Dengan tergesa-gesa Hardy memasuki rumah sakit. Panggilan dari Razi tadi terdengar sangat penting, ini menyangkut putranya, Liran. Dia tidak ingin memberitahukan istrinya masalah ini sampai dia tahu betul apa yang terjadi."Tuan Hardy!" panggil salah satu perawat yang mengenal Hardy.
"Dokter Razi menunggu anda di ruangannya," ucap perawat itu dan Hardy hanya mengangguk sembari memutar arah menuju ruang kerja sepupunya itu di lantai satu bagian agak ke belakang. Hardy diam membisu saat melihat Razi berdiri di depan ruangannya dengan tangan saling meremas pertanda rasa cemas yang sangat besar tengah menderanya.
"Razi!" panggil Hardy, Razi menatap dengan mata berkaca-kaca. Hardy menangkap gelagat yang tidak mengenakkan dari wajah Razi.
"Ada apa?" tanyanya, tapi Razi tak bicara hanya menarik tangan Hardy untuk masuk ke ruangannya.
"Ada apa, Zi? Apapun itu kau harus katakan! Jangan memendamnya sendiri!" ucap Hardy membaca wajah cemas Razi.
"Kak, sepertinya kau dan kak Hana harus menguatkan hati dan lebih kuat dalam bersabar, sebab sepertinya Liran ...." Razi menjeda kata-katanya membuat pikiran Hardy semakin cemas.
"Liran kenapa?"
"Sepertinya Liran sudah menyerah dengan hidupnya, Liran sudah kalah, Kak. Seperti Hardy sesungguhnya juga seperti Razi yang sesungguhnya, mereka telah berhenti untuk berharap agar bisa kembali. Liran ... dia benar-benar menghilang selamanya," ucap Razi menahan air matanya.
"Apa maksudmu Razi? Liran menyerah?" Razi mengganguk.
"Liran mengalami gagal jantung satu jam yang lalu, dan aku berusaha untuk menahannya agar tidak pergi, tapi dia berhenti, Liran berhenti bernapas Kak. Liran berhenti berjuang untuk kembali, dia benar-benar tenggelam di negeri itu, dia sudah kehilangan dirinya, Liran meninggal beberapa menit yang lalu," jelas Razi menangis sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Hardy terdiam dengan tatapan kosong mendengar ucapan itu. Berkali-kali dia selalu berdoa agar putranya tidak akan meninggalkannya seperti yang Hardy lakukan. Tubuh Hardy luruh membentur lantai dengan tatapan yang masih sama, kosong dan nanar dengan air mata merembes membasahi pipinya, dia menangis tanpa suara.
"Aku yang melakukannya Razi, seharusnya aku saja yang mati, aku yang menyebabkan Liran maupun Lyra mengalami ini. Harusnya aku tak melakukan eksperimen itu, harusnya aku buang saja ide gila itu dan menerima takdir sebagai manusia ilusi, menerima takdir sebagai imaginer. Jika itu yang kulakukan, pasti Liran masih ada saat ini, pria itu takkan meninggalkan dunia ini di umur semuda itu," lirih Hardy sambil terisak. Kini suaranya semakin membesar, Razi memeluknya.
"Tak ada yang bisa disalahkan, Kak. Kau juga memiliki ide itu karena Hardy yang terlahir sebagai manusia pintar, dan kematian Liran adalah takdirnya, jangan menyalahkan dirimu, jangan berpikiran bodoh seperti itu!" tegas Razi semakin erat memeluk Hardy yang terus terisak.
"Aku malu bertemu Hana, aku malu mengatakan semua ini. Aku yang menyebabkan semua ini, aku ingin mengatakan padanya bahwa aku bukanlah Hardy sesungguhnya, aku takut mengatakan kalau aku adalah seorang manusia ilusi, Razi. Aku tak nyata, aku seharusnya tidak berada di tempat ini," ucap Hardy terus terisak.
"Lalu, di mana Hardy yang sesungguhnya?!" Hardy dan Razi menatap kaget Hana yang sudah berdiri di ambang pintu ruangan Razi yang terbuka.
"Han-hana?! Sejak kapan kau di sana?" tanya Hardy kaget.
"Jangan bertanya balik Hardy! Cukup katakan, jika kau bukan Hardy sesungguhnya, lalu di mana Hardy sesungguhnya?! Kenapa kau berada di tubuhnya? Lalu apa kau hantu?!" desak Hana dengan ekspresi serius, wajahnya memerah tanda dia sedang tidak bermain-main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Excibis City✔
Fantasía(Fantasy) "Ketika hayalan menjadi petaka" "Berhati-hati dengan hayalanmu, semakin kau terbuai olehnya, semakin mudah kau diculik oleh mereka" Saat kau telah tenggelam, sangat sulit menemukan peluang untuk kembali. Berbicara sebuah kehilangan, ya...