*ekhem!* menepati janji yang aku ucapkan di chapter 16 dan sesuai dengan judulnya. Fireworks atau bahasa indonya perayaan kembang api jadi spesial chapter!
*ledakin petasan* yey! Timelinenya masih sama dengan trio ino-shika-cho. Jadi Hinata dapat kasus pertama, simple kok konsepnya dan ga bakal bikin otak kalian panas karena pusing akan jalan ni kasus, penasaran? Tinggalkan jejak kalau kalian suka sama ceritaku ^^
Happy reading the story ٩(^ᴗ^)۶
================================
Musim panas tak lengkap jika tak menyaksikan langsung ratusan kembang api ditepi sungai Sumida. Kebetulan pula dengan kediaman Hinata, dekat tapi tak bisa juga dikata dekat. Intinya lokasi tempat festival diadakan masih dapat dilihat dari sini.
Para lelaki mengatur tempat dan menyiapkan pemanggang, sementara gadis-gadis sibuk merapikan makanan dan menyusun bangku.
Yup, lima orang itu siap menghabiskan waktu menyaksikan keindahan langit malam ditemani letusan warna-warni dari kembang api. Pasti mengasikan sekali, namun sayangnya...
"Senpai, berapa jam waktu kita sampai disana? " tanya Hinata yang sibuk mengikat rambutnya menjadi pontly. Yang ditanya memandang jam sebentar, "10 menit. Itupun jika jalanan tak macet, dan 15 menit kurang sedetik kalau macet. " terangnya pada gadis itu.
Lama... bisa-bisa korban tak tertolong!
"Bagaimana lewat jalan alternatif? " usul Shikamaru memberi saran, agar mengurangi risiko terlambat nya mereka sampai di lokasi.Ino, gadis yang duduk disisi kanan Shikamaru menggeleng kuat. "Tidak, bukannya akan makin lama jika harus lewat jalan pintas? Bagaimana kalau jalan tersebut tak dapat dilewati? Satu-satunya jalan hanya dengan lewat tol. " sanggahnya tak sependapat atas usul Shikamaru.
Chouji juga merasa tak yakin akan saran Ino mengutarakan pendapatnya. " Tol akan lebih jauh, resiko terjebak macet juga tinggi. Meskipun jalan alternatif dapat dilewati itu tergantung dari besar kecilnya kendaraan. " baik dari ketiganya sama keras pada pendapat masing-masing. Hinata yang sejak awal memikirkan satu solusi memilih berdiskusi dengan Obito. Tentunya lewat kode angka.
"Senpai, kalian pergilah duluan. Aku harus membeli parfum karena kemaren tak sempat beli. " celetuk Hinata yang sudah bersiap-siap turun dari mobil.
Obito memandang rekannya ini dengan mata yang menyipit. "Kau yakin? " ujar Obito memastikan. Hingga anggukan kepala dari Hinata membuatnya tak bisa lagi menghalangi.
Akhirnya, Trio Ino-Shika-Cho dan Obito pergi lebih dulu. Hinata memandang mobil itu hingga ujung jalan dan menghilang diperbelokan. Tas ransel sudah dibahunya, dia siap melewati jalan tembus.
"Oke, semoga saja aku tidak lupa caranya. " gumamnya pergi menuju gang sepi diujung jalan. sekilas jalan tersebut tak layak dikatakan alternatif lantaran, disepanjang sisi temboknya penuh akan garis polisi. Jika saat itu ada orang yang melihat Hinata melewati gang ini, dia pasti akan mendapat teguran keras.
Ayo bergegas pergi!
***
Kelereng aquamarine itu awas menatap sisi kiri jalan, kalau-kalau ditengah macetnya lalu lintas terjadi kecelakaan. Benar. Resiko kecelakaan karena padatnya jalan Raya saat festival itu bukan rahasia umum lagi, bisa dibilang rawan.
Baik kendaraan roda empat dan dua atau berat sekalipun tak luput dari musibah itu, atau hanya dirinya seorang yang merasa waspada. Maksudnya, tengok saja tiga orang dengan gender sama didalam mobil ini. Saking asiknya bersandar dan menikmati cemilan asin tak setelah lagu, Ino tak habis pikir dengan santainya tiga lelaki ini.
Padahal baru lima menit mereka terjebak macet, tapi Ino tak bisa begitu. Pikirannya terus bekerja mencari jalan tercepat agar mereka bisa menyusul Hinata.
Firasatnya merasa ada yang terlupa oleh mereka, tapi apa?
Kecemasan itu makin memuncak saat mobil mereka terjebak diantara mobil hitam. Berulang kali dia menenangkan diri, berharap cemas itu hilang.
Akan tetapi... itu bukanlah hari keberuntungan mereka.
Di barisan depan dibagian seberang jalan sana. Seorang anak berpakaian rapi berdiri tegak diatas jembatan penyeberangan. Tak ada seorangpun yang sadar akan kehadirannya, semua orang sibuk memikirkan cara agar lepas dari macet.
Mata tanpa binar itu menatap langit malam yang bertabur bintang kosong. Bulir cair dari kedua matanya turun begitu deras, namun tak ada isakan.
Atensinya beralih kebawah, memandang kendaraan yang mulai bergerak perlahan. Menyesuaikan dengan kendaraan didepan, hingga seluruh kendaraan bergerak.
Kelereng hitam tanpa cahaya didalamnya menutup, tubuh kurus kering itu lepas dari pijakannya dan dengan cepat terhempas diatas kap mobil hingga menyebabkan jalur lalulintas tersendat.
Ino yang melihat jatuhnya gadis itu dari jempatan penyeberangan memucat ditempat. Tangannya gemetar hebat, Chouji yang pertama sadar akan perubahan ekspresi Ino ikut menatap kedepan.
"S-se-seorang... b-ba-ru... aarghh..." teriak Ino histeris, Obito yang kaget lekas menepikan mobilnya kesisi jalan. Shikamaru terbangun dari tidurnya, sementara Chouji berusaha menenangkan Ino.
"Ino tenanglah..." pinta Chouji. Mencoba menenangkan kepanikan temannya itu dengan sabar. Namun yang diminta tenang malah menoleh kepalanya pada anak laki-laki itu sembari menatap tajam.
"Kau minta aku tenang?! Sungguh?! Terserah. Aku akan keluar, silahkan lanjutkan acara santai kalian. " pekiknya marah, sudah cukup dia berdiam diri menahan kesal.
Shikamaru menarik lengan kecil itu keras, "memangnya kau akan melakukan apa saat menemukan mayatnya? Memindahkannya? Dengan kaki pendek dan tenaga kecil begitu kau hanya akan merusak tkp. " ucap Shikamaru tak kalah tajam, ia lupa bahwa lawan bicara seorang gadis kepala batu.
Dan dia tak tahu, perkataan yang diungkapkannya memicu kobaran api kian membesar. "Jadi... kau memintaku untuk mengabaikan orang itu alih-alih menolongnya? Bagitu? Sejak kapan kau jadi apatis begini, Shikamaru-kun? "
Ino sekarang mengerti satu hal dari peristiwa ini. Tanpa berbicara apapun lagi, dia menyimpan tabletnya ditas berserta laptopnya.
"Obito-san, bisa buka pintunya? " dingin, intonasi yang membuat dua remaja disisinya terkejut. Gelengan tegas dari pria dewasa didepan kemudi makin menambah sesak tekanan didalam mobil.
Ino tak habis akal, diambilnya pisau lipat dikantong jaketnya. Lalu dengan cepat kaca mobil yang semuanya tertutup rapat itu retak. Mengakhiri aksinya itu, Ino menendang kaca itu hingga pecah.
Obito menghela nafas, Shikamaru shock, sementara Chouji mencoba untuk menahan Ino. "Ino, tenanglah kita pikirkan sama-sama dulu rencananya. Percuma saja jika kau datang kesana tanpa dapat ijin masuk." terangnya sabar. Berharap Ino mendengarkan permintaannya.
Tetapi...
"Maaf tapi aku tak yakin akan saranmu itu Chouji. Menunggu itu tak akan menyelamatkan nyawa orang, bagaimana jika disana ada korban yang membutuhkan bantuan, terlepas dari selamat atau tidaknya korban. Setidaknya kita bisa memastikan tak ada korban selain yang dilihat. " jawaban yang diluar dugaan itu sukses menampar ketiga orang didalam mobil telak.
"Cepat susul Lave san, aku yakin dia pasti memerlukan bantuan kalian. Tenang, aku akan menyusul setelah menangani masalah disini. Sekarang, pergilah, jangan sampai ada korban berjatuhan lagi. " lanjut Ino. Tubuhnya sudah sepenuhnya keluar dari mobil.
Dengan gerakan cepat, kakinya menjauh dari tempat terakhirnya berdiri. Menyelip diantara sela-sela mobil didepan hingga menghilang tertelan kerumunan massa.
Sekarang... apa yang harus mereka bertiga sekarang lakukan?
- TBC -
wah kasus bunuh diri...
Kira-kira Ino bisa nggak ya memecahkannya?Votenya menteman, karena satu Bintang dari kalian sama dengan satu moodboster ku buat up chapter selanjutnyanya. Ahh kalau bisa buat dong teori kalian terkait kasus diatas... siapa tahu ada yang sepikiran hehehe 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission Accomplished : The Return Of The Captain [END]
Mystery / Thriller{Mystery, romance, comedy, criminalcase, puzzles} ***[Jika menemukan typo, atau ada kata yang kedouble mohon dimengerti. Karena author juga manusia biasa :')]*** ***** Hyuga Hinata, gadis biasa yang kesehariannya bekerja sebagai penjaga kasir di tok...