Setelah pergolakan batin dan saran penolakan dari sahabat-sahabatnya, akhirnya di sinilah Trea berada sekarang. Di sebuah sebuah rumah makan masakan Aceh, duduk berhadapan dengan mantan kekasih yang membuatnya harus menghadapi teramat banyak masalah hingga sekarang.
Mulai dari kehilangan pekerjaan, hingga kehilangan kepercayaan diri untuk dapat tampil di publik. Padahal, dulu Trea seseorang yang cukup aktif dan percaya diri tampil di publik. Biar bagaimana pun, dia adalah seorang marketing. Tapi semenjak bermasalah dengan Calvin, Trea tak sepercaya diri itu lagi. Sekarang, Trea malah lebih nyaman bekerja sebagai asisten pribadi seorang psikiater bernama Kaspian Ezra Danuarta.
"Gue minta maaf, karena gue, lo kehilangan pekerjaan utama lo."
Hening sejak keduanya selesai memesan makan dan Calvin yang memecahkan keheningan tersebut. Trea yang semula mencoba menghindari tatap mata langsung dengan Calvin, perlahan menatap pemuda yang pernah sangat dicintainya tersebut.
Trea mengangguk kecil. "Gak apa-apa. Mungkin belum rezeki gue kerja di sana."
Calvin menarik napas, menghelanya perlahan. "Gue dapat karma instan setelah putus sama lo dan beberapa minggu belakangan, gue mencoba buat introspeksi diri." Calvin menatap lembut Trea, "Band gue lagi hiatus karena beberapa kontrak diputus sepihak sama partner. Semua gara-gara kelakuan gue. Teman band gue jelas marah dan ya, balik lagi, semua gara-gara sikap dan sifat buruk gue yang ngehancurin karir banyak orang."
Satu alis Trea terangkat. "Kenapa? Kepergok paparazzi lagi dugem? Biasanya juga lo bisa tutup mulut mereka." Trea melipat tangan di depan dada.
Senyuman miris muncul di bibir Calvin. "Lo udah berapa lama gak main sosial media?"
Trea menatap langit-langit, mencoba mengingat kapan terakhir dia membuka semua akun sosial medianya. "Bulan lalu kali, ya? Gak ingat gue. Gak kuat buka lama-lama. Fans-fans lo masih suka ngirim hate speech ke gue."
"Sori, ya. Nanti gue buat pernyataan khusus, deh, biar mereka berhenti neror lo."
"Gak usah, sih. Nanti juga ilang sendiri, atau gue terbiasa menghadapi mereka." Trea tersenyum tipis. "Buat ngelatih mental gue juga, sih."
Lagi, Calvin hanya memberi senyuman miris sebelum kembali berbicara, "Gue udah punya anak, Tre. Hasil kecelakaan, dua tahun lalu dan publik udah tahu akan hal itu. Makanya, reputasi gue udah hancur banget. Gue lagi banyak-banyak usaha buat cari job."
Trea menganga mendengar penuturan Calvin. "Hah?" Trea tak tahu harus berkata apa. Jadi, kemarin-kemarin itu...Trea berpacaran dengan...seorang ayah?
Calvin mengeluarkan ponselnya, menggeser layar ponselnya dan menunjukkan foto bayi perempuan lucu yang memiliki mata bulat besar, mirip mata Calvin. "Namanya Irvina. Lucu, ya? Mirip gue, kan?"
Trea kehabisan kata-kata dan menyadari ekspresi bingung Trea tersebut, Calvin terkekeh dan lanjut berkata, "Sori, ya, gue bohongin lo. Gue bilang gue single, lah, inilah. Gue berhasil nutupin kebrengsekan gue dari lo, tapi gak berhasil nutupin dari publik. Brengsek banget, sih, gue."
Calvin berhenti sejenak dan berkata, "Gue mau mulai hidup yang lebih baik, makanya gue ngedatangin orang-orang yang pernah gue sakitin. Apalagi lo, Tre. Kayaknya, gue banyak banget nyakitin lo. Jadi, tujuan gue ketemu sama lo karena...gue mau minta maaf atas semuanya dan semoga lo bisa memaafkan gue."
Untuk pertama kalinya sejak berakhirnya hubungan mereka, Trea dapat melihat ketulusan di nada bicara Calvin dan jika dipikir-pikir, pemuda itu pasti mengalami masa-masa berat belakangan. Apalagi, Trea tidak sebentar mengenal Calvin dan Trea tahu, Calvin sangat menjaga baik-baik karirnya sebagai seorang musisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acceptance
RomanceLelah terus dikhianati, Trea mengakhiri hubungannya dengan Calvin melalui drama dengan bantuan seseorang yang tak terduga. Awalnya, Trea pikir semua akan berjalan dengan mudah, tapi tanpa diduga, Calvin masih mengejarnya, memaksanya untuk kembali.