Selesai makan malam dan sempat berbincang sedikit, Cindi mengajak sang putera dan teman muda barunya pulang. Ezra mengantar sang Mami terlebih dahulu, sebelum meminta izin untuk mengantar Trea kembali ke kostan. Meski pun, itu hanya alasan. Well, Ezra sudah membuat janji dengan temannya yang seorang dokter kandungan untuk memeriksakan kandungan Trea.
"Kita langsung ketemu teman gue yang dokter kandungan, ya?"
Trea gelagapan. Baru beberapa saat Cindi ke luar dari mobil dan memasuki rumah, Ezra sudah mengatakan hal tersebut seraya memutar balik arah mobilnya. Trea menahan napas, lidahnya seakan kelu ingin mengatakan yang sejujurnya kepada Ezra.
"Ezra,"
"Hm?"
Trea memejamkan mata, menggigit bibir bawahnya dan membuka mata kembali, perlahan. Lampu mobil Ezra sengaja dimatikan, tapi wajah putih Ezra cukup bersinar jelas di hadapan Trea. Sungguh, Trea penasaran, siapa gadis yang berhasil meluluhkan seorang pemuda dengan wajah bak patung pahatan Michaelangelo. Sempurna.
"Gue gak hamil."
Kalimat itu ke luar dari mulut Trea, setelah gadis itu berkutat dengan semua pikiran di otaknya. Trea menunggu respon pemuda yang tengah mengendarai mobil Mercynya tersebut.
Semenit, dua menit berlalu, hingga helaan napas Ezra terdengar. Ezra mengangguk dan tersenyum, "Gue tahu, lo gak semurahan itu."
Trea mengerjapkan mata, tak menyangka Ezra menjawab seperti ini. "Hah? Maksudnya, lo tahu gue gak hamil? Gue cuma--,"
"Gunain alasan itu biar Calvin ngejauh dari lo karena lo tahu dia bukan tipikal cowok yang mau berkomitmen dan ngorbanin karirnya?"
Trea menahan napas lagi, sungguh. Ucapan Ezra bisa sama persis dengan apa yang sebenarnya terjadi, ketika Trea bisa memastikan dia tidak mengatakan mengenai hal ini kepada siapa pun. Tanpa terkecuali. Termasuk teman-temannya.
Hening selama beberapa saat di mobil, sampai mobil berhenti dan Trea masih diam di tempat menyadari mobil Ezra berhenti di depan kostannya. Ezra menghela napas dan menoleh kepadanya. "Salah banget, sih, lo pakai alasan kayak gitu buat lepas dari dia. Penilaian gue sebagai dokter, dia kayaknya masih akan ngejar lo dan bahkan jadiin alasan lo ini bumerang ke diri lo sendiri buat balikan sama dia. Pesan gue, segera kasih tahu dia yang sebenarnya, minta maaf dan selesai."
"Sejak kapan lo tahu gue bohong?"
Ezra tersenyum simpul. "Lo gak bisa bohong, Trea. Sekalinya lo bohong, lo menghindari tatap mata langsung dengan orang. Itu yang lo lakuin saat ngomong ke Calvin beberapa waktu lalu. Bahkan saat gue mancing lo dengan bawa-bawa dokter kandungan, lo gugup jawab pertanyaan gue."
"Wow." Trea kehabisan kata-kata mendengar ucapan Ezra yang benar-benar tak terduga. "Lo full of surprised gini, Zra. Jadi tertarik beneran gue sama lo."
"Jangan," Ezra menjawab cepat, mengalihkan pandangannya dari Trea, "Gue menilai lo sama dengan pasien gue lain. Cuma waktu dan tempat aja yang membedakan. Jadi, jangan pernah lo tertarik sama gue. Let's be profesional."
Trea mendengus. "Perlakuan lo yang begini, tuh, bikin semua pasien lo baper. Sadar gak, sih? Atau lo sengaja jadi dokter biar bisa baperin banyak pasien, khususnya cewek?"
Ezra kembali menatap Trea, matanya menyipit. "Lo capek banget pasti? Sana masuk. Mandi dan tidur. Omongan lo udah ngaco."
Bibir Trea mengerucut. "Kenapa, sih, Zra? Jujur aja kali."
"Gue punya tunangan, Trea. Apa kurang menjelaskan?"
"Baru tunangan, Zra."
"Ke luar dari mobil dan masuk ke kamar, Trea. Mandi, basahin kepala biar pikiran lo lebih jernih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Acceptance
RomanceLelah terus dikhianati, Trea mengakhiri hubungannya dengan Calvin melalui drama dengan bantuan seseorang yang tak terduga. Awalnya, Trea pikir semua akan berjalan dengan mudah, tapi tanpa diduga, Calvin masih mengejarnya, memaksanya untuk kembali.