"Lyra!" Suara Loen terdengar sayup-sayup di telinga Lyra yang masih betah dengan posisi telungkupnya. Sesekali gadis itu menggerakkan kakinya sebagai tanda bahwa Ia masih hidup."Lyra! Kau mendengarku? Hei!" panggil Loen lagi sambil menepuk pipi Lyra pelan.
"Aiss, kalau kau masih hidup setidaknya jawab dia. Jangan biarkan dia berbicara layaknya orang bodoh seperti itu!" ucap Horon geram dengan ketidakpedulian Lyra.
"Hei!" Dengan kasar Horon menendang kaki Lyra yang tak juga bangkit, hanya mengangkat kepalanya dan kembali telungkup, Horon mendengus kesal melihatnya, tapi berbeda dengan Loen yang khawatir pada tubuh Lyra yang bergetar.
"Hei ada apa Lyra?" tanya Loen meneliti dan mengangkat kepala Lyra dan Loen menjadi khawatir saat mendapati mata gadis itu sembab dan masih basah, Lyra menangis.
"Hei ada apa? Kenapa kau menangis?" Loen benar-benar cemas sekarang. Horon sendiri ikut cemas karena khawatir kalau dia penyebab gadis itu menangis.
"Loen, kakiku tidak bisa digerakkan, itu sangat sakit," ucap Lyra akhirnya sambil menahan tangisnya. Loen membantu Lyra bangkit dan terkejut melihat kaki gadis itu membiru dan sobek di bagian tulang keringnya.
"Lyra ... kau? Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Loen merinding, Horon jadi merasa bersalah sekarang.
"Aku tersangkut di batang kayu itu," jawab Lyra sambil menunjuk ke tunggul kayu yahh berjarak beberapa centi darinya. Loen menyobek ujung bajunya dan membebat luka Lyra yang terus mengeluarkan darah, wajah Lyra kian pucat, Loen semakin khawatir dibuatnya.
"Apa kau tahu obat yang bisa digunakan untuknya?" tanya Loen, Horon tampak berpikir keras.
"Horon?!"
"Tenanglah! Aku sedang mengingatnya!" balas Horon. Lyra yang kehilangan banyak darah berusaha bertahan dengan memegang erat lengan Loen yang tak berniat marah walau kenyataannya Lyra hampir merobek kulit lengannya.
"Seperti tidak ada tempat untuk bertahan di sini, ini distrik 3, distrik paling ditakuti nomor dua di Excibis City. Kita takkan bertahan lama di sini, kita harus keluar dan bergegas ke distrik 5, di sana ada orang yang akan membantu menangani luka ini," saran Horon.
"Seberapa jauh?" tanya Loen masih menekan luka Lyra yang tampak meringgis kesakitan.
"Sekitar satu jam-an."
"Kau gila! Bagaimana dia akan bertahan dengan waktu selama itu?! Sekarang saja dia sudah akan kehilangan kesadaran!" bentak Loen kesal.
"Lalu kita harus apa, Loen? Kau bertanya padaku dan itu solusi yang bisa aku berikan. Bertahan di hutan ini hanya akan menyisakan 3 jam waktu hidupmu, kau tahu alasan mereka menamai ini distrik 3, itu karena kau akan mati paling lama 3 jam jika berkeliaran bebas di hutan beracun ini, Loen. Jangan tertipu dengan pohonnya, itu hanya ilusi, mereka tak nyata seperti negeri ini!" ucap Horon balas membentak. Loen menatap Lyra yang tak bisa bergerak lagi.
"Tapi dia takkan bertahan," ucap Loen sendu karena melihat Lyra pucat bak mayat.
"Kita harus mencoba, Loen. Jika dia Sang penolong, dia takkan kalah semudah itu, dan sepertinya kita harus bergerak sekarang karena semakin cepat kita bergerak semakin cepat kita sampai, dan jika Lyra adalah Sang penolong, maka setelah dari distrik 5, kita bisa bergegas mencari gerbang Meninges di mana ruang rahasia yang akan mengantar kita pulang berada," ucap Horon memberi harapan. Mendengar kata pulang, mata Lyra dan Loen berbinar senang.
"Kau serius ada jalan pulang?" Horon mengangguk.
"Baiklah, kita berangkat. Apa yang akan kita lewati agar sampai ke distrik 5?" tanya Loen sambil menggendong Lyra yang semakin lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Excibis City✔
Fantasía(Fantasy) "Ketika hayalan menjadi petaka" "Berhati-hati dengan hayalanmu, semakin kau terbuai olehnya, semakin mudah kau diculik oleh mereka" Saat kau telah tenggelam, sangat sulit menemukan peluang untuk kembali. Berbicara sebuah kehilangan, ya...