"Lyra!" panggil Liran begitu tersadar dari pingsannya. Suara teriakan Lyra sangat jelas terdengar di telinganya, tapi sejauh matanya memandang hanya kegelapan yang bisa ia lihat. Liran menoleh waspada saat mendengar suara langkah tak jauh darinya, tangan dan kakinya siaga memasang kuda-kuda waspada."Siapa itu?" tanya Liran menajamkan indra penglihatan dan pendengarannya.
"Ini aku Kak," ucap suara itu sangat familiar di telinga Liran tapi tetap waspada, dan sosok Lyra kini sudah berada tepat di depannya dengan senyuman sedih melihat kondisi kakaknya yang tidak baik-baik saja. Liran masih menatap waspada, karena tak ada yang tidak bisa terjadi di dunia ilusi ini.
Melihat keraguan di mata kakaknya, Lyra langsung menghambur memeluknya dengan sangat erat disertai isakannya. Liran masih dengan posisi waspadanya tak berniat menurunkan tangannya sekedar untuk mengusap rambut adiknya seperti yang selalu ia lakukan.
"Maafkan aku, Kak, aku yang membuat kakak seperti ini, seandainya kakak tidak berniat menolongku tadi, pasti kakak dan Loen juga Horon akan baik-baik saja, aku adik yang tidak berguna," ucap Lyra di sela-sela isakannya. Liran akhirnya mengalah dan percaya dengan penglihatannya lalu memeluk tubuh adiknya dengan erat.
"Kau selalu berguna Sayang, jangan menyalahkan diri sendiri. Kakaklah yang harusnya disalahkan karena tidak mampu menjaga adikku yang cantik ini," gurau Liran menghibur adiknya dan sukses, Lyra tertawa kecil dan kembali memeluk Liran.
"Ayo kak, kita harus menemui Loen dan Horon lalu segera meninggalkan tempat ini, tak ada hal baik yang bisa dapatkan jika berlama-lama di sini." Liran mengangguk dan mengikuti ajakan Lyra dengan bangkit dari tidurnya. Saat akan melepas tangan Lyra, Liran tersentak dengan luka berdarah di tangan kanan gadis itu, darah yang masih sangat segar.
"Lyra, apa ini? Kau terluka? Siapa yang melukainya?" tanya Liran penasaran. Lyra langsung menyembunyikan lukanya dan mencoba tersenyum menenangkan Liran.
"Ini hanya luka biasa, aku mendapatkannya saat berlari ke mari. Ayolah Kak, kita harus cepat-cepat sebelum mereka menemukan kita," ajak Lyra mengalihkan pembicaraan. Liran akhirnya setuju dan ikut berjalan mengekori langkah Lyra meninggalkan ruangan.
"Lyra, sewaktu kau menemukan kakak, apa kau tidak bertemu seseorang yang mencurigakan?" tanya Liran sambil berjalan pelan-pelan karena kakinya masih sangat sakit juga kepalanya.
"Seseorang? Seseorang seperti apa? Apa aku mengenalnya?" tanya Lyra balik.
"Ahk, tidak apa-apa. Anggap saja kau tidak mendengarnya," ucap Liran tak meneruskan ucapannya. Kedua berjalan bersisihan dengan Lyra yang bertindak sebagai pemimpin. Jujur, sebenarnya Liran sangat heran dengan tingkah Lyra yang tampaknya sangat mengenali segala tempat di gedung ini, padahal Liran sendiri dua kali kabur dari Kranial, dia baru tahu ada gedung ini di sekitar Kranial, lalu Lyra, dia baru di sini, tapi sangat mengenalnya. Namun Liran mencoba tidak mempermasalahkannya dan terus mengekori langkah adiknya menjauhi ruangan, meninggalkan gedung di utara Kranial itu.
****
Loen dan Horon masih terus berjalan tak tentu arah di luar gedung yang menjadi tempat Lyra dan Liran menghilang. Sebenarnya keduanya ingin masuk tapi untuk melakukan itu, mereka harus melewati setiap pintu dengan sistem keamanan menggunakan pemindaian iris mata, Loen masih mengingat dengan sangat jelas saat dirinya dan Horon mencoba memindai iris mata mereka.
"Iris mata tidak dikenali, silakan mendaftarkan iris Anda!" Kata-kata itu yang diucapkan oleh mesin pemindaian itu saat Loen dan Horon berkali-kali mendekatkan matanya hingga lelah, dan sekarang keduanya memilih berjalan-jalan di sekitar gedung menikmati pemandangan sekaligus melepas kejenuhan menunggu sesuatu yang tidak pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Excibis City✔
Fantasi(Fantasy) "Ketika hayalan menjadi petaka" "Berhati-hati dengan hayalanmu, semakin kau terbuai olehnya, semakin mudah kau diculik oleh mereka" Saat kau telah tenggelam, sangat sulit menemukan peluang untuk kembali. Berbicara sebuah kehilangan, ya...