiatif, Trea melangkah menuju ke dapur yang lagi-lagi membuatnya tercengang dengan semua barang-barang premiumnya. Trea membuka lemari es dan beruntung, ada beberapa jenis minuman instan di sana. Trea mengambil dua cangkir, membuatkan cokelat panas instan untuknya di minum bersama Ezra.
Trea membawa dua cangkir gelas itu menuju ke balkon yang berada di sisi kanan ruang tengah. Pintu dua sisi balkon terbuka dan memperlihatkan Ezra yang duduk memunggungi Trea, entah apa yang dilakukan. Trea melangkah mendekat dan langkahnya terhenti saat melihat asap ke luar dari puntung rokok yang terselip di sela-sela jari Ezra.
Ezra merokok? Seorang dokter merokok?
Baiklah, Trea cukup terkejut dengan pemandangan di hadapannnya. Trea menarik napas, menghelanya perlahan dan lebih melangkah mendekat. Saat tiba tepat dua langkah di belakang Ezra, langkah Trea kembali terhenti menyadari satu tangan Ezra memegang sebuah tablet yang menampilkan foto seorang gadis cantik berambut panjang yang tengah tersenyum.
Gaby.
Entah kenapa, Trea bisa menyimpulkan jika gadis itu adalah Gaby. Gadis yang menjadi alasan mengapa Ezra menjadi seperti ini sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acceptance
RomanceLelah terus dikhianati, Trea mengakhiri hubungannya dengan Calvin melalui drama dengan bantuan seseorang yang tak terduga. Awalnya, Trea pikir semua akan berjalan dengan mudah, tapi tanpa diduga, Calvin masih mengejarnya, memaksanya untuk kembali.